Hukum Shalat Dengan Rambut Yang Terikat

Rasulullah ﷺ melarang orang yang sujud mengikat rambutnya kebelakang. Nabi bersabda:

إنما مثل هذا مثل الذي يصلي وهو مكتوف

Innama masalu hadza masalul ladzi yusolli wahuwa maktufun

Artinya: “Permisalan orang yang demikian seperti orang yang shalat dalam keadaan terikat kedua tangannya“. (HR. Muslim)

Abdullah bin Abbas pernah melihat Abdullah ibnul Harits shalat dalam keadaan rambut kepala nya terikat kebelakang, lalu Ibnu Abbas bangkit melepaskan ikatan tersebut. Ketika selesai shalat Abdullah ibnul Harits bertanya kepada Ibnu Abbas “Ada apa dengan rambut ku?“, lalu Ibnu Abbas menyampaikan hadis di atas.

Rasulullah juga berkata:

ذالك كفل الشيطان

Dzalika kiflus syaiton

Artinya: “Ikatan rambut seperti itu (di saat shalat) adalah tempat duduk setan“. (HR. Abu Dawud no. 646 dan at Tirmidzi no 384, dinyatakan shohih oleh Syaikh Albani dalam shohih Abi Dawud dan shohih at Tirmidzi)

At Tirmidzi mengatakan, “yang diamalkan oleh ahlul ilmi adalah mereka membenci seorang shalat dalam keadaan rambut terikat”. (Sunan at Tirmidzi 1/238)

Ibnul Atsir berkata “Makna hadits ini adalah apabila orang yg shalat rambut nya digerai maka rambut tersebut akan jatuh ke tanah di saat sujud sehingga pemilik nya akan diberikan pahala sujud dengan rambut nya namun apabila rambutnya terikat jadilah dia termaksud dalam makna orang yg tidak sujud ia diserupakan dengan orang yg terikat kedua tangannya karena kedua tangannya tidak bisa menyentuh tanah di saat sujud” (an Nihayah fil ghoribil hadits)

Larangan Shalat Di Masjid Yang Didalamnya Terdapat Kuburan

Bolehkah shalat di masjid yang didalamnya terdapat kuburan?

Lajnah Daimah Lil Iftaa

سؤال : هل يجوز الصلاة في مسجد دفن فيه ميت أو أموات لضرورة عدم وجود غيره مع العلم أني إذا لم أصل فيه لم أصل الجماعة والجمعة ؟

Pertanyaan:

“Apakah boleh shalat dalam masjid yang dikubur didalamnya satu mayit atau lebih karena keterpaksaan disebabkan tidak ada selain masjid tersebut, dalam keadaan aku tahu seandainya aku tidak shalat di masjid tersebut, maka aku tidak dapat shalat berjamaah dan salat jumat?

الجواب : يجب نبش قبر أو قبور من دفن فيه ونقلها إلى المقبرة العامة أو نحوها ودفنهم فيها ، ولا تجوز الصلاة به والقبر أو القبور فيه ، بل عليك أن تلتمس مسجدا آخر لصلاة الجمعة والجماعة قدر الطاقة .

Jawaban:

“Wajib menggali kuburan tersebut atau kuburan siapa saja yang dikubur di dalam masjid dan memindahkannya ke pekuburan umum atau selainnya.

Tidak boleh shalat pada masjid tersebut padahal terdapat kuburan di dalamnya, tapi wajib bagimu untuk mencari masjid yang lain untuk salat jumat dan salat jamaah sesuai kemampuanmu“.

Sumber: فتاوى اللجنة الدائمة ج1 ص 402

Ancaman Bagi Orang Yang Bermudah-mudah Meninggalkan Shalat

 Asy-Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah:

فالواجب على أهل الإسلام الحذر غاية من التساهل بالصلاة، والواجب أن تؤدى في أوقاتها، المرأة تؤديها في الوقت، والرجل يؤديها في جماعة في المساجد، ولا يجوز التشبه بالمنافقين في التساهل بالصلاة، وعرفت أن بعض أهل العلم يقول: إن من تركها تهاوناً حتى خرج الوقت كفر بذلك، وهذا القول قول صحيح، ترك الصلاة تهاون وتساهل بها كفر أكبر -نسأل الله العافية- فإن السنة تؤيده، السنة عن رسول الله ﷺ تؤيد هذا القول، فإن الباب فيه أحاديث صحيحة كما تقدم، فيجب على المسلم أن يحذر هذا الأمر الخطير، وأن يحافظ على الصلاة في وقتها، وأن يستعين على ذلك بكل ما يستطيع من ساعة وغيرها، حتى يؤدي الصلاة في وقتها مع إخوانه المسلمين، وحتى تؤدي المرأة صلاتها في وقتها في بيتها قبل خروج الوقت، فهي عمود الإسلام وهي أهم الفرائض بعد الشهادتين، نسأل الله للجميع الهداية والتوفيق. نعم.

“Maka yang wajib bagi umat Islam untuk berhati-hati dengan kehati-hatian yang sangat dari bermudah-mudahan dalam masalah shalat.

Yang wajib adalah shalat ditunaikan pada waktunya. Seorang wanita menunaikannya pada waktunya. Para lelaki menunaikannya secara berjamaah di masjid-masjid. Tidak boleh menyerupai orang-orang munafik dalam bermudah-mudahan terhadap shalat. Dan engkau telah mengetahui bahwa sebagian ulama berpendapat, “Siapa yang meninggalkan shalat karena menganggap ringan dan bermudah-mudahan terhadapnya sampai keluar waktunya, maka dia telah melakukan kekufuran”. Dan pendapat ini adalah pendapat yang benar.

Meninggalkan shalat karena menganggap ringan dan bermudah-mudahan adalah kekafiran yang besar kita meminta keselamatan kepada Allah.

Karena sunnah menguatkan hal tersebut. Sunnah dari Rasulullah ﷺ menguatkan pendapat ini. Karena permasalahan ini, terdapat padanya hadis-hadits yang kuat sebagaimana telah berlalu.

