Jangan Berwatak Keras!

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

 

Agama Islam adalah agama yang penuh kelembutan, tidak tempramen dan tidak kasar. Islam terkenal dengan agama yang santun dan berakhlak mulia. Telah masyhur hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam terdengar oleh kita. Beliau bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 8595)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qolam : 4)

Sehingga akhlak yang mulia dan agung, merupakan junjungan tertinggi yang harus dimiliki oleh setiap Muslim dan Muslimah. Dan akhlak yang mulia tidaklah dapat terealisasikan melainkan dengan adanya kelemah lembutan kepada sesama, mudah dalam bergaul dan bermuamalah serta tidak tempramen serta kasar terhadap sesama. Allah Ta’ala berfirman,

فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡ‌ۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَ‌ۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِ‌ۖ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu..” (QS. Ali Imron : 159)

Sehingga sifat keras dan kasar yang bukan pada tempatnya adalah suatu hal yang hendaknya dijauhi dan dihindari. Mengingat ini bukan cara yang diajarkan oleh agama Islam. Bahkan dalam berdebat atau dialog sekalipun agama kita melarang untuk berlaku keras dan kasar. Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُ ۥ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah [atas kebenaran] isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (QS. Al Baqoroh : 204)

Bahkan keras dalam berdebat termasuk di antara perkara kemunafikan yang harus dihindari. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ

Ada empat perkara, barangsiapa yang empat perkara tersebut ada pada dirinya maka dia menjadi orang munafik, dan apabila salah satu sifat dari empat perkara tersebut ada pada dirinya, maka pada dirinya terdapat satu sifat dari kemunafikan hingga dia meninggalkannya: orang yang apabila berbicara dia bohong, dan apabila dia berjanji maka dia mengingkari, apabila dia memusuhi maka dia melakukan kekejian (dengan melampaui batas), dan apabila dia mengadakan perjanjian maka dia yang mulai membatalkannya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Bukhori No.2279, Ahmad No.6568, Abu Daud No.4068)

Ketika dia berdebat, maka ia akan berlaku kasar. Terlebih jika lawan debatnya mengunggulinya. Sehingga hal ini serupa dengan orang-orang munafiq. Tentunya yang seperti ini harus dijauhkan.

Dari ‘Aisyah radiyalllah ‘anha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ

Sesungguhnya orang yang paling dimurkai Allah adalah orang paling keras (gemar) dalam berbantah-bantahan.”
(Hadits diriwayatkan oleh Bukhori No.2277, Muslim No.4821 dan An Nasa’i No.5328)

Oleh karena itu, jangan sampai ada pada kita karakter, watak, dan tabiat yang keras dan kasar. Terlebih kepada orang-orang terdekat yang kita cintai. Kepada istri dan anak-anak, yang hak mereka sejatinya bukan untuk menerima sifat kasar dan kerasnya tabi’at yang kita punya. Begitupun istri kepada suami dan anak-anaknya, dan anak-anak kepada kedua orang tuanya.

Kendati sebagian manusia memiliki watak yang kasar. Tentunya watak dan tabiat itu dapat dirubah secara perlahan. Dengan berjalannya waktu dan zaman disertai dengan do’a dan kesungguhan untuk merubahnya.

 

إِنَّما العلمُ بِالتَّعَلُّمِ ، و إِنَّما الحِلْمُ بِالتَّحَلُّم

Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, dan kelembutan diperoleh dengan berlatih untuk berlaku lembut.”
(Lihat Silsilah Al Ahaadits As Shahihah No.342)

Wallahul muwaffiq.

 

Zia Abdurrofi

Depok, 19 Rajab 1445H / 31 Januari 2024

Membawa Anak Ke Masjid, Bolehkah?

Hukum Membawa Anak Ke Masjid

Pertanyaan

Ustadz, ana menemukan fatwa Syaikh Utsaimin yang menganjurkan untuk tidak membawa anak-anak ke masjid. Padahal di zaman Nabi ada kisah Hasan Husain ke masjid. Itu bagaimana ya ustadz?

Jawab

Bila memang anak-anak itu menganggu dengan berlari-lari, atau berteriak-teriak, maka lebih baik tidak dibawa ke masjid.
Hendaknya mereka diajarkan adab adab dalam masjid agar mereka memahami.

Tetapi bila mereka tidak menganggu atau orang tuanya menjaganya agar tidak menganggu, maka tidak apa-apa. Oleh karena itu Nabi sholat sambil menggendong Umamah.

Al Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab Attamhiid:

Dan telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khathab apabila ia melihat anak kecil di dalam shaff, beliau mengeluarkannya. Diriwayatkan juga dari Zirr bin Hubaisy dan Abu Wail, mereka melakukan itu. Ahmad bin Hanbal tidak menyukai itu. Al Atsram berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal tidak suka yang berdiri sholat di masjid kecuali orang telah baligh, atau telah tumbuh bulu kemaluannya atau telah berumur 15 tahun. Lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Anas dan anak yatim. beliau menjawab: Itu di sholat sunnah. Selesai perkataan Ibnu Abdil Barr.

Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang suara gaduh di masjid. sabdanya:

ليلني منكم أولو الأحلام والنهى ثم الذين يلونهم ثلاثا وإياكم وهيشات الأسواق

Hendaklah yang berada di belakangku orang orang yang baligh dan berilmu, kemudian setelahnya kemudian setelahnya. Dan jauhilah suara gaduh seperti di pasar. (HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan larangan gaduh di masjid. Maka jika kehadiran anak anak tersebut menyebabkan kegaduhan, maka hendaknya mereka tidak diajak ke masjid.

Wallahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Abu Yahya Badrussalam hafizhohullah.
Diambil dari artikel beliau dengan seijin beliau di
https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1127155994144510&id=100005503590633

 

Baca juga : Perempuan Yang Tidak Berpuasa Karena Menyusui, Bagaiman Mengganti Puasanya

 

Membawa Anak Ke Masjid

Nasihat yang Berharga untuk Kedua Mempelai

Berkata Syaikh Firkaus حقظه الله

Maka yang wajib bagi seorang suami ialah tidak mencela istrinya atas perkara-perkara yang telah lewat dan (tidak,pent) menyelidiki aib-aibnya yang telah lalu, yang apabila disebut-sebut bisa mengancam kehidupan rumah tangga

Ini dalam rangka mengamalkan firman Alloh Ta’ala ;

فإن أظعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا

“Apabila mereka (para istri, pent) telah taat kepada kalian (para suami, pent) maka janganlah kalian mencari-cari jalan (untuk mencari kesalahan mereka,pent)” (An-Nisa ; 34)

_____

diambil dari situs resmi milik Fadhilatusy Syaikh Firkaus

pada pembahasan

 حق تأديب الزوجة بين الإصلاح و التشقي

 

Baca Juga: Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah (Bagian 1)

10 Cara Menumbuhkan Cinta kepada Allah

Ada sepuluh sebab di antara sekian banyak sebab menumbuhkan cinta kepada Allah:

 

1. Membaca Alquran dengan mentadabburi dan berusaha memahaminya.

2. Mendekat/taqarrub kepada Allah dengan mengerjakan amalan sunnah setelah menunaikankan yang wajib.

3. Terus menerus mengingat-Nya dalam seluruh keadaan, baik dengan lisan, hati, maupun amalan.

4. Mengutamakan apa yang dicintai Allah daripada apa yang dicintai oleh jiwanya.

5. Hati berusaha menelaah nama nama dan sifat-Nya.

6. Mempersaksikan kebaikan-Nya serta nikmat-Nya yang lahir dan batin.

7. Benar-benar hati itu luluh lantak di hadapan-Nya.

8. Memanfaatkan waktu turunnya Allah untuk bermunajat kepada-Nya dengan membaca Alquran, serta ditutup dengan istighfar.

9. Duduk bermajelis dengan orang-orang soleh yang mencintai Allah, mengambil buah dari ucapan mereka yang baik, selain itu ia tidak berbicara melainkan dipastikan ada kemaslahatannya.

10. Menjahui segala sebab yang dapat memiskan hati dengan Allah.

 

(Rujukan kitab Fathul Majid hal 292-293)

Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang benar cintanya kepada Mu

 

Baca juga: Hukum Barang Temuan

Mengkaji Perayaan Hari Valentine

14 Februari, adalah tanggal yang telah lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day ini, konon adalah momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang kepada “pasangan”-nya masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat, permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana akar sejarah perayaan ini bermula.

Sesungguhnya Allah ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:


إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)

Allah juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah ta’ala berfirman: 

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”

Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah. Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.

Telah lama, tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid (membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang (Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapinya.

 

Asal Muasal Hari Valentine

Perayaan ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.

Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus –pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah menyembel

 

Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?

Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk mengenangnya.

Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.

Di antara aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin menikah untuk mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di kertas (yang diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.

Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.

Versi II: Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang disebut hari raya Lupercalia. Ini adalah hari raya yang sama seperti pada kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban bagi sesembahan mereka selain Allah. Mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan dan menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.

Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.

Versi III: Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.

Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya.

 

Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang

1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.

2. Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain Allah ta’ala.

3. Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan ketinggian yang besar.

4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.

5. Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.

Beberapa versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal. Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah. Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.

 

Renungan

Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:

1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:

 وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ – بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)

Allah juga menyatakan melalui lisan ‘Isa a’laihissalam:

  إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)

Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.

2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang muslim yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya.

Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah, Dzat Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.

Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah telah menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.

