Hukum Menggunakan Darah Kambing untuk Mengobati Penyakit Kulit

Hukum Menggunakan Darah Kambing :

Bismillah

Assalamu’alaikum warrahmatullah.

‘Afwan menyita waktunya Ustadz. Ana mau bertanya. Apa hukumnya mengobati penyakit kulit dengan mencelupkan lukanya ke darah binatang (kambing) yang baru aja disembelih. Karena ana mau potong kambing, sementara ada keluarga yang minta darahnya. Hal demikian tanpa diiringi keyakinan yang berbau kesyirikan. Namun belum terbukti secara ilmiah, hanya dari mulut ke mulut orang tua terdahulu.

Jawaban

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه وبعد
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Rincian untuk masalah ini:

Mengambil sesuatu menjadi sebuah sebab yang boleh untuk ditempuh, harus terpenuhi 2 syarat:

  1. Sesuatu tersebut dinyatakan secara syar’i, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits yang shohih sebagai sebab yang diakui. Contohnya madu, ruqyah syar’i, habbatussauda, dan lain-lain. Ini disebut oleh para ulama sebagai Sebab Syar’i.
  2. Sesuatu tersebut tidak disebutkan dalam dalil syar’i namun terbukti secara klinis (lulus uji klinis) atau teruji menurut pengalaman dan penelitian para ahli bahwa ia memiliki pengaruh kesembuhan yang hakikatnya Allah jadikan ia memiliki daya sembuh yang kemudian ditemukan manusia. Contohnya seperti kunyit untuk penyakit lever, pil Kina untuk demam, dan lain-lain. Ini disebut oleh para ulama sebagai Sebab Qodari.

 

Bila sesuatu dijadikan sebagai sebab sementara tidak disebutkan dalam dalil Al-Qur’an maupun hadits yang shohih, tidak juga ada pernyataan ahli dalam masalah tersebut serta belum lulus uji klinis maka tindakan menjadikannya sebagai sebab yang ditempuh terhitung syirik kecil ( الشرك الأصغر ) . Karena seolah -olah ia menebak dan mengetahui perkara yang ghaib. Namun bila ia meyakini sesuatu tersebut mampu memberikan kesembuhan dengan sendirinya tanpa kekuasaan Allah, maka telah terjerumus ke dalam Syirik Besar (الشرك الأكبر ).

Lebih – lebih ternyata sebab tersebut terhitung najis. Maka tidak dibenarkan. Pada kasus yang ditanyakan, darah yang keluar dari leher hewan yang disembelih adalah najis. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لَّاۤ اَجِدُ فِيْ مَاۤ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗۤ اِلَّاۤ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ}

Katakanlah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir (dari luka leher yang disembelih), daging babi, karena semua itu kotor atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am 6: Ayat 145).

 

Tidak Boleh Berobat dengan Menggunakan Najis

Bila darah yang najis dijadikan obat maka telah melanggar larangan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadits- hadits berikut:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ:« ﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﺪﻭاء اﻟﺨﺒﻴﺚ.» ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﻭاﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭاﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ

Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه berkata: ” Rasulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ melarang dari obat yang najis.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

«ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺧﻠﻖ اﻟﺪاء ﻭاﻟﺪﻭاء ﻓﺘﺪاﻭﻭا وﻻ ﺗﺘﺪاﻭﻭا ﺑﺤﺮاﻡ »رواه الطبراني ﻋﻦ ﺃﻡ اﻟﺪﺭﺩاء. (ﺻﺤﻴﺢ) اﻧﻈﺮ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻗﻢ: 1762 ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺠﺎﻣﻊ

“Sesungguhnya Allah telah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah! Namun jangan berobat dengan yang harom!!” (HR. Thobroniy)

والله تعالى أعلم

 

Baca juga : Bolehkah Menggantikan Kewajiban Shalat Orang Tua Yang Sedang Koma

 

Hukum Menggunakan darah kambing

Membawa Anak Ke Masjid, Bolehkah?

Hukum Membawa Anak Ke Masjid

Pertanyaan

Ustadz, ana menemukan fatwa Syaikh Utsaimin yang menganjurkan untuk tidak membawa anak-anak ke masjid. Padahal di zaman Nabi ada kisah Hasan Husain ke masjid. Itu bagaimana ya ustadz?

Jawab

Bila memang anak-anak itu menganggu dengan berlari-lari, atau berteriak-teriak, maka lebih baik tidak dibawa ke masjid.
Hendaknya mereka diajarkan adab adab dalam masjid agar mereka memahami.

Tetapi bila mereka tidak menganggu atau orang tuanya menjaganya agar tidak menganggu, maka tidak apa-apa. Oleh karena itu Nabi sholat sambil menggendong Umamah.

Al Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab Attamhiid:

Dan telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khathab apabila ia melihat anak kecil di dalam shaff, beliau mengeluarkannya. Diriwayatkan juga dari Zirr bin Hubaisy dan Abu Wail, mereka melakukan itu. Ahmad bin Hanbal tidak menyukai itu. Al Atsram berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal tidak suka yang berdiri sholat di masjid kecuali orang telah baligh, atau telah tumbuh bulu kemaluannya atau telah berumur 15 tahun. Lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Anas dan anak yatim. beliau menjawab: Itu di sholat sunnah. Selesai perkataan Ibnu Abdil Barr.

Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang suara gaduh di masjid. sabdanya:

ليلني منكم أولو الأحلام والنهى ثم الذين يلونهم ثلاثا وإياكم وهيشات الأسواق

Hendaklah yang berada di belakangku orang orang yang baligh dan berilmu, kemudian setelahnya kemudian setelahnya. Dan jauhilah suara gaduh seperti di pasar. (HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan larangan gaduh di masjid. Maka jika kehadiran anak anak tersebut menyebabkan kegaduhan, maka hendaknya mereka tidak diajak ke masjid.

Wallahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Abu Yahya Badrussalam hafizhohullah.
Diambil dari artikel beliau dengan seijin beliau di
https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1127155994144510&id=100005503590633

 

Baca juga : Perempuan Yang Tidak Berpuasa Karena Menyusui, Bagaiman Mengganti Puasanya

 

Membawa Anak Ke Masjid

Perempuan Yang Tidak Puasa Karena Menyusui, Bagaimana Mengganti Puasanya?

Pertanyaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh

Ana mau bertanya, istri saya melahirkan tahun lalu, tepatnya 11 sya’ban 1439 H.  Kemudian karena menyusui, tidak ikut puasa ramadhan dan sampai sekarang belum diganti puasanya. Sebelumnya ada niat untuk mengganti puasanya dengan menqadha tapi diurungkan karena khawatir produksi ASI berkurang. Bagaimana cara mengganti puasanya? Apakah cukup diqadha ataukah harus membayar fidyah?

Jazakallahu khairan

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jawaban

بسم الله

والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه. وبعد:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Wanita yang mengalami haidh dan nifas memang diharamkan untuk berpuasa dan berikutnya wajib mengqodho-nya (mengganti dengan puasa juga di luar Ramadhon).

Berdasarkan dalil hadits berikut :

«ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺫﺓ اﻟﻌﺪﻭﻳﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ: ﻣﺎ ﺑﺎﻝ اﻟﺤﺎﺋﺾ ﺗﻘﻀﻲ اﻟﺼﻮﻡ ﻭﻻ ﺗﻘﻀﻲ اﻟﺼﻼﺓ؟ ﻗﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ: ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻴﺒﻨﺎ ﺫﻟﻚ ﻓﻨﺆﻣﺮ ﺑﻘﻀﺎء اﻟﺼﻮﻡ ﻭﻻ ﻧﺆﻣﺮ ﺑﻘﻀﺎء اﻟﺼﻼﺓ.» ﺭﻭاﻩ ﻣﺴﻠﻢ

Dari Mu’adzah Al-‘Adawiyyah bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah رضي الله عنها:” Ada apa gerangan wanita yang haidh, ia mengganti puasa namun ia tidak mengganti sholat?”
Aisyah menjawab, “Dahulu haidh itu kami alami, lalu kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengganti sholat.” (HR. Muslim)

Wanita yang nifas disamakan hukumnya dengan wanita yang haidh berdasarkan Ijma’ para ulama.