Maka wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati terhadap perkara yang sangat berbahaya ini dan selalu menjaga shalat pada waktunya. Serta membuat semacam bantuan dengan segala apa yang bisa dari alarm dan selainnya sehingga ia menunaikan shalat pada waktunya bersama saudara-saudaranya kaum muslimin.

Begitu juga para wanita menunaikan shalatnya pada waktunya di rumah sebelum keluar dari waktu.

Shalat itu tiangnya Islam dan merupakan kewajiban terpenting setelah syahadatain. Kami meminta kepada Allah hidayah dan taufik bagi semua“.

sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas

Pemuda Yang Ingin Menikah Namun Masih Kuliah & Belum Bekerja

Pertanyaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz ana mau tanya, saya punya saudara laki-laki yg masih kuliah tetapi dia pingin atau ada niat menikah. tetapi ada saudara yang lain kurang setuju, dengan alasan dia belum lulus kuliah, belum bekerja, biaya hidup masih minta dari kakak-kakanya, dan lain lain.

Pertanyaannya,

  1. Bagaimana hukumnya laki-laki yang mau menikah tapi dari segi ekonominya dia belum mampu?
  2. Bagaimana tentang kakaknya yang menahan agar dia tidak menikah dulu, dengan alasan tersebut. apakah berdosa?

sukron atas jawabnya

Jawaban:

Kalau dia takut terjatuh pada perbuatan zina, maka menikah hukumnya wajib baginya, diantara pendapat ulama yg menyatakan bahwa hukum menikah melihat kondisi seseorang.

Kondisi orang seperti ini harus di bantu, dan tidak boleh dihalang- halangi, walaupun dia masih kuliah dan belum punya pekerjaan. Maka hendaknya setelah ia menikah nanti, ia di tuntut untum bekerja dan mencari nafkah untuk istrinya.

Allah ta’la berfirman:

وَتَعَاوَنُ عَلىَ البَرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa.” (Qs.Al Maidah : 2)

Namun jika pemuda tersebut, dia belum di hukumi wajib menikah, dia tidak khawatir terjatuh dari perbuatan zina maka disini ia di hukumi sunnah, maka lebih baik di menahan diri untuk menikah, sampai ia benar- benar mampu.

Nabi ﷺ bersabda:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج

Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia kalian menikah. (HR.Bukhari no.5066 dan Muslim no.1400)

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Haruskah Mengaku Dulu Pernah Berzina Saat Proses Taaruf?

Haruskah Mengaku Pernah Berzina?

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته

‘afwan ustadz, seorang akhwat (wanita) yg dulunya pernah berzina, kemudian dia melakukan ta’aruf dengan seorang ikhwan (pria). Apakah si akhwat ini mesti mengatakan kalo dulunya dia pernah berzinah?

Jawaban:

Jika Allah telah menutupi aibnya, maka tidak perlu dia membongkar lagi perbuatannya sendiri bahwa ia pernah melakukan zina, atau dia memberitahukan kepada si ikhwan yang akan melamarnya, bahwa ia sudah tidak perawan lagi.

Dan ikhwan tersebut tidak perlu mempertanyakan hal itu ,seperti ucapan “apakah kamu masih perawan?”.namun perlu di ketahui sang ikhwan hendaknya berhati- hati mencari pasangan hidup, dia harus mencari tahu dengan benar- benar siapa wanita yang hendak akan di nikahinya, jangan sampai mencari wanita yang berstatus pezina, namun jika si wanita yang pernah berzina tersebut sudah hijrah dan bertaubat maka tidak mengapa menikahinya, akan tetapi wanita tersebut harus melaksanakan dua syarat sebelum dinikahi.

Dalam hal ini wanita pezina ada dua syarat yang harus dia lakukan ketika dia akan menikah:

  1. Benar- benar bertaubat dengan taubat nasuha
  2. Bersih sekali haidh.

Didalam kitab Shahih Fiqih Sunnah di nyatakan, Tidak boleh menikah dengan wanita pezina, kecuali dua syarat :

Syarat pertama:

Bertaubat, karena taubat bisa menghilangkan sifat wanita yang haram dinikahi.
Nabi ﷺ pernah bersabda:

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR.Ibnu Majah, 4250, di hasankan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Ibnu Majah 2/418)

Syarat Kedua:

Membersihkan Rahimnya sekali Haidh, Ini merupakan syarat dari Imam Ahmad dan Imam Malik sebagaimana hadist Nabi ﷺ:

حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“wanita hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak hamil hingga mengalami satu kali haid.” (HR.Abu Daud,2157,Ahmad 3/62).

Pensyaratan bersih dari haid agar rahimnya bersih terlebih dahulu sebelum di nikahi (digauli), demikian cara menikahi wanita pezina (yang telah bertaubat,pent).
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/95).

Kesimpulan:

Boleh menikah dengan wanita pezina dengan syarat ia benar-benar bertaubat dari perbuatnya, dan bersih rahimnya satu kali haidh. Dan bagi si ikhwan tersebut tidak perlu bertanya apakah ia sudah tidak perawan lagi, ini akan menyakiti hati wanita tersebut apabila ia sudah benar- benar bertaubat, namun jika wanita tersebut masih mengerjakan praktek zina, maka jangan nikahi wanita- wanita seperti ini.

Nabi ﷺ memerintahkan kita menikah dengan wanita yang shalihah lagi baik agamanya.

Nabi ﷺ bersabda:

فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Pilihlah agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (HR.Bukhari no.5090 dan Muslim no.1466)

 

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Bolehkan Hanya Puasa Di 10 Muharram (Asyura) Saja?

Pertanyaan :

Apakah boleh puasa ‘Asyuro saja tanpa puasa sebelumnya atau sesudahnya, karena sesungguhnya saya pernah membaca di salah satu Majalah Fatwa didalamnya membolehkan puasa ‘Asyuro saja, karena sesungguhnya hal itu makruh, Dimana orang-orang yahudi sekarang, sungguh mereka tidak puasa ‘Asyuro (10 muharram) lagi?

Jawaban :

Mengenai puasa ‘asyuro telah disebutkan di dalam hadist- hadist Rasulullah ﷺ,

Dari Abu Qatadah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Shaum hari ‘Asyura’ saya berharap dari Allah dapat menghapuskan dosa-dosa pada tahun sebelumnya.” (HR.Tirmidzi 752; Abu Daud 2425,2426; Ibnu Majah 1738).

