Hukum Menyadap Handphone

Memeriksa Handphone Suami

Pertanyaan :

Assalammu’alaikum warahmatullah
Ada sebuah perusahaan swasta yg bergerak di bidang jasa penyelidikan dan pengawasan atau biasa kita kenal dgn nama detektif.
Adapun salah satu jasa yg ditawarkan ialah bisa menyadap HP seseorang yaitu bisa mengetahui panggilan masuk, pesan, dan semua aktifitas di hp tersebut, ada klien seorang ibu rumah tangga yg curiga terhadap suaminya meminta agar hp suami nya di sadap.
Bagaimana hukumnya secara Syar’i apakah di bolehkan menyadap HP seseorang dgn tujuan mencari tau sebuah kebenaran?

Jawaban :

Meyadap Handphone,atau media lainya itu berarti Tajasus yaitu mencari tau aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan, yang mana mereka tidak suka kalau orang lain tau.

Tajasus didalam Al Qur’an

Allah Ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. (Qs.al Hujurat :12)

Imam Ibnu Katsir menjelasakan tentang,
Firman Allah Ta’la :

{وَلا تَجَسَّسُوا}

Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain.

Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras.

Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ta’la yang menceritakan perihal Nabi Ya’qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (Yusuf: 87)
Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا”

“Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Al-Auza’i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. (Tafsir AlQur’anul A’dzim,oleh Ibnu Katsir,1748 cet,Dar Ibnu Hazm)

Tajasus didalam Hadist

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَحَسَّسُوا ، وَلَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَدَابَرُوا ، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا “.

“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari isu (memata-matai), saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR.Bukhari,no 6064)

Dalam hadist lainnya,
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata;

صَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ فَنَادَى بِصَوْتٍ رَفِيعٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

Rasulullah ﷺ menaiki mimbar lalu menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai sekalian orang yang telah berIslam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula kalian memperolok mereka, jangan pula kalian menelusuri dan membongkar aib mereka, maka barang siapa yang menyelidiki aib saudaranya seIslam niscaya Allah akan menyelidiki aibnya dan barang siapa yang aibnya diselidiki aibnya oleh Allah niscaya Allah akan membongkar aibnya meskipun di dalam rumahnya sendiri.” (HR.Tirmidzi,no 2032)

Didalam hadist di atas telah di jelasakan bahwa diharamkan melakukan tajasusus yaitu mencari tahu aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan.

Namun ada tajasus yang diperbolehkan jika ada mashlahat dan menolak mafsadat, seperti spionase terhadap musuh islam.

Spionase adalah suatu praktik pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasimengenai sebuah organisasi atau lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari informasi tersebut.
[https://id.m.wikipedia.org/wiki/Spionase.]

Kemudian Tajasusus dibolehkan untuk mengantipasi aksi terorisme ,mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat yang itu di tinjau dari segi maslahat bukan mudharat ataumafsadat.

Diantara hadistnya adalah,
Dari Jabir ia berkata;

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيَّ وَإِنَّ حَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ

Rasulullah ﷺ bersabda pada perang Ahzab: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair berkata; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair menjawab; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Lagi-lagi Az Zubair menjawab; “Saya.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki hawariy (pengikut setia) dan hawariyku adalah Az Zubair.” ( HR.Bukhari,no 4113)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah pernah menyatakan dalam fatwa beliau tentang tajasus untuk menghilangkan kemungkaran, beliau mengatakan :

Tajasusus tidak dibolehkan kecuali ada Qarain (Tanda-tanda ) adanya kemungkaran yaitu tanda-tanda yang kuat kemudian tidak boleh seorangpun melakukan tajasus. (lihat selengkapnya Liqa’ al bab Maftuh- Syarith no 232 )

Kesimpulan :

1. Tidak boleh istri memata- matai, curiga atau suudz dzhon (berprasangka buruk ) terhadap suami, hendaknya mengedapankan husnu Dzhan (baik sangka) agar rumah tangga tetap harmonis, dalilnya,

Dari Jabir dia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلًا يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Rasulullah ﷺ melarang seorang laki-laki mengetuk pintu rumah isterinya (saat kembali dari perjalanan) di waktu malam dengan maksud hendak memergoki atau mencari-cari kesalahan mereka.” (HR.Muslim,715)

Namun jika terbukti atau jelas-jelas ada tanda-tanda yang kuat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran yg dilakukan suami, hendak suami diberi nasehat, dan disuruh bertaubat jika benar terbukti melakukan kemungkaran, panggil seseorang yang ditokohkan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Adapun menyadap handphone suami atau mengecek apa yang ada handphone suami tanpa seizinya, hal ini tidak di bolehkan, hendaknya seorang muslim atau muslimah berbaik sangka dengan kaum muslimin lainnya, terlebih lagi dengan pasangannya.

2. Adapun lembaga ataupun instansi yang melaksanakan praktek pengintain, hendaknya dilakukan jika ada maslahatnya seperti spionase terhadap musuh islam mengantipasi aksi terorisme, mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran, dan itupun harus ada syaratnya ( Qarain Qowiyah) tanda-tanda yang kuat menunjukkan akan hal itu.

3. Ketahuilah,walau bagaimanapun kadangkala seorang muslim itu memiliki aib, maka janganlah mengumbar aib – aib mereka atau mencari tau aib-aib kesalahan meraka. Simaklah hadist berikut ini,

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ telah bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” ( HR.Muslim,no 2699)

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar, Lc

Alumnus Al Madinah International University, Mediu
Dewan Pembina Website www.sesuaisunnah.com