3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa menerimanya.

4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?

5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.

 

Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?

Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?

Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:

1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah, Dzat yang telah menetapkan syariat.

2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.

Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?

Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah berfirman:

 وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)

 أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)

Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.

3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah berfirman:

 لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:

 لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)

4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.

Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.

 

Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim

1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.

2. Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.

3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.

Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.

4. Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.

5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.

 

(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)

Beberapa Adab Ketika Malam Datang & Anjuran Membuka Jendela Saat Fajar

Faidah Hadits

Beberapa Adab Yang Perlu Diperhatikan Ketika Malam Sudah Datang

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

“Apabila hari telah senja (disaat maghrib) tahanlah anak-anak kalian karena syaithan sedang berkeliaran ketika itu. Apabila telah berlalu sesaat dari awal malam, biarkanlah mereka.

Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah ﷻ, karena syaithan tidak bisa membuka pintu yang ditutup (dengan menyebut nama Allah ﷻ).

Tutuplah tempat minum kalian dan sebutlah nama Allah ﷻ. Tutuplah bejana-bejana kalian dengan menyebut nama Allah ﷻ walaupun dengan membentangkan sesuatu di atasnya, dan padamkanlah lampu-lampu kalian“.

متفق عليه

Faidah Salaf

Anjuran Membuka Jendela Saat Fajar

Berkata Al-‘Allamah Ibnu Al-‘Utsaimin Rahimahullah

حدثني رجل أنه كان في بلدهـم أعمى يعرف طلوع الفجر برائحته ، نعم برائحته ، بدون أن يشاهد ، فإذا شم رائحته قام فأذن ، فإذا طالع الناس الفجر وجدوه قد طلع ، فأنت تعرف للفجر رائحة ، فقد سمعت أو قرأت في بعض الكتب الطبية أنه يندفع مع طلوع الفجر غازات أو شيء يشبه الغازات ، ولهذا حثوا على أن تفتح نوافذ المنازل عند طلوع الفجر لتدخل هذه الغازات التي توجب الحياة

“Seseorang telah menceritakan kepadaku bahwa dikampung mereka ada seorang yang buta, orang ini mengetahui waktu terbitnya fajar dengan mencium baunya kemudian dia berdiri untuk adzan.

Apabila orang lain ingin memastikan fajar lagi niscaya mereka mendapati fajar telah terbit. Maka engkau mengetahui bahwa fajar memiliki bau.

Sungguh aku pernah mendengar atau membaca sebagian buku-buku kedokteran bahwa terbitnya fajar itu diiringi unsur-unsur gas atau yang menyerupai gas, sehingga para dokter menyarankan agar orang-orang membuka jendela rumah mereka, ketika fajar sudah terbit sehingga gas tersebut masuk yang menjadikan adanya kehidupan“.

 ( شـرح عـمدة الأحكـام( ٥٧٥/١

Orang Tua Berwasiat Untuk Mengerjakan Amalan Yang Tidak Ada Dalilnya

Pertanyaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

 

Ustadz ana mau bertanya.
Orang tua ana umurnya sudah 50 lebih, tadi beliau berwasiat ke ana ketika orang tua ana meninggal orang tua ana ingin diadakan tahlilan (malam ke 1, 2, dst). Lalu ana bilang hal seperti itu tidak di contohkan oleh Rasulullahﷺ dan beliau tetap kekeh untuk menjalankan wasiat itu. Apa yg harus ana lakukan ya ustadz?
Jazakallah khairan

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Pada pertanyaan di atas, ada dua point yang akan kita bahas, yaitu berkaitan dengan amalan wasiat membacakan dzikir atau alqur’an sebagai hadiah bacaan kepada mayyit, dan apakah wasiat tersebut harus ditunaikan.

Pertama:

Apa Hukum menghadiahkan Pahala Bacaan kepada Mayyit?

Allah ta’la berfirman :

وَأَنَّ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى

“Dan Bahwasanya seseorang tidaklah memperoleh selain apa yang mereka usahakan.” (Qs.An Najm: 39)

Pada asalnya tidak bermanfaat amalan orang yang masih hidup yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal, kecuali berdasarkan dalil yang mengkhususkan keumuman dalil di atas, dan jika tidak ditemukan dalil , maka dalil tersebut diatas tetap bersifat umum seperti hukum asalnya.

Oleh karenanya Nabi ﷺ tidak pernah menganjurkan ummatnya menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an kepada mayyit, tidak pula memberikan contoh dan petunjuk pada amalan tersebut.
Hal ini juga tidak didapati adanya atsar dari sahabat, yang kami ketahui-akan tetapi nabi ﷺ hanya memberi contoh agar meminta ampunan kepada orang yang telah meninggal dunia, beliau ﷺ bersabda:

استغفروا لأخيكم وسلوا له التثبيت، فإنه الآن يسأل

Mohon ampunlah ( kepada Allah) untuk saudaramu dan mintalah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya ia sedang di tanya.” (Shahih; HR.Abu Daud no. 3221)dan yang lainnya.