Dalam riwayat lain, dari Abdullah bin Abbas radliallahu ‘anhuma berkata :

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Saat Rasulullah ﷺ berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat.(HR.Muslim,1134)

Berdasarkan pemaparan hadist diatas di anjurkan untuk puasa ‘Asyura pada tanggal 10 muharram dan puasa tasu’ah pada tgl 9 muharram, namun bagaimana kalau seorang ingin puasa ‘Asyuro saja, simak penjelasannya dibawah ini.

Pertanyaan di atas pernah di ajukan kepada Syaikh Muhammad shalih al Utsaimin

Pertanyaan :

هل يجوز صيام يوم عاشوراء وحده من غير أن يصام يوم قبله أو بعده، لأنني قرأت في إحدى المجلات فتوى مفادها أنه يجوز ذلك لأن الكراهة قد زالت أن حيث اليهود لا يصومونه الاۤن؟

Apakah boleh puasa ‘Asyuro saja tanpa puasa sebelumnya atau sesudahnya, karena sesungguhnya saya pernah membaca di salah satu Majalah Fatwa didalamnya membolehkan puasa ‘Asyuro saja, karena sesungguhnya dimana orang-orang yahudi sekarang mereka tidak puasa ‘Asyuro (10 muharram)?

Jawaban :

كراهة إفراد يوم عاشوراء بالصوم ليست أمراً متفقاً عليه بين أهل العلم، فإن منهم من يرى عدم كراهة إفراده، ولكن الأفضل أن يصام يوم قبله أو يوم بعده، والتاسع أفضل من الحادي عشر، أي من الأفضل أن يصوم يوماً قبله لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع”، يعني مع العاشر.، وقد ذكر بعض أهل العلم أن صيام عاشوراء له ثلاث حالات: الحال الأولى: أن يصوم يوماً قبله أو يوماً بعده. الحال الثانية: أن يفرده بالصوم. الحال الثالثة: أن يصوم يوماً قبله ويوماً بعده. وذكروا أن الأكمل أن يصوم يوماً قبله ويوماً بعده، ثم أن يصوم التاسع والعاشر، ثم أن يصوم العاشر والحادي عشر، ثم أن يفرده بالصوم. والذي يظهر أن إفراده بالصوم ليس بمكروه، لكن الأفضل أن يضم إليه يوماً قبله أو يوماً بعده.

Makruh Hukumnya hanya puasa ‘Asyuro (10 muharram) saja, akan tetapi perbuatan itu bukanlah perkara yg disepakati diantara para ulama, karena sebagian mereka memandang, perbuatan tersebut (puasa 10 muharram) saja tidak makruh, akan tetapi yang lebih utama adalah puasa sebelumnya atau sesudahnya, puasa tasu’ah (9 muharram) lebih afdhal dari 11 muharram, dan yg paling utama adalah puasa satu hari sebelumnya,sebagaimana sabda Nabi ﷺ :

لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع

“Seandainya tahun depan aku masih hidup, niscaya saya benar-benar akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” ( HR.Muslim,1134)

(Puasa tasu’ah) yaitu dibarengi setelah itu puasa ‘asyuro (10 Muharram)

Dan sesungguhnya disebutkan oleh sebagian para ulama bahwa puasa ‘asyuro ada 3 Keadaan (kondisi) :

  1. Kondisi pertama : Puasa sebelumya atau sesudahnya.
  2. Kondisi kedua : Puasa A’syuro saja (10 muharram).
  3. Kondisi ketiga : Puasa sebelumya dan sesudahnya.

Mereka menyebutkan bahwasanya yang paling sempurna adalah (puasa ‘Asyuro) di kerjakan puasa sebelumnya dan sesudahnya, kemudian puasa tasu’ah (9 muharram) dan puasa ‘Asyuro (10 muharram), kemudian puasa (10 muharram) dan puasa ‘Asyuro ( 11 muharram). Kemudian hanya puasa A’syuro saja (10 muharram ).

Dan yang tampak bahwa puasa ‘Asyuro saja (10 muharram ) hukumnya tidaklah makruh, akan tetapi yang utama diiringi puasa sebelumnya atau sesudahnya. (Majmu’ Fatawa wa Rasail, oleh Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin, Kitab shiyam) [ http://iswy.co/e3ldj]

Demikian pembahasan diatas semoga Allah ta’la memudahkan kita mengamalkannya.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Bolehkah Puasa Sunnah Asyuro’ Yang Jatuh Pada Hari Sabtu?

Pertanyaan :

Assalamualaikum min, boleh tidak kalau besok puasa asyuro’ diikuti dengan besoknya ? soalnya besok kan sabtu. kemaren pernah baca kalau sabtu tidak boleh berpuasa. benarkah begitu?

syukron min.

Jawaban :

Nabi ﷺ bersabda:

َ لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا فِي مَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali yang diwajibkan atas kalian.” (HR.Abu Daud 2421, Tirmizdi 744, Ahmad 17026)

Pertanyaan diatas pernah ditanyakan kepada Guru kami Syaikh Walid Saifun Nashr (Murid Syaikh al Albani rahimahullah).

Pertanyaan :

ما قولكم في صيام يوم العاشر من محرم يقع في السبت. أفيدوني يا شيخنا بالقول الراجح في هذه المسألة

Apa pendapat anda mengenai puasa asyuro’, dimana (puasa asyuro’ bertepatan, pent) dilarang puasa pada hari sabtu? Wahai syaikh, mohon jelaskan kepada saya Mana pendapat yang rajih dalam masalah ini?

Jawaban :

اذا صمت اليوم الجمعة وغدا السبت
التاسع والعاشر
تكون قد خرجت من النهي

Apabila anda puasa pada hari jum’at dan sabtu besok puasa tasu’ah dan asyuro’, maka hal itu keluar dari larangan (hadist, pent). (Dari Group WA Nashaih Syaikh Walid Saifun Nashr hafizhahullah).