Untuk lamanya masa nifas, menurut pendapat yang kuat adalah 40 hari. Berdasarkan dalil hadits berikut:

ﻋﻦ ﺃﻡ ﺳﻠﻤﺔ، ﻗﺎﻟﺖ: «ﻛﺎﻧﺖ اﻟﻨﻔﺴﺎء ﺗﺠﻠﺲ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ» رواه الترمذي وغيره

Dari Ummu Salamah رضي الله عنها ia berkata, “Dahulu para wanita nifas itu duduk (tidak ada aktivitas sholat dan puasa) di masa Nabi صلى الله عليه وسلم selama 40 hari.” (HR. Tirmidzi dll)

Adapun kasus yang ditanyakan, maka bila mulai nifas di tanggal 11 Sya’ban + 40 hari maksimal nifas, tentunya selesai nifas di tanggal 21 Ramadhon. Berarti di tanggal 22 Ramadhon semestinya sudah terhitung suci yang wajib mandi, lalu sholat dan puasa Ramadhon.

Namun jika setelah itu masih ada keluar darah, maka dilihat jenis darahnya.

1. Bisa jadi terhitung darah haidh yang bersambung dengan nifas bila warna darah merah kehitaman, berbau apek yang khas bagi wanita, dan keluar di waktu yang rutin-tertentu, maka tetap tidak boleh berpuasa dan sholat serta jima’. Sehingga bertambah waktu ganti puasa sejumlah sisa hari puasa dari tanggal 22 Ramadhon sampai akhir Romadhon. Bertambah sekitar 8 atau 9 hari. Dengan kata lain: jumlah hari ganti bila kondisi demikian adalah 1 bulan penuh.

2. Bisa jadi bukan haidh, namun ia darah istihadhoh/ penyakit yang wajib sholat dan puasa serta boleh jima’, bila darah tersebut tidak sama karakternya dengan darah haidh. Maka hari ganti puasa sebanyak 21 hari.

 

Catatan

1. Membayar fidyah dengan cara memberikan makan kepada orang fakir miskin ini untuk:

2. Orang tua renta baik laki-laki maupun wanita yang tidak mampu berpuasa dan masih berakal. (Menurut pendapat Jumhur Ulama berdasarkan QS. Al-Baqoroh:184)

3. Orang sakit yang menghalanginya untuk berpuasa dan tidak ada harapan sembuh. (Berdasarkan qiyas yaitu disamakan dengan point sebelumnya : orang tua renta yang tidak mampu berpuasa namun masih berakal)

4. Wanita hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan diri maupun janin/ bayinya. (Menurut pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar رضي الله عنهما).

Jadi bayar fidyah bukan untuk wanita yang mengalami nifas walaupun ia menyusui selama nifasnya. Karena ia tidak berpuasa bukan karena menyusui namun karena nifas.

Berdasarkan dalil hadits berikut :

«ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺫﺓ اﻟﻌﺪﻭﻳﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ: ﻣﺎ ﺑﺎﻝ اﻟﺤﺎﺋﺾ ﺗﻘﻀﻲ اﻟﺼﻮﻡ ﻭﻻ ﺗﻘﻀﻲ اﻟﺼﻼﺓ؟ ﻗﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ: ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻴﺒﻨﺎ ﺫﻟﻚ ﻓﻨﺆﻣﺮ ﺑﻘﻀﺎء اﻟﺼﻮﻡ ﻭﻻ ﻧﺆﻣﺮ ﺑﻘﻀﺎء اﻟﺼﻼﺓ.»ﺭﻭاﻩ ﻣﺴﻠﻢ

Dari Mu’adzah Al-‘Adawiyyah bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah رضي الله عنها: ” Ada apa gerangan wanita yang haidh, ia mengganti puasa namun ia tidak mengganti sholat?”
Aisyah menjawab, “Dahulu haidh itu kami alami, lalu kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengganti sholat.” (HR. Muslim)

Wanita yang nifas disamakan hukumnya dengan wanita yang haidh berdasarkan Ijma’ para ulama.

 

Kesimpulan

Tetap mengganti dengan puasa di luar Ramadhon.

Bila saat ini belum mampu mengganti puasa karena masih menyusui yang mengkhawatirkan berkurang asi untuk si bayi, maka silahkan menggantikannya setelah disapih. Namun upayakan dulu untuk mencoba berpuasa.

Semoga Allah memberi kemudahan bagi kita dalam semua urusan kita. Amin.

والله تعالى أعلم بالصواب.

Panduan Zakat Fithri Yang Sesuai Sunnah

بسم اللهوالحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه وبعد:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Makna Zakat Fithri

Zakat Fithri ( زكاة الفطر ) adalah Zakat yang diwajibkan atas semua jiwa untuk dikeluarkan di setiap penghujung atau akhir Ramadhan menjelang Sholat ‘Idul Fithri. Zakat ini disebut juga oleh para ulama dengan “Zakaatun Nafsi ( زكاة النفس ).”

Diantara Kekeliruan dalam Penyebutan Zakat Fithri

Sebagian besar masyarakat kita menyebut Zakat ini dengan “Zakat Fitrah“. Ini merupakan kesalahan karena hari raya kita bukanlah ‘Idul Fitrah’, tapi hari raya ‘Idul Fithri’. Oleh karenanya, zakat ini disebut dengan “Zakat Fithri” karena waktu pelaksanaannya mendekati ‘Idul Fithri.

Dalil Diwajibkannya Zakat Fithri

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻗﺎﻝ: ﻓﺮﺽ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺯﻛﺎﺓ اﻟﻔﻄﺮ ﺻﺎﻋﺎ ﻣﻦ ﺗﻤﺮ ﺃﻭ ﺻﺎﻋﺎ ﻣﻦ ﺷﻌﻴﺮ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺒﺪ ﻭاﻟﺤﺮ ﻭاﻟﺬﻛﺮ ﻭاﻷﻧﺜﻰ ﻭاﻟﺼﻐﻴﺮ ﻭاﻟﻜﺒﻴﺮ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺃﻣﺮ ﺑﻬﺎ ﺃﻥ ﺗﺆﺩﻯ ﻗﺒﻞ ﺧﺮﻭﺝ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ اﻟﺼﻼﺓ»متفق عليه

“Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما ia berkata, “Rosulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ mewajibkan zakat Fithri 1 sho’ dari kurma atau 1 sho’ dari gandum atas budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun orang dewasa dari orang-orang Islam, dan beliau memerintahkan agar Zakat tersebut ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju sholat.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Beberapa Faedah Dari Hadits Ini

1. Zakat ini dinamakan dengan ” Zakat Fithri” bukan “Zakat Fitrah”.

2. Zakat ini berhukum wajib atas setiap muslim dengan semua jenis status, jenis kelamin maupun jenis usia. Bila mampu untuk membayar sendiri, maka ia lakukan. Jika tidak, maka yang berkewajiban membayarnya adalah orang yang menanggung nafkah.

«عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: أمر رسول الله ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ بصدقة الفطر عن الصغير والكبير والحر والعبد ممن تمونون»رواه الدارقطني والشافعي

“Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما ia berkata, “Rosulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ memerintahkan zakat Fithri dibayarkan dari anak kecil maupun orang dewasa, dari budak maupun orang merdeka dari orang-orang yang kalian tanggung nafkahnya.” (HR. Daruquthniy dan Syafi’i)

3. Bila kewajiban Zakat Fithri seseorang atau beberapa orang dibayarkan oleh orang lain atau pihak lain, maka sudah gugur kewajiban itu dari orang yang dibayarkan. Karena kewajiban zakat ini berhubungan dengan harta, maka ia disamakan seperti beban-beban harta lain seperti hutang yang akan terlunasi bila dibayarkan walaupun dari harta orang lain.

4. Pembayaran Zakat Fithri dengan takaran 1 sho’ dari bahan makanan, bukan dengan uang. (1 Sho’ = ± 2,5kg)

Ini dikuatkan dengan hadits yang lain.

«ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ: ﻓﺮﺽ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺯﻛﺎﺓ اﻟﻔﻄﺮ ﻃﻬﺮ اﻟﺼﻴﺎﻡ ﻣﻦ اﻟﻠﻐﻮ ﻭاﻟﺮﻓﺚ ﻭﻃﻌﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺎﻛﻴﻦ»ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ

“Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما ia berkata, “Rosulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ Mewajibkan zakat Fithri untuk membersihkan puasa dari Kesia-siaan dan kemesuman serta sebagai bahan makanan bagi orang-orang miskin.”
(HR. Abu Dawud)

Hadits ini juga menetapkan bahwa yang berhak menerima zakat ini adalah orang miskin bukan selain mereka.