Dari penjelasan diatas, bahwa bacaan Al Qur’an tidak bermanfaat (sampai,pent) kepada si mayit, demikian yang menjadi pendapat mazhab Asy- Syafi’i yang berbeda dengan pendapat jumhur. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/ 667-668).

Kedua:

Apakah wasiat yang bertentangan dengan Syariat harus di tunaikan ?

Syaikh al-Albani dalam kitab Ahkamul Janaiz menyebut satu point bahwa wasiat kezhaliman yang batil itu tertolak (tidak boleh ditunaikan,pent)
Hal tersebut Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang beramal yang tidak ada contohnya dari kami, maka ia tertolak.” (Riwayat yang di keluarkan oleh asy Syaikhan (Imam Bukhari dan Muslim,pent)dalam kitab as- Shahihain, ahmad dan selain mereka, lihat Al Irwa’ ghalil hal.88)).

Dan dalam hadits Imran bin Husain:

“Bahwasannya Ada seorang ketika akan meninggal berwasiat memerdekakan enam orang budaknya (ia tidak memiliki harta kecuali enam budak tersebut), kemudian datanglah ahli warisnya dari pedalaman, maka mereka mengabarkannnya kepada Rasulullah ﷺ perihal apa yang ia lakukan( wasiatkan,pent) orang tersebut, lalu beliau bertanya : ‘ apa benar ia melakukan hal tersebut?’ lebih lanjut, beliau ﷺ berkata :

لو علمنا إن شاء الله ما صلينا عليه قال : فأقرع بينهم فأعتق منهم اثنين، ورد أربعة في الرقِّ.

Seandainya aku mengetahui, insya Allah aku tidak menshalatkannya, kemudian mengundi diantara mereka
dan memerdekakan dua di antaranya dan mengembalikan empat budak lainnya.” (Diriwayatkan Ahmad ( IV/446) dan hadist senada diriwyatkan pula oleh Muslim. (lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh al Albani, hlm 16-17)).

Kesimpulan:

Wasiat mayit yang bertentangan dengan syariat maka tidak boleh di tunaikan. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah,

Nabi Bersabda ﷺ:

لاطاعة في معصية الله إنما الطاعة في المعروف

“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, hanya saja ketaatan itu dalam hal yang ma’ruf (kebajikan).”
(HR.Bukhari no. 7257 dan Muslim no 1840)

Apabila jika ada dalil- dalil yang khusus yang menununjukkan bahwa ada amalan yang bermanfaat untuk si mayit, maka boleh di lakukan wasiat tersebut, namun jika tidak maka hendaknya tidak di kerjakan.

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Adab Meminta Informasi Alamat Wanita Dengan Tujuan Melamar

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz bolehkah seorang lelaki meminta informasi alamat kepada seorang akhwat melalui WA dengan tujuan ingin menikahinya.

Jawaban

Boleh jika serius menikahinya yaitu mendatanginya langsung ingin menazhor (melihat)nya, dan jika cocok, boleh langsung melamar nya, akan tetapi si wanita harus didampingi orang tuanya atau walinya, dan tetap menjaga pintu- Pintu Fitnah.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Fathimah binti Qois radhiallahu ‘anha ia pernah berkata;

فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau ﷺ bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamar ku, lantas Rasulullah ﷺ bersabda: “Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul -pent), sedangkan Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: “Nikahlah dengan Usamah.” Lalu saya menikah dengan Usamah, Maka Allah memberikan limpahan kebaikan padanya (pernikahan kami,pent) hingga bahagia. (HR.Bukhari,no 1480)

Didalam hadist diatas menunjukkan bahwa ada dua orang pemuda yaitu mua’wiyah dan abu jahm mendatangi
Fatimah binti Qois, yang mana mereka berdua bertekad ingin melamar dan menikahi Fatimah binti Qois.

Dan lebih baik minta nomor hp orang tuanya yaitu ayah atau walinya, dan ungkapkan ke mereka bahwa anda ingin menikahi Putrinya.

Allahu ‘alam
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Baca Juga: Apa Hukumnya Menikahi Calon Pasangan Yang Semarga?