Dari jawaban syaikh di atas bahwa agar terhindar dari larangan puasa pada hari sabtu, maka hendaknya diiringi puasa sebelumnya yaitu puasa tasu’ah.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Adab-Adab Malam Pertama Pernikahan Yang Sesuai Sunnah

Apa sajakah Adab-adab Malam Pertama Yang Sesuai Sunnah nabi ﷺ

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz,

Ustadz, bagaimana urutan-urutan pada saat sebelum melakukan hubungan intim (malam pertama) yang benar atau sesuai sunnah.

Mohon penjelasannya

Jazakallahu khairan

Jawaban:

Seorang yang akan menikah hendaknya mengetahui adab-adab malam pertama, agar menghadirkan suasana yang romantis kepada pasangannya, tentunya dalam memasuki malam pertama harus sesuai dengan syariat islam.

1. Suami mengucapkan salam kepada istri

Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha

أن النبي لما تزوجها، فأراد أن يدخل عليها، سلّم

“bahwa nabi ﷺ menikah dengannya, ketika beliau ingin masuk menjumpainya, beliau mengucapkan salam.” [Akhlaqun Nabi Oleh Abul Syaikh (199) dengan sanad hasan].Lihat juga Adabuz Zifaf hlm, 92 oleh syaikh Al Albani.

2. Suami bersikap Lemah lembut dengan menyuguhkan sesuatu kepada istrinya baik itu berupa minuman atau manisan

Dari Asma’ binti Yazid berkata, Sesungguhnya aku ketika merias aisyah untuk Rasulullah ﷺ, aku hampiri beliau aku ajak beliau untuk melihat dandanan aisyah, lalu beliau datang dan duduk di samping aisyah, kemudian aku beri beliau cangkir besar yang berisi susu, lalu beliau minum, kemudian beliau beri kepada aisyah, maka aisyah menundukkan kepalanya dan malu, berkata asma’ : akupun memamfaatkan kesempatan ini, dan aku katakan kepadanya :

خذي من يد رسول الله فأخت وشربت شيئا

Ambillah dari tangan Rasulullah ﷺ ,maka iapun mengambilnya dan meminumnya sedikit ( HR. Ahmad 6/452).

3.Meletakkan Tangan diatas kepala istri dan berdo’a untuknya

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

إذا تزوج أحدكم امرأة أو اشترى خادما فليأخذ بناصيتها، وليسم الله عزوجل، وليدع بالبركة، وليقل : اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما فيها وشر ما جبلتها عليه

Apabila salah seorang dari kaliam menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak wanita maka peganglah ubun-ubunnya dan menyebut nama Allah azza wa jalla ,dan berdo’alah minta keberkahan, ucapkanlah: “Ya Allah aku memohon kepadamu dari kebaikan dirinya dan kebaikan yang kau ciptakan kepadanya, dan aku berlindung kepadamu dari keburukannya dan keburukan yang kau ciptakan padanya.” (HR.Abu Daud 2160 ,Ibnu Majah no 1918 dengan sanad Hasan)

4.Shalat Dua Rakaat

Yang demikian itu dari hadits abu sai’d maula abu asyad, dia berkata aku menikah dahulu aku berstatus budak, kemudian aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi ﷺ diantaranya, Abdullah bin Mas’ud, Abu dzar dan Hudzaifah Radhiallahu ‘anhum, azan berkumandang dan abu zar langsung maju ke depan, yang lain hadir berkata : tunggulah, ia menjawab bukankan seharusnya begini, mereka menukas : ya.

Abu said melanjutkan: aku maju bersama mereka, padahal aku adalah budak belian, lantas mereka mengajariku dan berkata:

إذا دخل عليك أهلك فصلِّ ركعتين ثم سل الله من خير ما دخل عليك وتعوَّذ به من شره، ثم شأنك وشأن أهلك

“Apabila istri datang, maka shalatlah dua rakaat, kemudian mintalah kepada Allah yang terbaik dari sesuatu yang masuk kepadamu dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya, selanjutnya terserah kamu dan istrimu.” (Syaikh albani Menisbatkan hadits ini pada ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih, lihat adabu zifaf 94)

5. Dianjurkan sebelum menemui istri bersiwak terlebih dahulu agar mulut bersih

Dari Syarih bin Hani berkata ; aku bertanya kepada Aisyah radhiallahu ‘anha;

بأي شيء كان النبي ﷺ

dengan apa Nabi ﷺ memulai masuk kedalam rumahnya, aisyah menjawab : dengan bersiwak (HR.Muslim no.253)

6. Menyebut Nama Allah dan berdo’a ketika Akan Berhubungan intim.

Dari Abdullah bin Abbas berkata; Nabi ﷺ  bersabda :

Setiap orang dari kalian kalau saja ketika mendatangi istrinya mengucapkan:

اللهم جنبني الشيطان، و جنب الشيطان ما رزقتنا، ثم قدر بينهما في ذلك -أو قضى ولد- لم يضره شيطان أبدا

“Ya Allah jauhkan aku dari setan, dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau anugrahkan kepada kami”, kemudian jika keduanya mendapatkan anak, maka setan tidak memudharatkan selama-lamanya. (HR.Bukhari no.5165 dan Muslim 1434).

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Referensi:

1.Adabu Zifaaf Oleh Syaikh Al Albani ،cet. Maktabah Islamy
2.Shahih Fiqih Sunnah Oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, cet. Maktabah Tauqifiyah.

Hukum Menutup Rahim Untuk Mencegah Kehamilan

Assalamualaikum Ustadz, Bagaimana jika seorang istri menutup rahim untuk mencegah kehamilan sudah sekitar 10 tahun, tetapi baru saja tahu hukumnya sekarang.

جزاك اللهُ خيرًا

Jawaban:

Menutup atau mencegah kehamilan secara total ataupun dengan diangkat rahimnya agar tidak hamil lagi selama-lamanya maka ini tidak ada khilaf tentang Keharamannya. Atau dia tidak mau hamil, khawatir takut anaknya kelak akan makan bersamanya, takut sempit rezekinya atau dia takut miskin, maka perbuatan ini jelas di haramkan, karena dia telah berburuk sangka kepada Allah ta’la, padahal Allah yang memberikan rezeki kepada mereka.