5. Zakat ini wajib dilakukan sebelum sholat ‘Id. Ini dikuatkan dengan hadits lain.

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﻗﺎﻝ: «ﻓﺮﺽ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺯﻛﺎﺓ اﻟﻔﻄﺮ ﻃﻬﺮﺓ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﻣﻦ اﻟﻠﻐﻮ ﻭاﻟﺮﻓﺚ، ﻭﻃﻌﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺎﻛﻴﻦ، ﻣﻦ ﺃﺩاﻫﺎ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼﺓ، ﻓﻬﻲ ﺯﻛﺎﺓ ﻣﻘﺒﻮﻟﺔ، ﻭﻣﻦ ﺃﺩاﻫﺎ ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼﺓ، ﻓﻬﻲ ﺻﺪﻗﺔ ﻣﻦ اﻟﺼﺪﻗﺎﺕ»رواه أبو داود

“Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما ia berkata, “Rosulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ Mewajibkan zakat Fithri untuk membersihkan bagi orang yang puasa dari Kesia-siaan dan kemesuman serta sebagai bahan makanan bagi orang-orang miskin. Siapa saja yang membayarnya sebelum sholat ‘Id, maka itu zakat yang diterima. Dan siapa saja yang membayarnya setelah sholat, maka itu sedekah biasa.”
(HR. Abu Dawud)

6. Zakat ini boleh diwakilkan pengumpulan dan penyalurannya lewat pihak lain, baik perorangan maupun tim kepanitiaan atau lembaga. Lalu pihak inilah yang berikutnya menyalurkannya kepada yang berhak. Boleh juga untuk disalurkan langsung oleh orang yang berkewajiban kepada yang berhak.

Paling cepat diserahkan kepada yang berhak 1 atau 2 hari sebelum lebaran.

ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ رحمه الله قال: ﻛﺎﻥ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ «ﻳﻌﻄﻴﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﺒﻠﻮﻧﻬﺎ، ﻭﻛﺎﻧﻮا ﻳﻌﻄﻮﻥ ﻗﺒﻞ اﻟﻔﻄﺮ ﺑﻴﻮﻡ ﺃﻭ ﻳﻮﻣﻴﻦ»رواه البخاري

“Dari Naafi’ رحمه الله berkata, ” Dahulu Ibnu Umar رضي الله عنهما memberikan zakat Fithri ini kepada orang yang berhak menerimanya. Dan mereka diberi sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri.”

والله تعالى أعلم بالصواب

Semoga Bermanfaat

10 Keutamaan-Keutamaan Dari Ibadah Puasa

Berikut 10 Keutamaan-Keutamaan Dari Ibadah Puasa:

1. Puasa Laksana Perisai

Puasa laksana perisai bagi sesorang yg berpuasa, karena dengan puasa dapat mengekang syahwat yang begejolak pada dirinya.

Rasulullah bersabda :

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج

ومن لم يستطع فليه بالصوم فإنه له وجاء

 “Wahai para pemuda,siapa diantara kalian yang telah mampu,maka hendaknya menikah, karena menikah itu lebih mampu menahan pandangan, dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa ,karena puasa itu merupakan perisai baginya.” (HR. Bukhari no. 5066 dan Muslim no. 1400)

Rasulullah juga bersabda :

الصيام جنة يستجن بها العبد من النار

“Puasa itu laksana perisai yang dengannya melindungi seorang hamba dari neraka.” (HR. Ahmad no. 14727)

 

2. Puasa Dapat Melindungi dan Menjauhkan dari Neraka

Rasulullah berdabda :

ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذلك وجهه من النار سبعين خريفا

“Tidaklah seorang hamba ia berpusa satu hari dijalan Allah, melainkan Allah menjauhkan wajahnya dari neraka, sejauh perjalanam tujuh puluh musim.” (HR. Bukhari no 2840 dan Muslim no.1153)

 

Didalam kitab “Fathul Bari” disebutkan bahwa makna “Sab’in Kharifa” adalah tujuh puluh tahun.

 

3. Puasa adalah Amalan yang Bisa Memasukkan ke Surga

Dari Abu Umamah ia berkata :

Aku mendatangi Rasulullah , lalu aku berkata :

 فإنه لا مثل لهمُرْني بعمل يُدْخِلُنِي الجنةَ ،قال عليك بالصوم

“Perintahkan aku satu amalan yang yang bisa memasukkanku kedalam surga.

Rasulullah   pun seraya bersabda : Hendaknya engkau berpuasa, karena ia tidak ada tandingannya.” (HR.Ahmad no. 2128 &  Nasai’ no. 2221)

 

4. Allah Ta’la akan Memberikan Balasan Kepada Orang yang Berpuasa

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda : “Allah ta’la berfirman :

 

كل عمل ابن آدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به

“Setiap amalan bani adam itu untuknya kecuali puasa , karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku aku sendiri yang memberi balasannya” (HR.Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)

 

5. Bau Mulut Orang Berpuasa Itu di sisi Allah Lebih Wangi dari Minyak Kasturi

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,ia berkata: Rasulullah bersabda : “Allah ta’la berfirman :

لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

“Bau Mulut orang berpuasa itu disisi Allah lebih wangi dari pada minyak kasturi.” (HR.Bukhari no.1904 dan Muslim no. 1151)

 

6. Orang yang Berpuasa Akan Mendapat Dua Kebahagiaan

Ketahuilah saudaraku, bahwa orang yang berpuasa ia akan mendapat dua kebahagiaan, kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dalam satu riwayat di sebutkan:

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Allah ta’la berfirman:

إذا أفطر فرح وإذا لقي ربه فرح بصومه

“Apabila ia berbuka (puasa, pent-) ia bergembira, dan apabila ia berjumpa dengan Rabbnya ia bergembira dengan ibadah puasanya.” (HR.Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151)

 

7. Dosa Orang Berpuasa Diampuni yang Telah Lalu

Rasulullah   besabda :

من صام رمضان إيمانا و احتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yg berpuasa dengan keimanan dan mengharap pahala,maka dosa-dosanya akan diampuni yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 38)

Dosa yang diampuni adalah dosa kecil, bukan dosa besar sebagaimana dalam riwayat dibawah ini,

Rasulullah bersabda:

الصلوات الخمس الجمعة إلى الجمعة رمضان إلى رمضان مكفرات لما بينهن إذاجتنب الكبائر

“Shalat lima waktu, dari jum’at ke jum’at berikutnya,dari ramadhan ke ramadhan berikutnya,menghapus dosa -dosa yg terjadi di antaranya,selama  dosa-dosa besar di hindari.” (HR. Muslim no. 233)

 

8. Orang yang Berpuasa Akan Mendapat Syafaat pada Hari Kiamat

Rasulullah bersabda:

الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام أي رب منعته الطعام و الشهوات بالنهار فشفعني فيه ويقول القرآن أي رب منعته النوم بالليل فشفعني فيه  قال فيشفعان

“Puasa dan Al-Qur’an kelak pada hari kiamat memberikan syafaat untuk seorang hamba, puasa berkata: Duhai Rabb, aku telah menahan orang ini dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya. Al- Qur’an berkata: Duhai Rabb, aku telah menahan orang ini dari tidur di malam hari, maka izinkanlah aku untuk memberikan syafaat kepadanya. Beliau melanjutkan sabdanya: “maka keduanya (puasa dan Al Qur’an) pun memberikan syafaat untuk keduanya.” (HR. Ahmad no. 6337)

 

9. Orang yang Berpuasa Akan Masuk Pintu di Surga yang Bernama Ar-Rayyan

Rasulullah bersabda :

إن في الجنة بابا يقال له الريان  يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل منه أحد غيرهم

“Sesungguhnya di surga ada pintu yang bernama ar-Rayyan, yang pada hari kiamat tidak ada yang boleh masuk kecuali mereka (Orang-orang yang berpuasa).” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152)

 

10. Berpuasa Bisa Menjadikan Seorang Insan Bertakwa

Allah ta’la berfirman:

يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلى الذِيْنَ مٍنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَُ كُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (Qs.Al – Baqarah :183)

 

Semoga bermanfaat

 بارك الله فيكم

Hukum Pasangan Suami Istri Bercumbu Ketika Sedang Berpuasa

Islam merupakan  agama yang mudah yang di turunkan Allah subhanahu wa ta’ala, segala pemasalahan yang berkaitan dengan syariat-Nya telah diatur  di dalam Al-Qur’an dan sunnah melalui lisan Nabi dan di jelaskan para ulama Ahlusunnah waljama’ah. Allah azza wa jalla berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj: 78)

Nabi ﷺ juga bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari no. 39)

Beliau  juga bersabda :

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِين

“Sesungguhnya kalian diutus untuk mendatangkan kemudahan. Kalian bukanlah diutus untuk mendatangkan kesulitan.” (HR. Bukhari no. 6128)

Dalam kesempatan ini kita akan membahas bagaimana hukumnya bercumbu bagi orang yang berpuasa.