Mimpi buruk, Pertanda apa?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh ustad. Ustad saya mau nanyak ni, saya tadi pagi mimpi kena sakaratul maut ustad, itu apa ya tandanya? Soalnya rasanya itu terasa, rasanya nafas macem tertarik gitu ustad
Saya jamaah ustad yang di helvetia

Jawaban :

Jika anda bermimpi yang tidak anda sukai, maka hendaknya anda meminta perlindungan kepada Allah ta’la, karena mimpi buruk datangnya dari setan. Jika anda ditimpa hal demikian meludahlah sebelah kiri tiga kali, kemudian berlindunglah kepada Allah ta’la

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنْ اللَّهِ فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلَا يُحَدِّثْ بِهِ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفِلْ ثَلَاثًا وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ

“Mimpi yang baik adalah berasal dari Allah, maka jika salah seorang diantara kaian bermimpi yang disukainya, jangan menceritakannya selain kepada yang disukai, dan siapa yang bermimpi yang tidak disukainya, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatannya dan dari kejahatan setan. Dan hendaklah meludah tiga kali dan jangan menceritakannya kepada seorang pun, sebab yang demikian tidak membahayakannya.” (HR.Bukhari 7044)

Dalam riwayat lain di sebutkan, dari Abu Salamah dia berkata; ‘Aku bermimpi sesuatu yang menyebabkan aku sakit dan waktu itu aku tidur tanpa selimut. Lalu aku bertemu dengan Abu Qatadah lalu aku menyampaikan hal itu kepadanya hingga kemudian dia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الرُّؤْيَا مِنْ اللَّهِ وَالْحُلْمُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا حَلَمَ أَحَدُكُمْ حُلْمًا يَكْرَهُهُ فَلْيَنْفُثْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ

“Mimpi yang baik datang dari Allah dan mimpi yang buruk datang dari setan. Apabila kamu bermimpi sesuatu yang tidak kamu senangi, maka meludahlah ke kiri tiga kali, kemudian berlindunglah kepada Allah dari bahaya kejahatannya, niscaya dia tidak akan membahayakan. (HR.Muslim 2261)

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Mana Yang Lebih Utama Melunasi Hutang Orang Tua Atau Menikah?

Assalamualaikum Akhi,,
Ana Jefri dari sukabumi ingin bertanya
Mana yg lebih didahulukan, antara melunasi hutang orang tua atau menikah?
Trimakasih

Jawaban

Hukum menikah tergantung Kondisi seseorang, inilah yang masyhur di kalangan para ulama mahzab malikiyah, syafi’iyah dan hambali. (lihat al Bada’i 2/228,al Qowanin Fiqhiyyah 193,Mughni al Muhtaj 3/135 dan Fathul Bari 9/110)

Mereka mengatakan hukum menikah, bisa terjadi pada 4 hukum (kondisi) :
1. Hukumnya Wajib
2. Hukumnya Sunnah
3. Hukumnya Haram
4. Hukumnya Makruh.

1. Hukum Menikah adalah Wajib

yaitu seseorang yang memiliki hasrat untuk berjima’, yang mana ia khawatir terjatuh pada perbuatan fahisyah (zina), karena demi menjaga kehormatan dirinya dan menjaga dari perbuatan yang haram, maka solusinya adalah menikah.

2. Hukum Menikah adalah Sunnah

yaitu seseorang yang memiliki hasrat untuk berjima’, namun ia tidak khawatir terjatuh pada perbuatan fahisyah(zina), maka jika ia menikah itu lebih utama baginya.

3. Hukum Menikah adalah Haram

yaitu seseorang yang tidak mampu (menikah) memberikan nafkah lahir dan batin, dan tidak adanya kemampuan dan keinginan malaksanakan pernikahan tersebut.

4. Hukum Menikah adalah Makruh

yaitu seseorang yang tidak dapat menafkahi istrinya dan ia tidak memiliki hasrat untuk menikah, maka disibukkan dengan ketaatan, beribadah atau disibukkan dengan ilmu, Hal itu lebih utama baginya.
(Shahih Fiqhus Sunnah 3/46-47)

 

Kalau anda merasa belum darurat (hukumnya wajib) untuk menikah, maka hendaknya anda dahulukan melunasi hutang orang tua anda terlebih dahulu, karena perbuatan tersebut merupakan bentuk berbakti kepada orang tua.

Allah ta’la berfirman :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Qs.al-Maida: 2)

Dan berbakti kepada kedua orang tua, termasuk amalan yang di cintai Allah,

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu– ia berkata,

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Aku pernah bertanya kepada Nabi ﷺ , “Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Kemudian berbakti kepada kedua orangtua.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah.” (HR.Bukhari 527)

Dan memberikan nafkah kepada orang tua kita, lebih utama, Allah ta’la berfirman :

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Qs. al – Baqarah: 215)

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sikap Anak Ketika Orang Tua Tidak Merestui Pernikahan Anaknya

Ada 2 pertanyaan yang masuk pada kami dengan 1 topik dan jawaban yang sama, maka kami akan menjawabnya sekaligus.

Pertanyaan:

Pertanyaan 1

Assalamualaikum ustadz,

Gimana cara saya (ikhwan) menyikapi orang tua saya dalam hal saya ingin menikahi seorang wanita yang tidak disukai orang tua saya?