Allah ta’la berfirman:

وَلَاتَقْتُلُوْا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإيّاكُمْ

“Janganlah kamu membunuh anak- anakmu karena takut miskin, kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan kepada kalian.” (Qs.Al Isra : 31)

Namun jika kehamilan itu bisa menyebabkan dia resikonya meninggal atau yang semisalnya, maka tidak mengapa ia menutup rahim atau mengangkatnya agar tidak hamil untuk selama-lamanya, dan ini dilakukan hanya dalam kondisi darurat.

Sebagaimana kaedah fiqih menyatakan

الضرورة تبيح المحظورات

Kondisi Darurat atau terpaksa membolehkan hal-hal yang dilarang (yang semula diharamkan).

Adapun mencegah atau menutup sementara, baik itu dengan spiral, pil anti hamil dan lainnya untuk menjaga jarak kelahiran, maka hal ini sama hukumnya seperti ‘azl (Mengeluarkan sperma diluar farji istri) maka hukumnya adalah makruh.

Dalam kitab Shahih Fiqih sunnah di sebutkan, Dari Jabir ,bahwasannya ada seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ ,dia berkata:

Sesungguhnya saya memiliki budak wanita ,dan saya berbuat ‘azl kepadanya, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda :

إنّ ذلك لن يمنع شيئا أراده الله

“Sesungguhnya hal itu tidak bisa menolak apapun yang di kehendaki Allah.” (HR.Muslim no.1439)

Dalam riwayat lain:

اعزل إن شئتَ، فإنه سيأتيها ما قُدِّرَ له

“Ber ‘azl lah jika kamu mau, karena sesungguhnya akan datang kepadanya, apa yang telah di tentukan oleh Allah ta’la untuknya.”

Dan dari Jabir juga beliau berkata:

كنا نعزل على عهد رسول الله ﷺ  والقرآن ينزل

Kami melakukan ‘azl pada zaman Nabi sementara Al Qur’an turun kala itu. (HR.Bukhari no.5208 dan Muslim no.1440).

Dari dalil- dalil diatas menunjukkan bahwa melakukan ‘azl hukumnya makruh (Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/189-190)

Kesimpulan:

haram hukumnya mengangkat rahim menutup atau mencegah Hamil secara total, kecuali darurat yang dapat menyebabkan kehilangan nyawa atau yang semisalnya.

Adapun jika anda telah melakukannya dan baru tau sekarang, maka bertaubatlah kepada Allah ta’la dan perbanyaklah istighfar kepada-Nya, sesungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat.

Adapun mencegah kehamilan sementara, untuk menjaga jarak kehamilan, maka hukumnya adalah makruh, dan lebih utama meninggalkannya, karena nabi ﷺ bangga dengan umatnya yang banyak , Nabi ﷺ bersabda :

تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم

“Nikahilah wanita- wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan) karena sesungguhnya aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian.” (HR. Abu Daud no.2050 dan Nasai’ no 3227 dan yang lainnya)

Allahu A’lam

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Jika Ayah Berqurban Apakah Larangan Bercukur & Potong Kuku Berlaku Bagi Anak & Istrinya ?

Pertanyaan :

Ayah saya qurban dengan 1 ekor sapi. Apakah larangan cukur dan potong kuku hanya untuk ayah saya atau apakah ibu saya dan abang – abang saya serta saya tidak boleh cukur dan potong kuku juga. Mohon bantuannya ?

Jawaban :

Dari Ummu Salamah bahwa Nabi ﷺ bersabda:

َ إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika telah tiba sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun.”( HR.Muslim no 1977,Abu Daud 2791)

Didalam penjelasan hadist di atas berkata Imam Nawawi rahimahullah :

( إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا )

Jika telah tiba sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun.

، وفي رواية : ” فلا يأخذن شعرا ولا يقلمن ظفرا ” ،

Dalam satu riwayat : “maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun”

واختلف العلماء فيمن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي ،

Ulama berbeda pendapat bagi orang yang memasuki 10 Dzulhijjah dan ingin berkurban.

فقال سعيد بن المسيب وربيعة ، وأحمد وإسحاق وداود وبعض أصحاب الشافعي : إنه يحرم عليه أخذ شيء من شعره وأظفاره حتى يضحي في وقت الأضحية ،

Sai’d bin Musayyab, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Syafi’i menyatakan : Haram bagi orang yang ingin berkurban mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun sampai binatang kurbanya disembelih.

وقال الشافعي وأصحابه : هو مكروه كراهة تنزيه وليس بحرام ،
وقال أبو حنيفة : لا يكره ،

Berkata imam Syafi’i dan pengikutnya : Makruh Tanzih ( meninggalkan yang tidak baik/ tidak disukai ), bukan haram.
Berkata Abu hanifah : Tidak Makruh

وقال مالك في رواية : لا يكره ، وفي رواية : يكره ، وفي رواية : يحرم في التطوع دون الواجب ، واحتج من حرم بهذه الأحاديث ،

Berkata imam Malik : Tidak Makruh, dalam riwayat lain : Makruh.
(Al Minhaj syarhu shahih muslim bin Hajjaj ,Shahih Fiqih sunnah 2/375).

Dari penjelasan di atas, hanya bagi orang berkurban saja yang tidak boleh memotong kuku, rambut dan bulu-bulu lainnya dari tanggal 1 s/d 10 Dzulhijjah, atau sampai binatang kurbannya di sembelih.

Allahu a’lam.

Dijawab Oleh
Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Bolehkah Panitia Qurban Menerima Bagian Daging Qurban ?

Pertanyaan :

Assalamualaikum admin, tadi saya ikut dalam kepanitiaan qurban sebagai anggota di salah satu seksi. Selesai acara, saya dikasi bagian dari daging qurban tersebut. Apakah saya boleh menerimanya ?