Didalam Shohih Bukhari dibawakan Bab “Mencumbu Istri Bagi Orang yang Berpuasa”, An -Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan Bab “Penjelasan bahwa mencium istri ketika puasa tidaklah terlarang bagi orang yang syahwatnya tidak begitu menggelora”.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

((كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِه ))

“Nabi  biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau  dalam keadaan berpuasa. Beliau  melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.” (HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106)

Mubasyaroh adalah saling bersentuhnya kulit (bagian luar) antara suami istri selain jima’ (bersetubuh), seperti mencium. (Shohih Fiqih Sunnah, 2/111).

Fatwa Ulama Tentang Bercumbu Bagi yang Berpuasa.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah ditanya:

Jika seorang pria mencium istrinya di bulan Ramadhan atau mencumbuinya, apakah hal itu akan membatalkan puasanya atau tidak .?

Beliau menjawab:

Suami yang mencium istrinya dan mencumbuinya tanpa menyetubuhinya dalam keadaan berpuasa, adalah dibolehkan dan tidak berdosa, karena Nabi  pernah mencium istrinya dalam keadaan berpuasa, dan pernah juga beliau mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi jika dikhawatirkan dapat terjadi perbuatan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena perbuatan itu dapat membangkitkan syahwat dengan cepat, maka hal demikian menjadi makruh hukumnya. Jika mencium dan mencumbui menyebabkan keluarnya mani, maka ia harus terus berpuasa dan harus mengqadha puasanya itu tapi tidak wajib kaffarah baginya menurut sebagian besar pendapat ulama, sedangkan jika mengakibatkan keluarnya madzi maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ulama, karena pada dasarnya hal tersebut tidak membatalkan puasa dan memang hal tersebut sulit untuk dihindari. (Fatawa Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/164)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya:

Bolehkah orang yang sedang puasa memeluk istrinya dan mencumbuinya di atas ranjang pada bulan Ramadhan?

Beliau menjawab:

Ya, boleh bagi orang yang sedang berpuasa untuk mencium dan mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa, baik di bulan Ramadhan maupun bukan di bulan Ramadhan. Akan tetapi jika hal itu menyebabkannya mengeluarkan mani, maka puasanya batal, walaupun demikian wajib baginya untuk meneruskan puasanya serta diwajibkan pula baginya mengqadha puasa hari itu. Jika hal itu terjadi bukan pada bulan Ramadhan maka puasanya batal dan tidak perlu meneruskan puasanya pada sisa hari itu, akan tetapi jika puasanya adalah puasa wajib maka wajib baginya untuk mengqadha puasa itu, namun jika puasa itu sunnat maka tidak masalah baginya.
(Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Ifta Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin)

Apakah yang tua dan muda boleh mencumbu (mubasyaroh) atau mencumbu istrinya ketika puasa?

An Nawawi berkata, “Adapun orang yang bergejolak syahwatnya, maka haram baginya melakukan semacam ini, menurut pendapat yang paling kuat dari Syafi’iyah. Ada pula yang mengatakan bahwa hal semacam ini dimakruhkan yaitu makruh tanzih (tidak sampai haram).

Sedangkan Al Qodhi mengatakan, “Sekelompok sahabat, tabi’in, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk melakukan semacam ini. Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auza’i dan Imam Asy Syafi’i melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja. Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak bolehkan ketika melakukan puasa wajib.

Namun, mereka bersepakat bahwa melakukan semacam ini tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu. Para ulama tersebut berdalil dengan hadits yang sudah masyhur dalam kitab Sunan yaitu sabda Nabi , “Bagaimana pendapatmu seandainya engkau berkumur-kumur?” Makna hadits tersebut: Berkumur-kumur adalahmuqodimah dari minum. Kalian telah mengetahui bahwa melakukan hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Begitu pula dengan mencium istri adalahmuqodimah dari jima’ (bersetubuh), juga tidak membatalkan puasa.” (Syarh An Nawawi, 4/85)

Dalam sebuah riwayat disebutkan

Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash, dia berkata,

كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ شَابٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَبِّلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ لَا فَجَاءَ شَيْخٌ فَقَالَ أُقَبِّلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَنَظَرَ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ عَلِمْتُ لِمَ نَظَرَ بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ إِنَّ الشَّيْخَ يَمْلِكُ نَفْسَهُ

Ketika kami sedang bersama Nabi ﷺ datanglah seorang pemuda seraya bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku mencium (isteriku) padahal aku sedang berpuasa?” “Tidak”, jawab beliau. Lalu ada seorang kakek-kakek datang dan bertanya; “Apakah aku boleh mencium (isteriku) padahal aku sedang berpuasa?” Ya”, jawab beliau. Ia berkata; lalu kamipun saling memandang satu sama lain, maka Rasulullah  bersabda: “Aku tahu kenapa kalian saling berpandangan satu sama lain; sesungguhnya orang yang sudah tua itu dapat menahan nafsu syahwatnya.” (Hasan: HR.Ahmad 6451)

Allahu ‘alam

Penyusun : Abu Yusuf Dzulfadhli Al Maidani

Sumber :

1. Al-Qur’anulkarim
2. Shohih Bukhari
3. Shohih Muslim
4. Shohih Fiqih Sunnah, 2/111
5. Fatawa Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/164
6. Fatawa Al-Jami’ah Lil Ifta Lil Mar’atil Muslimah
7 .Syarh An Nawawi, 4/85
8. http://www.almanhaj.or.id
9. Sifat Shaum Nabi fi Ramadhan
10. Dan dari berbagai sumber lainnya

Marah Ketika Puasa Atau Minum Secara Tidak Sengaja, Apakah Ibadah Puasanya Tetap Dilanjutkan?

Pertanyaan:

Assalamu’laikum Ustadz.
Afwan Ustadz saya mau bertanya, hari ini saya puasa 10 muharram tapi saya tadi marah-marah kepada seorang murid karena kelancangannya mengucapkan kata yang kasar di depan saya. Dan saya juga tadi memukulnya. Apakah puasa saya masih sah Ustadz?

 

Jawaban:

BerIstighfarlah dan berharaplah dan berdo’alah kepada Allah agar puasa 10 muharram anda diterima .

ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم

“Wahai Rabb kami, terimalah amal ibadah kami, sesungguhnya engkau Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(Qs. Al Baqarah : 127)

Allahu ‘alam

Baca Juga: Bolehkan Hanya Puasa Di 10 Muharram (Asyura) Saja?

Pertanyaaan:

Assalamualaikum ustadz, ana mau nanya nih, ana kan puasa trus tadi benar-benar lupa pas sampe rumah kakak ana, karena liat ada anggur, ana makan anggur 2 buah
apakah membatalkan puasa?

ana udh istighfar dan benar2 lupa, jadi ana lanjut atau tidak puasa nya ? mohon penjelasannya.

Jawaban:

Apa yang antum alami adalah tidak membatalkan puasa, silahkan teruskan puasanya.

Nabi ﷺ Bersabda:

إذا نسي فأكل وشرب فليتم صومه فإنما أطعمه الله وسقاه

“Jika seorang lupa lalu di makan dan minum, maka hendaklah ia meneruskan puasanya, karena hal itu berarti Allah memmberinya makan dan minum.” (HR.Bukhari no.1933)

Dalam hadist ini menunjukkan bahwa seseorang yang sedang berpuasa lalu dia makan atau minum karena lupa, maka hal ini tidak membatalakan puasanya, dan hendaknya dia teruskan puasanya.

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

 

Makna & Penjelasan Hukum – Hukum Seputar Puasa

Kata puasa berasal dari dua sumber:

1. Secara bahasa, maknanya adalah menahan.

2. Secara istilah syariat,

Maknanya adalah menahan diri dari sesuatu yang bisa membatalkan puasa, dengan niat yang khusus sesuai jenis puasa yang dia kerjakan didalam seluruh waktu siang dari seorang muslim yang berakal, suci dari haidh dan nifas.

Maka ibadah puasa seorang yang bukan muslim, yang hilang akal atau kesadaranya dan wanita yang sedang haidh atau nifas tidak diterima. Dikarenakan orang yang hilang akal dia tidak mampu berniat sedangkan niat adalah syarat dan sebagian ulama mengatakan sebagai rukun dari semua ibadah.