Apakah tindakan saya durhaka apabila saya mempertahankan prinsip saya untuk menikahinya. Karena di satu sisi saya sudah yakin dengan si wanita.

Pertanyaan 2

Assalamualaikum ustadz,

Bagaimana jika seorang ikhwan tidak direstui orang tua menikah dengan seorang wanita dikarenakan alasan yang tidak syar’i dan pernikahan itu sudah terjadi sampai sudah memiliki anak. Pertanyaannya, keridhoan orangtua terkhusus ibunya dengan ikhwan tersebut?
Mengingat surganya ikhwan ada di kaki ibu walaupun sudah nikah

Jawaban:

Seorang anak hendaknya mentaati ibunya, karena syariat memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya,dan memerintahkan agar mentaatinya dalam perkara yang baik sesuai dengan syariat islam.

Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada kedua orang tua, dan melarang membantah ucapan mereka.

Allahu ta’la berfirman :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu riwayat, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari,no5971)

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar.

Dari Abdullah bin Amru mengatakan:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

Seorang arab badui menemui Nabi ﷺ dan bertanya; ‘Waya Rasulullah, apa yang dianggap dosa-dosa besar itu? ‘ Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah” ‘Lantas selanjutnya apa? ‘ Tanyanya. Nabi menjawab: “Mendurhakai orang tua.” (HR.Bukhari 6920)

Dalam riwayat lainnya, Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ

“Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Jawab Nabi ﷺ: “Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya).” (HR.Muslim 2551)

Pertanyaan diatas sesuai dengan kisah seseorang yang datang menghadap Abu darda radhiallahu ‘anhu.

Dahulu ada seseorang mendatangi Abu darda diperintahkan ibunya untuk menceraikan istrinya, simak riwayat berikut ini.

Dari Abdurrahman As Sulami ia berkata;

أَتَى رَجُلٌ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي بِنْتُ عَمِّي وَأَنَا أُحِبُّهَا وَإِنَّ وَالِدَتِي تَأْمُرُنِي أَنْ أُطَلِّقَهَا فَقَالَ لَا آمُرُكَ أَنْ تُطَلِّقَهَا وَلَا آمُرُكَ أَنْ تَعْصِيَ وَالِدَتَكَ وَلَكِنْ أُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Seseorang mendatangi Abu Darda` dan berkata; “sesungguhnya aku mencintai sepupuku yang sekarang menjadi isteriku, sedangkan ibuku memerintahkan untuk menceraikannya. Abu Darda` berkata: aku tidak menyuruhmu untuk menceraikannya, dan mendurhakai ibumu, namun aku menyampaikan kepadamu satu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah ﷺ; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْوَالِدَةَ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ شِئْتَ فَدَعْ

“Ketahuilah bahwa ibu itu ibarat pintu surga paling tengah, maka terserah padamu hendak menceraikan istri atau taat kepada ibu.” (HR.Ahmad 20733,Tirmidzi 1900 dan lainnya)

Pertanyaan di atas senada dengan pertanyaan yang diajukan kepada Oleh Syaikh Shalih fauzan al Fauzan.

Pertanyaan:

Istriku seiringkali bertengkar dengan ibuku. Sementara ibuku ingin agar aku menceraikannya saja. Aku bingung antara menuruti keinginan ibuku atau nasib anak-anakku sesudah perceraian. Sebagai informasi, bahwa aku adalah seorang suami yang cukup beragama, alhamdulillah, dan aku tidak ingin membuat Allah murka dengan perceraian atau membuat marah ibuku yang Allah telah perintahkan agar ditaati. Aku pernah membaca sebuah hadits dari Abdullah bin Umar yang isinya menceritakan bahwa dia mempunyai seorang istri yang dicintainya; padahal ibunya menginginkan ‘Abdullah menceraikannya. Maka dia pergi menemui Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau pun menyuruhnya untuk menceraikannya. Kami mengharapkan jawaban, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban:

Pertama, permasalahan Ibnu Umar bukanlah dengan ibunya, namun dengan ayahnya, Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Sementara masalah yang Anda sebutkan adalah pertengkaran yang terjadi antara istri Anda dengan ibu Anda; dan ibu Anda meminta Anda menceraikannya. Maka jelas terlihat dari pertanyaan Anda bahwa wanita yang menjadi istri Anda itu telah menyakiti ibu Anda, dan Anda tidak boleh membiarkannya dalam kondisi demikian. Sebisa mungkin Anda pegang tangan istri dan halangi dia dari pertengkaran tersebut, dan sebisa mungkin Anda damaikan anatara ibu dan istri Anda. Hal tersebut sudah tentu harus Anda lakukan, dan jangan menceraikannya. Atau jika Anda mampu, Anda tempatkan istri Anda di satu rumah dan ibu Anda di rumah lainnya, dan Anda mampu mengurusi semuanya. Ini juga solusi yang lain.