Jawaban :

Panitia Qurban hanya mewakili shahibul Qurban untuk membantu proses pemotongan, maka panitia yang membantu proses pemotongan tersebut termasuk tukang jagal, kalau anda (penanya) menerima daging tersebut berupa upah dari perbuatan anda karena membantu proses pemotongan maka itu terlarang, berdasarkan dalam satu riwayat dari ‘Ali radliallahu ‘anhu berkata:

َ أَمَرَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى الْبُدْنِ وَلَا أُعْطِيَ عَلَيْهَا شَيْئًا فِي جِزَارَتِهَا

“Nabi ﷺ memerintahkanku agar aku berada (menyaksikan hewan qurbannya) dan membagi-bagikan qurban namun aku tidak boleh memberikan apapun dari hewan qurban itu kepada tukang jagalnya”. (HR.Bukhari,no 1617)

Perintah Nabi di atas kepada Ali bin abi thalib menjelaskan bahwa tidak boleh memberi upah berupa daging kurban kepada tukang Jagal.

Adapun jika diberi sebagai hadiah, atau sedekah maka dibolehkan

Berdasarkan dalam satu riwayat,

Dari Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ?”, ia menjawab;

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. (HR.Tirmidzi,no 1505)

Kesimpulan

jika panitia diberi daging Qurban sebagai upah dari pemotongan hewan Qurban tersebut, maka itu terlarang, karena hal itu termasuk jual jasa dikarenakan bayarannya berupa daging yang mereka sembelih, namun apabila pemberian itu sebagai hadiah atau sedekah dari shohibul Qurban, maka di bolehkan.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh
Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah (Bagian 1)

Berikut ini adalah Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah, insya allah tulisan ini akan ditulisa menjadi beberapa bagian.

1. Beragama Islam

Islam adalah agama yang sempurna, agama yang benar di sisi Allah ta’ala, agama yang memberikan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, dan islam adalah agama yang sesuai dengan perkembangan zaman sepanjang masa, Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali-Imran : 19)

Dan Allah ta’ala juga berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah aku ridhai Islam itu jadi agama bagi-Mu” (Q.S. Al-Maidah : 3)

Islam telah mengatur segala aspek kehidupan, baik dari sisi agama maupun sisi lainnya, seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan karakter, akhlak, mu’amalah, sosial, serta politik.

Begitu juga berkaitan tentang pernikahan, seorang lelaki hendaknya mencari pasangan yang shalihah, yang tentunya beragama Islam.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

Dalam tafsir Ibu Katsir disebutkan dalam menafsirkan ayat diatas:

Melalui ayat ini Allah mengharamkan atas orang-orang mukmin menikahi wanita-wanita musyrik dari kalangan penyembah berhala.

Dan firman Allah ta’ala:

وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah Ibnu Rawwahah. Dia mempunyai seorang budak wanita hitam, lalu di suatu hari ia marah kepadanya kemudian menamparnya. Setelah itu ia merasa menyesal, lalu lalu datang kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan kepadanya peristiwa yang telah dialaminya itu.

Rasulullah ﷺ bertanya padanya “Bagaimanakah perilakunya?”. Abdullah bin Rawahhah menjawab, “Dia puasa, shalat, melakukan wudhu dengan baik, serta bersakski bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai Abu Abdullah, kalau demikian dia adalah wanita yang beriman.”. Abdullah bin Rawahhah berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, aku benar-benar akan memerdekakannya, lalu akan aku nikahi.”.

Abdullahh ibnu Rawwahah lalu melakukan apa yang telah dikatakannya itu. Lalj ada sejumlah kaum muslimin yang mengejeknya dan mengatakan bahwa dia telah mengawini budak perempuannya. Mereka bermaksud akan menikahkan budak-budak wanita mereka kepada orang-orang musyrik karena faktor ingin mengambil keturunan dan kedudukannya. Maka Allah menurunkan firmannya,

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221).

Sumber: Karakteristik Sifat-Sifat Istri yang Shalihah, Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar, Lc 

Baca juga Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami Shalih (Bagian 1)

Hukum Jual Beli Saat Adzan Shalat Jumat

Diantara salah satu praktek jual beli yang dilarang adalah pada waktu azan shalat jum’at.

Allah ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

 

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Jum’ah : 9)

Pada Firman Allah ta’la :

وذَرُوْا البَيْعَ

“Tinggalkan jual beli.” (Q.S. Al-Jum’ah : 9)

 

Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:

“Yakni Bersegerahlah  untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, apabila telah diserukan untuk shalat.”

Oleh karena itu telah sepakat para ulama -semoga Allah meridhai mereka- bahwa Haramnya jual beli setelah azan yang kedua.

Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai jual beli muatah (bayar dan terima tanpa ijab kabul) ada dua pendapat mengenai hal ini, tetapi menurut lahiriyah ayat hal itu tidak sah juga, sebagaimana di jelaskan pada tempatnya, Allahu A’lam.

(Tafsir Al- Qur’anul Al Azhim, 8/78,cet.Dâr Ibnu Jauzi).

 

Berkata Syaikh Abdurrahman as Sa’di rahimahullah:

“Tinggalkan Jual beli, apabila diseru untuk shalat berangkatlah kalian menujunya”

( Taisir Karimurrahman Fii Tafsîr Kalâmil Mannan, hal 1017).

Kesimpulan

Diharamkan jual beli pada azan yang kedua pada hari jum’at. Hendaknya seorang muslim bersegera menuju shalat dan tinggalkan jual beli.

Allâhu A’lam bis Shawab.

Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami Shalih (Bagian 1)

1. Beragama Islam

Suami yang shalih adalah seorang lelaki yang beragama Islam bukan beragama selain Islam, karena seorang yang tampak baik akhlak dan perilakunya akan tetapi ia bukan seorang yang memeluk agama islam, maka perbuatan yang ia lakukan tidaklah bermanfaat bagi dirinya, hingga ia memeluk islam dan beriman kepada Allah ta’la dan rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَاۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya makhluk.” (QS. Al-Bayyinah : 6)

Dan amalan yang dilakukan oleh orang-orang kafir akan sia-sia.

Allah ta’ala berfirman:

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَٰذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya din mereka sendiri.” (Q.S. Ali- Imran : 11)

Allah ta’la juga berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Q.S Al-Furqan : 23)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata, aku berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ؟ قَالَ: ” لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ “

‘Wahai Rasulullah ﷺ, Ibnu Jud’an pada jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, sebab dia belum mengucapkan “Rabbku ampunilah kesalahanku pa hari pembalasan. “,’ (HR. Muslim no. 214)

Maka janganlah nikahkan putri-putri, saudari-saudari anda kepada orang-orang kafir dan musyrik penyembah berhala.