Syarat wajib puasa, ada 3 atau 4:

1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Mampu

Wajib – wajib puasa, ada 4 macam:

1. Niat dengan hati, jika puasanya puasa wajib seperti ramadhan atau puasa nadzar, maka harus berniat di malam hari sebelum puasa dan wajib menentukan niat puasa yang akan dikerjakan untuk puasa yang wajib, semisal ramadhan. Lalu menyempurnakan niatnya dengan mengatakan “Nawaitu sauma ghadin …. dan seterusnya”.
Disini penulis rahimahullah mengikuti pendapat jumhur ulama yang mengatakan melafadzkan niat adalah mustahab yaitu dianjurkan. Dari keempat madzhab megatakan demikian kecuali malikiyah yang berpendapat bahwa mengucapkan niat itu mustahab hanya bagi orang berpenyakit was – was. Adapun sebagian ulama hanabilah mengatakan ini adalah bid’ah semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan banyak lainya. Ini adalah yang lebih benar, dikarenakan tidak ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat rodhiyallahu anhum. Pendapat jumhur yaitu mayoritas ulama tidak mutlak benar atau yang rojih/kuat. Ada penjelasan dari Ibnu Abidin rahimahullah seorang ulama bermadzhab hanafi salah satu madzhab yang menganggapnya mustahab, beliau mengatakan bahwa hal ini maksudnya hukumnya bukanlah sunnah (apalagi wajib) ataupun makruh (hanya mustahab). Dikarenakan barang siapa memnuat sebuah sunnah baru tanpa dalil maka dia telah berbuat bid’ah. Barang kali yang dimaksud para ulama lain adalah seperti beliau wallahu ta’ala a’lam.(pent)

2. Menahan diri dari makan dan minum, walau yang dimakan dan diminum hanya sedikit secara sengaja. Kemudian jika makan dalam keadaan lupa atau belum tahu hukumnya karena baru masuk islam atau tumbuh dewasa jauh dari ahli ilmu maka puasanya tidak batal, tapi jika tidak maka batal puasanya.
3. Berhubungan badan secara sengaja, adapun jika lupa maka tidak batal sebagaimana makan.
4. Muntah dengan sengaja, adapun jika terpaksa muntah tanpa disengaja maka tidak membatalkan puasanya.

Pembatal-pembatal puasa, Ada 10 macam:

1. Segala sesuatu baik makanan, minuman maupun yang lainya yang masuk sampai ke perut dari jalur yang terbuka semisal mulut ,hidung, telinga dan sejenisnya secara sengaja.
2. Dari jalur yang tidak terbuka semisal sampainya dzat (obat) dari jalur luka di bagian kepala sampai ke otak. Maksudnya adalah menahan diri dari melakukan hal-hal yang bisa membuat sesuatu yang bisa dilihat oleh mata masuk sampai kekerongkongan.

Semisal obat tetes di mata, maka obat ini secara kedokteran akan bisa mencapai rongga hidung, lalu obat itu akan dialirkan oleh sel – sel silia menuju ke tenggorokan sehingga terasa pahit dan ini tidak diperbolehkan ketika berpuasa. (keterangan dr. Sandro Willis, Ma’had Lukman Hakim Medan). Maka orang yang berpuasa wajib menghindarinya hingga sampai kekeronggkongan hingga membatalkan puasanya.(Pent)

Syaikh Ibn Baz rahimahullah juga berkata: “Yang sahih, obat tetes mata tidak membatalkan puasa. Sekalipun ini menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat, jika rasanya sampai ke tenggorokan maka itu membatalkan. Namun yang sahih, hal itu tidak membatalkan secara mutlak. Karena mata tidak tembus ke tenggorokan. Namun jika yang menggunakannya merasa ada rasa di tenggorokan kemudian meng-qadha puasanya, untuk berjaga-jaga dan keluar dari perselisihan, maka hal itu tidak mengapa. Tidak meng-qadha puasanya pun tidak mengapa. Karena yang sahih adalah obat tetes tidak membatalkan puasa, baik itu tetes di mata maupun di hidung. Demikian”. Dikutip dari “Majmu’ Fatawa Ibn Baz” (15/263)

3. Suntikan atau segala macam injeksi obat kedalam tubuh kepada pasien melalui bagian belakang maupun bagian depan, dubur maupun qubul.
4. Muntah dengan sengaja sebagiamana sebelumnya dijelaskan.
5. Berhubungan badan di kemaluan secara sengaja, adapun lupa maka tidak batal sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
6. Mengeluarkan mani disebabkan bercumbu tanpa jima’ secara haram seperti onani dengan tanganya sendiri, maupun secara tidak haram dengan tangan istri atau budak wanitanya. Dikecualikan bercumbu sampai keluar mani dalam mimpi basah, maka hal ini tentu tidak membatalkan puasa.
7. Haidh
8. Nifas
9. Gila
10. Murtad

Maka kapan saja terjadi salah satu dari hal-hal yang telah dijelaskan ditengah puasanya, maka batal puasanya.
Sebagian orang mungkin bertanya bagaimana jika siang dia gila atau hilang akal dengan berbagai sebab lalu sorenya sebelum berbuka dia sadar kembali? Maka berdasarkan keterangan penulis rahimahullah puasanya batal wallahu a’lam.

Teks Arab

محمد بن قاسم بن محمد بن محمد، أبو عبد الله، شمس الدين الغزي، ويعرف بابن قاسم وبابن الغرابيلي (المتوفى: 918هـ)
كتاب بيان أحكام الصيام
وهو والصَوم مصدران، معناهما لغةً الإمساك، وشرعًا إمساك عن مفطر بنية مخصوصة، جميعَ نهار قابل للصوم، من مسلمٍ عاقلٍ طاهر من حيض ونفاس
شروط وجوب الصيام
(وشرائط وجوب الصيام ثلاثة أشياء): وفي بعض النسخ «أربعة أشياء»: (الإسلام، والبلوغ، والعقل؛ والقدرة على الصوم). وهذا هو الساقط على نسخة الثلاثة؛ فلا يجب الصوم على المتصف بأضداد ذلك.
فرائض الصوم
(وفرائض الصوم أربعة أشياء): أحدها (النية) بالقلب؛ فإن كان الصوم فرضًا كرمضانَ أو نذرا فلا بد من إيقاع النية ليلا، ويجب التعيين في صوم الفرض كرمضان؛ وأكمل نية صومه أن يقول الشخص: «نَوَيتُ صَوْمَ غَدٍ عَن أدَاء فَرْضِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنةِ لِلّهِ تعالى.
(و) الثاني (الإمساك عن الأكل والشرب) وإن قل المأكول والمشروب عند التعمد؛ فإن أكل ناسيا أو جاهلا لم يفطر إن كان قريب عهد بالإسلام أو نشأ بعيدا عن العلماء، وإلا أفطر. (و) الثالث (الجماع) عامدا؛ وأما الجماع ناسيا فكالأكل ناسيا. (و) الرابع (تعمد التقيء)؛ فلو غلبه القيء لم يبطل صومُه.
ما يفطر به الصائم
(والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء): أحدها وثانيها (ما وصل عمدا إلى الجوف) المنفتح (أو) غير المنفتح كالوصول من مأمومة إلى (الرأس)؛ والمراد إمساك الصائم عن وصول عين إلى ما يسمى جوفا. (و) الثالث (الحقنة في أحد السبيلين)، وهي دواء يحقن به المريض في قبل أو دبر، المعبر عنهما في المتن بالسبيلين. (و) الرابع (القيء عمدا)؛ فإن لم يتعمد لم يبطل صومه كما سبق. (و) الخامس (الوطء عمدا في الفرج)؛ فلا يفطر الصائم بالجماع ناسيا كما سبق. (و) السادس (الإنزال) وهو خروج المني (عن مباشرة) بلا جماع محرما كإخراجه بيده أو غيرَ محرم كإخراجه بيد زوجته أو جاريته. واحترز بمباشرة عن خروج المني باحتلام، فلا إفطار به جزما. (و) السابع إلى آخر العشرة (الحيض، والنفاس، والجنون، والردة). فمتى طرأ شيء منها في أثناء الصوم أبطله.

Diambil dari kitab: “Fathul qorib syarah matan Abi Syuja'”
Karya: Imam Syamsuddin Alghaziy. (w. 918 H) seorang ulama bermadzhab syafi’i kelahiran palestina.

Alih Bahasa: Bagus Wijanarko, ST.
Editor: Ust. Indra abu Mu’adz Hafidzohumallahu ta’ala
2 orang tholibul ‘ilm Jami’ah Imam KJJLIPIA.

8 Tanda Malam Lailatul Qadar

Malam Lailatul Qadar, adalah malam lebih baik dari seribu bulan.

Allah ta’la berfirman :

إِنُا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ القَدْر. وَمآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ القَدْرِ.لَيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Sesungguhnya kami menurunkan Al- Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apa malam kemulian itu, malam itu lebih baik dari seribu bulan” (Qs.Al Qadr:1-3)

Dan malam Lailatul Qadar memiliki tanda- tandanya, oleh karena itu hendaknya kita memperhatikan tanda- tandanya tersebut, agar kita tidak terluput darinya.