Jika sedikit pun Anda tidak mampu melaksanakannya dan istri Anda terus bertengkar dengan ibu Anda serta marah kepadanya, maka saat itulah tidak ada alternatif lagi selain cerai, guna mematuhi ibu Anda dan menghilangkan kemudharatan darinya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dalam setiap keadaan, tanganilah masalah sesuai kemampuan Anda. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki urusan Anda. Jangan Anda jadikan cerai, kecuali sebagai solusi terakhir, jika Anda tidak mampu menempuh alternatif lainnya.

Syaikh Al-Fauzan, al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh

Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008
[https://konsultasisyariah.com/10361-ibu-memerintahkan-menceraikan-istri.html].

Catatan:

  1. Sebisa mungkin anda pertahankan pasangan anda ( istri ) dengan tidak menceraikannya,jika tidak ada alasan syar’i untuk menceraikannya.
  2. Hendaknya anda sebisa mungkin melobi orang tua anda, agar jangan menceraikan atau melarang nikah dengan istri atau calon pasangan anda.
  3. Cermati baik-baik ,mungkin ada sikap istri atau pasangan anda yang tidak disukai ibu anda,maka hendaknya anda sebisa mungkin memperbaiki istri anda.
  4. Berdo’ a kepada Allah minta yang terbaik.

 

 

Demikian pemaparan diatas.

Allahu ‘alam.
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Berbohong Ketika Berkenalan Dengan Seseorang?

Pertanyaan:

Apa hukumnya apabila kita sudah menikah, saat ditanya orang kita jawab belum menikah, pada saat kenalan ?

Jawaban:

Tidak boleh berkenalan dengan wanita yang bukan mahramnya jika tidak ada hajjah (kebutuhan yang mendesak), begitu sebaliknya,karena jika selain itu akan bisa terjadi timbulnya fitnah.

Dari Usamah bin Zaid radliallahu ‘anhuma berkata; dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah setelahku yang lebih dahsyat bagi kaum laki-laki melebihi fitnah wanita.” ( HR.Bukhari,5096, dan Muslim 2740)

Namun jika ingin bermaksud Taa’ruf untuk menikahinya, maka hendaknya datangi walinya (orang tuanya).

Adapun jika ada hajjah (kebutuhan yang mendesak) dahulu ada seorang wanita datang langsung menemui Rasulullah, untuk sesuatu kebutuhan yang ia menginginkan agar Nabi menikahinya, maka kala itu nabi ﷺ tidak menghardiknya.

Dari Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu ia berkata;

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي وَهَبْتُ مِنْ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيلًا فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا قَالَ مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي فَقَالَ إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِيَّاهُ جَلَسْتَ لَا إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا فَقَالَ مَا أَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَلَمْ يَجِدْ فَقَالَ أَمَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ قَدْ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Sesungguhnya aku menghibahkan diriku.” Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata, “Nikahkahkanlah aku dengannya, jika memang Anda tidak berhasrat padanya.” Beliau bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?” laki-laki itu berkata, “Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini.” Beliau bersabda: “Jika kamu memberikannya dan kamu duduk tak berkain. Carilah sesuatu.” Laki-laki itu menjawab, “Aku tidak mendapatkan sesuatu.” Beliau bersabda lagi: “Carilah, meskipun hanya berupa cincin besi.” Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya: “Apakah kamu hafal sesuatu dari Al Qur`an?” laki-laki itu menjawab, “Ya, yaitu surat ini dan ini.” Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al Qur`anmu.”(HR.Bukhari, no 5135)

Kenapa Harus Berbohong

Seorang Muslim hendaknya memiliki karakter yang jujur bukan suka berbohong.

Dari Abdullah radliallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta.” (HR.Bukhari 6094 dan Muslim 2607)

Berbohong Adalah Tanda Atau Sifat Orang Yang Munafik

Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:

مِنْ عَلَامَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Di antara tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara niscaya dia berbohong, apabila dia berjanji niscaya mengingkari, dan apabila dia dipercaya niscaya dia berkhianat.”
(HR.Bukhari 33 dan Muslim 59)

Dari Penjelasan di atas, hendaknya seorang Muslim bersikap jujur dan menjauhi sifat berbohong.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Diperbolehkan Bersalaman Dengan Kakak Ipar?

Pertanyaan :

Ustadz, apakah boleh bersalaman dengan istri kakak/abang (kakak ipar)?