Allah ta’la berfirman:

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُواۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

Sumber: Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami yang Shalihah, Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar, Lc

Baca juga Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah

Bolehkah Zakat Fitri Dengan Uang?

Hukum Zakat Fitri

Hukum zakat fitri adalah wajib bagi setiap kaum muslimin.

Zakat Fitri yang diperintahkan nabi ﷺ adalah bahan pokok makanan sebagaimana perkatakan sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘ anhuma :

فرض رسول الله زكاة الفطر صاعا من تمر، أوصاعا من شعير، على العبد والحر، والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين، و أمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة .

“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma, atau satu sha’ gandum, atas hamba sahaya dan orang yang merdeka, lelaki ,perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari setiap kaum muslimin, dan beliau memerintahkan agar menunaikan zakatnya sebelum orang- orang shalat ( ied).” (HR.Bukhari 1503, Muslim 984)

Jenis apa yang harus di keluarkan untuk zakat Fitri?

Jenis yang di keluarkan zakat Fitri adalah bahan pokok makanan sebagaimana yang di sebutkan dalam hadist di atas atau riwayat lainya, yaitu gandum, kurma dan kismis.

Atau bisa juga beras, jagung atau semisalnya selama itu di sebut dengan bahan pokok makanan. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah II /82 dan Syarhul Mumti’ III/331).

Dalam kitab shahih fiqih sunnah (II / 82) di sebutkan juga, pendapat yang benar, yang merupakan pendapat mazhab syafi’i dan Mazhab Maliki, dan di pilih oleh syaikul islam ibnu taimiyah (bahwa zakat fitri adalah dengan bahan pokok makan)

Adapun nabi mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma dan satu sha’ gandum, karena itu merupakan makanan pokok penduduk madinah, kalau sekiranya itu bukan makanan pokok mereka maka mereka akan mengeluarkan bahan pokok makanan lainnya.

Pendapat Mazhab Hambali tidak sah zakat kecuali dengan Kurma, Sya’ir (gandum) atau burr (jenis gandum).

Zakat Fitri dengan Uang

Sebagaimana kita jelaskan di atas bahwa Zakat fitri dengan bahan pokok makanan, kalau sekiranya dengan nilai mata uang niscaya nabi ﷺ sudah memerintahkan para sahabat kala itu untuk mengeluarkan zakat fitri mereka dengan uang, sebagaimana kita ketahui bahwa di zaman nabi ﷺ sudah ada uang, tapi nabi ﷺ tidak memerintahkan mengeluarkan zakat fitri dengan uang.

Lantas apakah zakat fitri sah dengan uang?

Di dalam kitab Shahih Fiqih Sunnah ( II/ 84) mengenai hukum menunaikan berbgai macam zakat dengan “nilai” ( Pent, uang) secara umum, pada dasarnya kewajiban mengeluarkan zakat harus sesuai dengan nash yang menjelaskan hal tersebut dan tidak boleh menggantinya dengan nilai (uang) Kecuali Kondisi Darurat atau kebutuhan (pent, mendesak), dan ke maslahahatan yang lebih jelas, maka saat itu di bolehkan. Allahu A’lam.

Abu Yusuf Dzulfadhli al Maidani

Referensi:

1.Shahih Fiqih Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim cet.Maktabah Tauqifiyah
2.Syarhul Mum’ti’, Oleh Syaikh Muhamad bin Shalih al Utsaimin, cet .Daarul Ummah

Hukum Shalat Jum’at Bertepatan Dengan Hari Raya Idul Adha Atau Idul Fitri

Pertanyaaan :

Ustadz, bagaimana hukum shalat jum’at bertepatan dengan hari raya idul adha?

Jawaban :

Ada sejumlah dalil menunjukan permasalahan ini, apakah orang yang sudah shalat ied, tidak shalat jum’at lagi, mari simak dalil-dalilnya berikut ini.

Dari Iyas Ibnu Abu Ramlah As Syami dia berkata;

شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

Aku pernah melihat Mu’awiyah bin Abu Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, tanyanya; “Apakah kamu pernah melakukan dua hari raya bertepatan dalam satu hari ketika bersama Rasulullah ﷺ ?” Jawabnya; “Ya. ‘ Mu’awiyah bertanya; “Bagaimana beliau mengerjakan shalat tersebut?” Zaid bin Arqam menjawab; “Beliau mengerjakan shalat ied dan memberi keringanan pada waktu shalat Jum’at, lalu beliau bersabda: “Barangsiapa ingin mengerjakan (shalat Jum’at), hendaknya mengerjakan shalat (Jum’at).” ( HR.Abu Daud,no1070)

Di dalam kitab A’unul Ma’bud syarhu sunan abi daud dinyatakan :

والحديث دليل على أن صلاة الجمعة بعد صلاة العيد تصير رخصة يجوز فعلها ويجوز تركها وهو خاص بمن صلى العيد دون من لم يصلها.

Hadist diatas dalil yang menunjukkan bahwa shalat jum’at setelah shalat ied, di beri rukhshah ( keringanan) boleh dikerjakan dan boleh tinggalkan, dan ia khusus bagi orang yang telah shalat ied, kecuali orang yang belum shalat ied.

Dari Abu ‘Ubaid, ia berkata; aku pernah shalat ied bersama Utsman bin ‘Affan, waktu itu bertepatan dengan hari Jum’at, kemudian dia mengerjakan shalat ied sebelum berkhutbah lalu berkhutbah, katanya;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدْ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini telah berkumpul dua hari raya kalian, maka siapa di antara kalian dari penduduk luar kota yang hendak menunggu di sini (hingga tiba waktu Jum’at), silahkan menunggu, namun jika menginginkan pulang sekarang, maka aku telah mengizinkannya pulang.” ( HR.Bukhari,no 5571,5572,5573 )

Ibnul Hajar asqalani rahimahullah dalam fathul bari menyatakan,

استدل به من قال بسقوط الجمعة عمن صلى العيد إذا وافق العيد يوم الجمعة، وهو محكي عن أحمد. وأجيب بأن قوله أذنت له ليس فيه تصريح بعدم العود، وأيضا فظاهر الحديث في كونهم من أهل العوالي أنهم لم يكونوا ممن تجب عليهم الجمعة لبعد منازلهم عن المسجد

Berdalilkan hadist diatas, barangsiapa yang mengatakan gugur shalat jum’atnya dari shalat ied, apabila ied bertemu dengan hari jum’at,h al ini dihikayatkan( di riwayatkan,pent) oleh Ahmad.
Saya Jawab bahwa perkataan أذنت”saya izinkan “bukan jelas-jelas berarti shalatnya tidak boleh diulang ( shalat jumat lagi, pent), dan zhahir hadist tentang keberadaan Penduduk al A’waliy,bukan berarti tidak di wajibkan atas mereka, hal itu karena jauhnya rumah-rumah mereka dari masjid.