Berikut ini tanda-tanda Malam Lailatul Qadar:

1. Malam Lailatul Qadar Jatuh Pada 10 Akhir Ramadhan
2. Malam Yang Cerah
3. Malam yang Penuh Kelembutan.
4. Malam yang tidak panas
5. Malam yang tidak pula dingin
6. Pagi harinya Matahari melemah & Memerah.
7. Matahari pagi harinya tidak bersinar cerah
8. Matahari pagi harinya seperti Bejana sampai ia meninggi.

Point-point di atas berdasarkan dalil- dalil berikut ini:

Rasulullah ﷺ bersabda:

التمسوها في العشر الأواخر

“Carilah malam lailatul Qadar di Sepuluh akhir ( ramadhan).” (HR. Bukhari 2021 dan Muslim 1165)

Rasulullah ﷺ bersabda :

ليلة القدر ليلة سمحة طلقة لا حارة ولا باردة تصبح الشمس صحيبتها ضعيفة حمراء

“Malam Lailatu Qadar adalah malam yang Cerah, penuh Kelembutan, tidak panas dan tidak pula dingin, pagi harinya matahari tampak melemah & Memerah.” (HR. at Thayalisi Ibnu 349 Khuzaimah III/ 231 dan Al Bazzar I/486, dengan sanad yang shahih)

Rasulullah ﷺ juga bersabda :

صحيبتها ليلة القدر تطلع الشمس لا شعاع لها ، كأنه طست حتى ترتفع

“Matahari pagi harinya malam lailatul Qadar tidak bersinar cerah seperti Bejana sampai ia meninggi.” ( HR.Muslim no.762)

10 Kiat Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

1. Niat Ikhlas
2. Memperbanyak Istighfar dan Taubat
3. Qiyamul Lail (Shalat Malam)
4. Memperbanyak baca Al- Qur’an.
5. Mencari Malam Lailatul Qodar dengan melihat tanda-tandanya.
6. I’tikaf
7. Menghidupkan Malamnya
8. Berzikir
9. Berhusnudzhan kepada Allah, agar kita termasuk hamba yang mendapatkan malam lailatul Qodar.
10. Memperbanyak Do’a

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf menyukai kema’afan, maka maafkanlah aku.” (HR.Tirmidzi no. 3513 dan ibnu Majah 3850, dengan sanad yang Shahih)

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang mendapatkan malam lailatul Qadr. Aamiin.

Allahu ‘Alam bis Showab

Abu Yusuf Dzulfadhli al Maidani

Referensi: 
Sifatus Shaumin Nabi ﷺ fi Ramadhan.

Hukum Terkait Jual Beli Kredit Atau Cicil Dalam Islam

Hukum terkait Jual Beli Kredit atau Cicil

بِسْمِ اللّه.

والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه.

أما بعد:

Permasalahan Jual-beli kredit atau Jual-beli dengan pembayaran cicilan/bertahap, terdapat beberapa rincian:

– Bila terjadinya akad hanya antara 2 orang yaitu penjual (sang pemilik barang atau wakil dari sang pemilik barang) dan pembeli (orang yang melakukan pembelian dengan cara cicil), maka kebolehannya harus memenuhi syarat berikut:
1. Barang harus jelas halal, jelas spesifikasi dan jelas penentuan waktu serta nominal pembayaran.
2.Tidak diberlakukan denda keterlambatan cicilan pembayaran.

– Bila terjadinya akad dengan melibatkan pihak ke-3 sebagai pemilik dana maka keabsahan akad ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak ada penentuan harga maupun keuntungan, baik itu dalam bentuk persen ataupun nominal sebelum barang dimiliki secara sempurna oleh pihak ke-3.
2. Berpindahnya kepemilikan barang dari pemilik barang kepada pihak ke-3 secara sempurna sebelum akad Jual-beli kredit ini diberlakukan antara calon pembeli dengan pihak ke-3.
3. Diberlakukannya hak Khiyar yaitu hak masing-masing untuk membatalkan atau melanjutkan akad Jual-beli tersebut.
4. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran cicilan.

Kesimpulan

– Bila salah satu dari syarat 1-3 tidak diberlakukan, maka telah melanggar sabda Nabi صلى الله عليه وسلم yaitu

لا تبع ما ليس عندك » رواه الترمذي وغيره

“Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki.” (HR. Tirmidzi dll)

– Bila syarat ke-4 dilanggar maka jatuh ke dalam Riba Hutang-Piutang.
– Termasuk Riba mempergunakan barang jaminan (jika akad tersebut menuntut adanya barang jaminan) walaupun dengan seizin dan kerelaan pemiliknya atau sang penghutang. Karena tidak berlaku kerelaan dalam akad Riba. Boleh digunakan barang jaminan tersebut namun dengan status sewa.

والله أعلم بالصواب.

Baca Juga: Hukum Terkait Benda Temuan atau Harta Temuan

Bolehkah Menggantikan Kewajiban Shalat Orang Tua Yang Sedang Koma

Menggantikan kewajiban shalat orang tua

Ibu saya sakit dan sedang koma, Apakah saya sebagai anak bisa menggantikan shalatnya yang tertinggal dengan menggantikannya shalat. Misalnya, pada waktu dhuhur, saya shalat dhuhur dulu untuk diri saya sendiri, kemudian saya shalat dhuhur lagi yang kedua untuk ibu saya yang sakit dengan niat pahalanya untuk ibu saya agar lekas sembuh, demikian juga untuk shalat fardhu dan shalat sunnah lainnya.

Pertanyaan saya ustadz, apakah hal itu bisa dilakukan atau malah melanggar sunnah? Syukron atas jawabannya.

Jawaban:

Sholat 5 Waktu Ibadah Wajib

Sholat 5 waktu adalah ibadah wajib yang khusus diwajibkan atas setiap individu hamba yang kewajibannya dilakukan di waktu-waktu tertentu dengan tata cara tertentu dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi individu tersebut kecuali saat tidak lagi ada akal dan nyawanya. Bila tak mampu berdiri, maka duduk. Jika tak bisa duduk maka berbaring. Apabila tak mampu mambaca, maka dengan isyarat.

Kewajiban Shalat 5 Waktu Dapat Tertunda Bila Ada Udzur Syari

Bila ada penghalang syar’i dalam pelaksanaannya, maka kewajibannya tertunda sampai hilang dan berlalu penghalangnya tersebut. Sehingga ibadah sholat ini menjadi ibadah yang tak bisa dibadalkan/digantikan pelaksanaannya oleh orang lain dan dengan sesuatu yang lain.

ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﻣﻦ ﻧﺴﻲ ﺻﻼﺓ ﺃﻭ ﻧﺎﻡ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻜﻔﺎﺭﺗﻪ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻴﻬﺎ ﺇﺫا ﺫﻛﺮﻫﺎ» . ﻭﻓﻲ ﺭﻭاﻳﺔ: «ﻻ ﻛﻔﺎﺭﺓ ﻟﻬﺎ ﺇﻻ ﺫﻟﻚ» رواه البخاري ومسلم.

“Dari Anas ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ berkata, Rosulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda : “Siapa saja yang lupa sholat atau ketiduran darinya, maka tebusannya adalah ia sholat tatkala ia ingat.” Dalam riwayat lain: “Tidak ada tebusan baginya kecuali hal itu.”

(HR. Bukhori dan Muslim).

Kesimpulan

Kewajiban sholat orang tua tersebut tertunda sampai siuman. Dan tidak bisa digantikan oleh orang lain termasuk anak sendiri. Adapun semua amalan anak akan sampai pahalanya ke orang tuanya walau tanpa diniatkan, karena anak adalah hasil usaha orang tuanya sekaligus aset bagi keduanya.

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

«ﺇﺫا ﻣﺎﺕ اﻹﻧﺴﺎﻥ اﻧﻘﻄﻊ ﻋﻨﻪ ﻋﻤﻠﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺛﻼﺛﺔ: ﺇﻻ ﻣﻦ ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ، ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ، ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﺪﻋﻮ ﻟﻪ» رواه مسلم

“Apabila telah wafat manusia, maka terputuslah amalnya kecuali dari 3 jalur; kecuali dari sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak Sholih yang mendoakan kebaikan untuknya.” (HR. Muslim)

Namun tidak menggugurkan kewajiban orang tua tersebut walau dapat transfer pahala dari anak.
Adapun untuk kesembuhan orang tua bukan dengan menggantikan kewajiban sholatnya, bisa diupayakan dengan cara berikut:

– Mendoakannya di waktu – waktu mustajab.

– Bertawassul kepada Allah dengan amal-amal sholih, seperti setelah melakukan amal Sholeh seperti puasa, atau sholat atau bersedekah dll lalu minta kepada Allah agar disembuhkan segera kedua orang tua.

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

«ﺩاﻭﻭا ﻣﺮﺿﺎﻛﻢ ﺑﺎﻟﺼﺪﻗﺔ »

(ﺃﺑﻮ اﻟﺸﻴﺦ ﻓﻲ اﻟﺜﻮاﺏ) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ. (ﺣﺴﻦ) اﻧﻈﺮ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻗﻢ: 3358 ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺠﺎﻣﻊ

“Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan bersedekah.” (HR. Abu Syaikh)

Catatan Setelah Orang Tua Siuman

Setelah siuman dan sehat, ingatkan orang tua untuk mengganti sholat yang tertinggal selama mengalami koma.
Semoga Allah memberi kesembuhan segera kepada ibu Saudara.
Aamiiin.

والله المستعان.

Faidah Fatwa: Tidak Ada Amalan Khusus Di Bulan Rajab

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Al-Allamah Prof DR Shalih Bin Fauzan -Hafizahullah-

Pertanyaan:

هل صحيح أن شهر رجب يُفرَدُ بعبادةٍ معينة أو بخصوصية‏؟‏ أرجو إفادتنا؛ حيث إن هذا الأمر مُلتبسٌ علينا، وهل يُفرَدُ أيضًا زيارة للمسجد النبوي فيه‏؟

“Apakah benar, bahwa bulan Rajab dikhususkan dengan ibadah tertentu? Mohon penjelasannya, karena perkara ini menjadi rancu bagi kami. Dan apakah dikhususkan pula berziarah ke masjid Nabawi pada bulan Rajab?“.

Jawaban

Tentang Ada Tidaknya Amalan Khusus Di Bulan Rajab

شهر رجب كغيره من الشهور، لا يُخصَّص بعبادة دون غيره من الشهور؛ لأنه لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم تخصيصه لا بصلاة ولا صيام ولا بعمرة ولا بذبيحة ولا غير ذلك، وإنما كانت هذه الأمور تُفعل في الجاهلية فأبطلها الإسلام؛ فشهر رجب كغيره من الشهور، لم يثبت فيه عن النبي صلى الله عليه وسلم تخصيصه بشيء من العبادات؛ فمن أحدث فيه عبادة من العبادات وخصه بها؛ فإنه يكون مبتدعًا؛ لأنه أحدث في الدين ما ليس منه، والعبادة توقيفية؛ لا يقدم على شيء منها؛ إلا إذا كان له دليل من الكتاب والسنة، ولم يرد في شهر رجب بخصوصيته دليل يُعتمد عليه، وكل ما ورد فيه لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم، بل كان الصحابة ينهون عن ذلك ويُحذِّرون من صيام شيء من رجب خاصة‏.‏ أما الإنسان الذي له صلاة مستمر عليها، وله صيام مستمر عليه؛ فهذا لا مانع من استمراره في رجب كغيره، ويدخل تبعًا‏.‏ 

“Bulan Rajab, kedudukannya sama seperti bulan-bulan yang lainnya, tidak dikhususkan dengan ibadah tertentu.

Sebab tidak terdapat dalil dari Nabi ﷺ bahwa beliau mengkhususkannya dengan shalat, puasa, umrah, menyembelih dan ibadah yang lainnya.

Perkara mengkhususkan ibadah hanya dilakukan pada masa jahiliyah, kemudian islam datang membatalkannya.

Sehingga bulan Rajab sebagaimana bulan yang lainnya, tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ mengkhususkannya dengan ibadah tertentu.

Hati-Hati Terjerumus Dalam perbuatan Bid’ah

Dan barangsiapa mengada-ada dibulan Rajab dengan suatu ibadah dan mengkhususkannya di bulan Rajab maka dia pengusung bid’ah.

Hal itu karena dia mengada-ada didalam agama, yang sama sekali bukan bagian dari agama itu sendiri, sementara ibadah, sifatnya “tauqifiyah” (ditetapkan berdasarkan dalil).

Sehingga tidak boleh mendahulukan sesuatu darinya, kecuali berlandaskan dalil dari Al-Qur’an & As Sunnah. Dan tidak ada dalil yang bisa dijadikan patokan terkait mengkhususkan bulan Rajab.

Semua riwayat tentang itu tidaklah shahih dari Nabi ﷺ, Bahkan para sahabat -radhiyallahu anhum- telah melarang dari hal tersebut sekaligus memperingatkan agar tidak mengkhususkan puasa pada bulan Rajab.

Adapun bagi orang yang memang memiliki kebiasaan shalat dan puasa, maka tidak mengapa melanjutkan kebiasaannya tersebut dibulan Rajab, sebagaimana yang dilakukannya dibulan lain“.

Sumber
Al Muntaqo Min Fataawa Asy Syeikh Sholeh Al Fauzan : 1/222-223 [Soal no 124].

Hukum Membayarkan Nadzar Orang yang Telah Meninggal

Pertanyaan

Bismillaah…
Afwan, ana mau nanya,
Jika seseorang bernazar maka ia wajib untuk membayar nazar itu, walaupun Rasululloh melarang ntuk bernazar.

Bagaimana kalau yang bernazar sudah meninggal dunia, apakah boleh keluarganya yg mengganti membayarkan nadzarnya Ustadz ?

Jawaban

بسم الله.والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه. أما بعد: وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

Nadzar adalah Mewajibkan diri dengan sesuatu yang tidak wajib
.
Hukum nadzar terbagi dua:

1. Hukum Memulai Nadzar

Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini menjadi 2:

– Pendapat Pertama: Haram

– Pendapat Kedua: Makruh

Kedua pendapat ini berlandaskan dengan larangan Nadzar dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلم :

« ﻻ ﺗﻨﺬﺭﻭا ﻓﺈﻥ اﻟﻨﺬﺭ ﻻ ﻳﻐﻨﻲ ﻣﻦ اﻟﻘﺪﺭ ﺷﻴﺌﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﺘﺨﺮﺝ ﺑﻪ ﻣﻦ اﻟﺒﺨﻴﻞ »(رواه مسلم والترمذي والنسائي) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ. (ﺻﺤﻴﺢ) اﻧﻈﺮ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻗﻢ: 7466 ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺠﺎﻣﻊ

“Janganlah kalian bernadzar. Karena sesungguhnya Nadzar tidak bisa menyelamatkan sedikitpun dari takdir. Sesungguhnya ia hanyalah muncul dari orang bakhil.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Nasa-i)

Kesimpulannya
Memulai Nadzar adalah dilarang.

2. Hukum Setelah Bernadzar

Masalah ini dibutuhkan rincian sebagai berikut:

– Bila Nadzar tersebut berupa ketaatan maka wajib menunaikannya.

– Bila Nadzar tersebut berupa kemaksiatan maka tidak boleh ditunaikan.

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

«ﻣﻦ ﻧﺬﺭ ﺃﻥ ﻳﻄﻴﻊ اﻟﻠﻪ ﻓﻠﻴﻄﻌﻪ ﻭﻣﻦ ﻧﺬﺭ ﺃﻥ ﻳﻌﺼﻴﻪ ﻓﻼ ﻳﻌﺼﻪ» . ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ

“Siapa saja yang bernadzar untuk mentaati Allah maka taatilah Dia. Dan siapa saja yang bernadzar untuk mendurhakai Allah, maka janganlah durhaka kepada – Nya.” (HR. Bukhari)

Hanya saja untuk Nadzar maksiat maka selain wajib dibatalkan, wajib pula ditebus dengan Kafaroh Sumpah.

Nabi ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda :

«ﻛﻔﺎﺭﺓ اﻟﻨﺬﺭ ﻛﻔﺎﺭﺓ اﻟﻴﻤﻴﻦ» .ﺭﻭاﻩ ﻣﺴﻠﻢ

“Tebusan Nadzar adalah tebusan sumpah.” (HR. Muslim)

Yaitu dengan memilih salah satu dari 3 pilihan yang ada di ayat ini, Allah berfirman,

{لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْۤ اَيْمَانِكُمْ وَلٰـكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَ ۚ فَكَفَّارَتُهٗۤ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗ ذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗ وَاحْفَظُوْۤا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ}

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 89)

– Bila Nadzar tersebut berupa ketaatan namun tidak mampu menunaikannya, maka tebusannya sama juga dengan tebusan sumpah.

– Bila Nadzar tersebut berupa hal-hal yang mubah, bukan ketaatan dan bukan pula kemaksiatan, seperti puasa sambil berdiri di teriknya matahari maka boleh dibatalkan tanpa ada dosa dan tebusan.