Imam syaukani didalam “Nailul Author 3/348″mengomentari riwayat diatas .

ظاهره أنه لم يصل الظهر

“Secara Lahiriyah Bahwa beliau tidak mengerjakan shalat Zhuhur. [Ahkamul A’idain fi sunnnal Muthaharah, hal 59, oleh syaikh ali Hasan al Halabi]

Syeikh Abdullah bin baz rahimahullah pernah ditanya,

ما حكم صلاة الجمعة إذا صادفت يوم العيد هل تجب إقامتها على جميع المسلمين أم على فئة معينة، ذلك أن بعض الناس يعتقد أنه إذا صادف العيد الجمعة فلا جمعة إذاً !؟

Apa Hukum shalat Jum’at apabila bertepatan dengan hari raya ied, apakah wajib dikerjakan oleh seluruh kaum muslimin, atau sebagian orang tertentu, karena yang demikian itu kaum muslimin meyakini bahwasannya apabila hari raya ied bertepatan dengan hari jum’at, maka tidak ada shalat jum’at lagi !?

الواجب على إمام الجمعة وخطيبها أن يقيم الجمعة وأن يحضر في المسجد ويصلي بمن حضر ، فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يقيمها في يوم العيد يصلي العيد والجمعة عليه الصلاة والسلام وربما قرأ في العيد وفي الجمعة جميعا بسبح والغاشية فيها جميعا ، كما قاله النعمان بن بشير رضي الله عنهما فيما ثبت عنه في الصحيح ، لكن من حضر صلاة العيد ساغ له ترك الجمعة ويصلي ظهرا في بيته أو مع بعض إخوانه إذا كانوا قد حضروا صلاة العيد ، وإن صلى الجمعة مع الناس كان أفضل وأكمل ، وإن ترك صلاة الجمعة لأنه حضر العيد وصلى العيد فلا حرج عليه لكن عليه أن يصلي ظهرا فردا أو جماعة . والله ولي التوفيق .

Beliau Menjawab :

Wajib bagi Imam Masjid dan Khatibnya melaksanakan shalat jum’at, dan hadir dimasjid serta shalat bersama-sama orang yang hadir, dan sungguh adalah nabi shalallahu alaihi wasallam beliau melaksanakan pada hari ied beliau mengerjakan shalat ied dan shalat jum’at ,beliau membaca surat sabihisma dan al Ghasyiah sekaligus didalam kedua shalat tersebut, sebagaimana yang di katakan oleh Nu’man bin Basyir Radhiallahu ‘anhuma, dengan riwayat yang shahih dari beliau, akan tetapi bagi siapa yang telah shalat jum’at, maka boleh ia meninggalkan shalat jum’at dan hendaknya ia shalat Dzuhur di dalam rumahnya, atau shalat bersama saudara-saudara ( kaum muslimin, pent) lainnya, apabila mereka telah menghadiri shalat ied, dan jika ia ingin shalat jum’at bersama kaum muslimin demikian itu lebih afdhal ( utama ) dan lebih sempurna, namun apabila ia meninggalkan shalat jum’at maka tidak dilarang atasnya, akan tetapi hendaknya ia shalat Dhuhur dengan sendirian atau berjama’ah. Wallahu Waliyut Taufiq.[www.binbaz.org.sa/noor/11024].

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah pernah di tanya,

ما الحكم لو صادف يوم العيد يوم الجمعة؟

Apa Hukum Shalat jum’at,apabila bertepatan dengan shalat ied.

فأجاب فضيلته بقوله: إذا صادف يوم الجمعة يوم العيد فإنه لابد أن تُقام صلاة العيد، وتُقام صلاة الجمعة، كما كان النبي عليه الصلاة والسلام يفعل، ثم إن من حضر صلاة العيد فإنه يعفى عنه حضور صلاة الجمعة، ولكن لابد أن يصلي الظهر، لأن الظهر فرض الوقت، ولا يمكن تركها ) مجموع الفتاوى [ 16 / 107 ــ 109 ] .

Beliau menjawab :

Apabila seseorang mendapati hari jum’at bertepatan dengan hari ied, maka wajib atasnya melaksanakan shalat ied, dan mengerjakan shalat jum’at, sebagaimana yang di lakukan nabi ﷺ,kemudian bagi siapa yang telah menghadiri shalat ied, maka ia dimaafkan ( dibolehkan,pent ) tidak hadir shalat jum’at, akan tetapi hendaknya ia shalat Dzhuhur, karena Zhuhur (merupakan shalat ,pent ) fardhu (yang telah ditentukan, pent ) waktunya.dan tidak mungkin untuk di tinggalkan.( Majmu’ Fatawa 16/ 109),( liqa’ bab Maftuh 225)[www.ibnothaimeen.com]

Kesimpulan Mengenai Hukum Shalat Jum’at Bertepatan Dengan Hari Raya Idul Adha

Bagi imam dan khatib masjid wajib atas mereka hadir untuk melaksanakan shalat jum’at walaupun mereka sudah shalat ied ( Hari Raya Idul Fitri & Hari Raya Idul Adha ), begitu juga kaum muslimin yang lainnya, namun apabila mereka muslimin lainnya tidak hadir untuk shalat jum’at, maka mereka dianjurkan shalat zuhur, dengan sendirian atau berjama’ah di rumah-rumah mereka.

Allahu a’lam.

Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.