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﺑﻴﻨﺎ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺨﻄﺐ ﺇﺫا ﻫﻮ ﺑﺮﺟﻞ ﻗﺎﺋﻢ ﻓﺴﺄﻟﻪ ﻋﻨﻪ ﻓﻘﺎﻟﻮا: ﺃﺑﻮ ﺇﺳﺮاﺋﻴﻞ ﻧﺬﺭ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﻭﻻ ﻳﻘﻌﺪ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻈﻞ ﻭﻻ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻭﻳﺼﻮﻡ ﻓﻘﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﻣﺮﻭﻩ ﻓﻠﻴﺘﻜﻠﻢ ﻭﻟﻴﺴﺘﻈﻞ ﻭﻟﻴﻘﻌﺪ ﻭﻟﻴﺘﻢ ﺻﻮﻣﻪ»ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ

“Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, Tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم sedang berkhutbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berdiri. Lalu beliau bertanya tentang orang itu. Mereka katakan, (Itu) Abu Isroil. Dia bernadzar untuk berdiri tidak duduk, dan tidak berteduh serta tidak berbicara dalam kondisi berpuasa. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda : “Perintahkan ia untuk berbicara, berteduh dan duduk serta sempurnakan puasanya.” (HR. Bukhari)

Bagaimana jika yang bernadzar telah wafat?

Bila orang yang bernadzar telah wafat dan meninggalkan hutang Nadzar belum tertunaikan, maka walinya yang menunaikan untuknya.

ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: اﺳﺘﻔﺘﻰ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻧﺬﺭ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﻪ، ﺗﻮﻓﻴﺖ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﻘﻀﻴﻪ، ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﻓﺎﻗﻀﻪ ﻋﻨﻬﺎ» رواه مسلم

Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata : Saad bin Ubadah رضي الله عنه pernah minta fatwa kepada Nabi صلى الله عليه وسلم tentang Nadzar yang ada pada tanggungan Ibunya yang telah wafat sebelum sempat menunaikannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : “Tunaikan (Nadzar itu) untuknya.” (HR. Muslim)

والله تعالى أعلم

Hukum Terkait Benda Temuan atau Harta Temuan

Pertanyaan

Pak, saya menemukan emas di halaman rumah saya di bawah mobil saat di parkir. Sudah 1 tahun lebih saya simpan, sebaiknya bagaimana ya pak?

Terima kasih

Jawaban

بسم الله, والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد

Barang hilang yang ditemukan di jalanan maka secara syar’i disebut dengan Luqothoh.

Jika barang tersebut termasuk barang berharga maka wajib diumumkan selama setahun. Bila datang pemiliknya, maka diserahkan kepadanya. Bila selama setahun tidak datang pemiliknya, maka barang tersebut boleh dimiliki.

ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ ﻗﺎﻝ: ﺟﺎء ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺴﺄﻟﻪ ﻋﻦ اﻟﻠﻘﻄﺔ ﻓﻘﺎﻝ: «اﻋﺮﻑ ﻋﻔﺎﺻﻬﺎ ﻭﻭﻛﺎءﻫﺎ ﺛﻢ ﻋﺮﻓﻬﺎ ﺳﻨﺔ ﻓﺈﻥ ﺟﺎء ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﺸﺄﻧﻚ ﺑﻬﺎ». ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ.

“Dari Zaid bin Kholid رضي الله عنه berkata, Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم lalu bertanya kepada beliau tentang barang hilang. Beliau bersabda: “Kenali wadah dan tali pengikatnya lalu umumkanlah selama setahun. Jika datang pemiliknya (maka serahkanlah). Jika tidak, maka urusanmu dengannya (boleh memilikinya)…” (HR. Bukhori – Muslim)

والله تعالى أعلم

 

Hukum Seorang Laki-Laki Menjadi Dokter Kandungan

Hukum laki-laki menjadi dokter kandungan.

Assalamu’alaikum ustadz,

Afwan ana mau bertanya, apa hukumnya bekerja sebagai dokter kandungan laki-laki dimana pekerjaan ini mengharuskan saya untuk melihat kemaluan wanita sedangkan dalam wilayah kerja ada dokter spesialis kandungan wanita. Apakah hasil penghasilan yang saya dapat haram atau bagaimana ustadz?

Pertanyaan ini pernah di tanyakan kepada syaikh Abdullah bin Jibrin

Dokter spesialis kandungan (Sp.OG) pasti akan sering melihat dan memegang aurat besar wanita. Bagaimana jika seorang dokter laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan.

Pertanyaan:

فضيلة الشيخ، هل يجوز لرجل أن يتخصص في دراسة أمراض النساء والولادة ويصبح طبيبا في هذا المجال أم لا يجوز؟ وجهونا أثابكم الله

Wahai syaikh, apakah boleh bagi seorang laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan?

جـ – الأصل أن طب النساء كطب الرجال في أغلب الأمراض كالرأس والأسنان والبطن والأعضاء الظاهرة والخفية، فمن تعلم طب الباطنية ونحوه عرف العلاج للرجال والنساء، لكن هناك أمراض تختص بالنساء كأمراض الرحم والحيض والحمل والثديين ونحوها، والواجب فيها أن يتعلمها النساء حتى يعالج بعضهن بعضا، ولا يعوزهن ذلك إلى التطبب عند الرجال مما يستلزم التكشف ونظر الرجل الأجنبي إلى عورات النساء وزينتهن، ومع ذلك فالواقع أن هناك الكثير من الرجال تخصصوا في أمراض النساء والولادة مخافة أن تطرأ حالة لا يوجد فيها من النساء من يتولى ذلك أو من يحسنه، وهكذا يجوز لبعض النساء أن يتخصصن في أمراض الرجال الخاصة بهم مخافة وجود حالات ضرورية طارئة لا يوجد من يتولاها من الرجال، ولكن الأصل اختصاص كل جنس بما يخصه، والله أعلم

Jawaban:

Hukum asalnya, ilmu kedokteran/penyakit tentang wanita sebagaimana laki-laki pada mayoritas penyakit. Seperti (penyakit) kepala, gigi, perut dan anggota badan yang nampak atau tidak. Maka siapa saja yang mempelajari ilmu kedokteran Penyakit Dalam atau sejenisnya, maka ia akan mengetahui pengobatan (yang sama) bagi laki-laki dan wanita.

Akan tetapi ada penyakit yang khusus pada wanita saja seperti penyakit di rahim, penyakit gangguan haidh, penyakit payudara dan sejenisnya. Wajib hukumnya para wanita mempelajarinya agar mereka mengobati sesama wanita. Sehingga mereka tidak perlu berobat kepada laki-laki yang berkonsekuensi seorang laki-laki ajnabi (bukan mahram) melihat dan menyingkap aurat dan perhiasan para wanita.

Akan tetapi kenyataannya, banyak laki-laki yang menjadi dokter spesialis kandungan karena dikhawatirkan tidak didapati adanya dokter wanita spesialis kandungan (di tempat tersebut). Demikian pula, boleh bagi sebagian wanita mempelajari penyakit khusus pada laki-laki karena dikhawatirkan ketika ada keadaan darurat yang pada saat itu tidak didapati dokter laki-laki. Akan tetapi hukum asalnya mengkhususkan setiap jenis sesuai dengan jenisnya (dokter laki-laki mengobati laki-laki dan sebaliknya, pent)

Sumber: Fawata Asy syar’iyyah fi masa’ilit thibbiyah, syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Berkata Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah

وهنا مسألة تتعلق بالصبيان، وهي أن بعض الصبيان يكون عمله باليسرى،فربما اعتاد الأكل والشرب باليسرى، فيجب أن يعود على اليمنى عند الأكل والشرب،وكذا ينبغي أن نعوده على تقديم اليمين في كل ما ينبغي فيه التيامن كالمناولة،لأن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن المناولة بالشمالوورد أن الشيطان يأخذ بشماله ويعطي بشماله،فإذا صحت هذه الجملة فالظاهر أن الأخذ باليسار للتحريم إلا لسبب

“Disini ada persoalan yang berkaitan dengan anak-anak. Yaitu sebagian anak pekerjaannya (dominan) dengan tangan kiri. Bisa jadi dia juga terbiasa makan dan minum dengan tangan kiri, maka wajib kita membiasakan mereka makan dan minum dengan tangan kanan. Dan begitu juga seharusnya kita membiasakan anak-anak untuk mendahulukan yang kanan pada segala sesuatu yang diharuskan mendahulukan yang kanan padanya, seperti memberikan (sesuatu), Karena Rasulullah ﷺ melarang dari memberikan sesuatu dengan menggunakan tangan kiri

Telah datang (dalil) bahwasanya syaithan mengambil dengan tangan kirinya dan memberi dengan tangan kirinya. Maka apabila shahih kalimat ini maka yang tampak bahwasanya mengambil dengan tangan kiri adalah haram kecuali ada sebab“.

Sumber: التعليق على صحيح مسلم المجلد الثاني ص ١١٠