Jawaban :

Seorang lelaki tidak boleh bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya, begitu juga sebaliknya, sebagaimana dalam beberapa hadist :

Rasulullah ﷺ Tidak bersalaman dengan Wanita

Rasulullah ﷺ bersabda:

َ إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

“Sesungguhnya saya tidak bersalaman dengan wanita.” (HR. Nasa’i 4181 ,ahmad 25767, Malik 1893, Ibnu Majah, 2874)

Ancaman Bagi yang Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahramnya

Rasulullah ﷺ juga bersabda :

لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

“Sesungguhnya andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi, hal itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrâni dalam al-Mujamul Kabîr no.486, 487 dan ar-Rûyânî dalam Musnadnya II/227. Hadits ini dihukumi berderajat hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahîhah no. 226)

Ipar Adalah Maut Dan Ipar Bukanlah Mahram

Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

” إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ “. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ : ” الْحَمْوَالْمَوْتُ “.

“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR.Bukhari 5232,Muslim 2172)

Kesimpulan :

Tidak boleh seorang lelaki bersalaman dengan istri saudara (ipar) nya, begitu juga sebaliknya seorang wanita tidak boleh bersalaman dengan suami saudari (ipar) nya, karena mereka bukanlah mahram.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Berjabat Tangan Dengan Orang Yang Sudah Tua

Pertanyaan :

Assalammualaikum wr.wb
saya mau tanya nih sama ustad/ustadzah, saya mau belajar hijrah dimulai dari hal2 kecil. Saya sering sekali bersalaman dengan non mahram lalu saya mau bljr untuk tidak melakukannya lagi tp bagaimana hukumnya jika bersalaman/cium tangan dengan yg lebih tua tapi bukan mahram contohnya dengan guru atau dengan tetangga yang lebih tua. Mhn penjelasannya terimakasih
Wassalammualaikum wr.wb

Jawaban :

Seorang lelaki tidak boleh bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya, begitu juga sebaliknya, sebagaimana dalam satu hadist :

Rasulullah ﷺ bersabda:

َ إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

“Sesungguhnya saya tidak bersalaman dengan wanita.” (HR. Nasa’i 4181 ,ahmad 25767, Malik 1893, Ibnu Majah, 2874)

Rasulullah ﷺ juga bersabda :

لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

“Sesungguhnya andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi, hal itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrâni dalam al-Mujamul Kabîr no.486, 487 dan ar-Rûyânî dalam Musnadnya II/227. Hadits ini dihukumi berderajat hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahîhah no. 226.)

Pertanyaan ini pernah di ajukan oleh syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah tentang lelaki bersama- salaman dengan para wanita, beliau menjawab :

لا يجوز للإنسان أن يصافح امرأةً ليست من محارمه، حتى ولو كانت كبيرة؛ لأنه كما يقال: لكل ساقطة لاقطة. والكبيرة ربما تكون كبيرة السن لكن لحمتها لحمة شابة فتحصل الفتنة. وخلاصة الجواب: لا يجوز لإنسان أن يصافح امرأةً، إلا من كانت زوجته أو من محارمه.

Tidak boleh seorang lelaki bersalaman dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, walaupun wanita yang sudah tua,sebagaimana disebutkan dalam satu perkataan bijak “likulli saqithoh laqithoh”. Wanita yang sudah tua,kadangkala umurnya saja yang sudah tua,akan tetapi semangat (ghirahnya) seperti semangat pemudi, maka hal itu bisa terjadi fitnah.
Ringkasnya : Tidak boleh seseorang lelaki bersalaman dengan seorang wanita kecuali ia bersalaman dengan istrinya atau dengan mahramnya. (Silsilah liqa’ syahri (66), Fatawa al Mar’ah.

Kesimpulan :

Seorang lelaki tidak boleh bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya, baik itu wanita yang masih muda maupun sudah tua.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Rokok Dan Sikap Ketika Orang Tua Menyuruh Membeli Rokok

Pertanyaan :

Bolehkah kita menolak kalau ayah menyuruh membeli rokok?

Jawaban :

Rokok mengandung zat- zat yang berbahaya bagi tubuh manusia, dan syariat islam telah menjelaskan bagaimana hukum mengkomsusinya, karena di tinjau dari sisi syariat, rokok adalah suatu yang buruk, menyia – nyiakan harta, dapat menggangu orang lain, memberikan mudharat dan dapat membunuh secara perlahan bagi yang mengkomsusinya.

DALIL – DALIL TENTANG HARAMNYA ROKOK :

Dalil-dalil tentang haramnya rokok

1. Rokok adalah sesuatu yang buruk dan kotor (khabiits)

Allah Ta’la berfirman :

يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (Qs.al a’raf : 157)

Ayat yang agung diatas nenunjukkan dihalalkan yang baik-baik dan haramkan yang buruk-buruk, tidak diragukan lagi bahwa orang berakal mengetahui bahwa rokok adalah suatu yang buruk (kotor).

2. Merokok merupakan menyia-nyiakan harta.

Allah Ta’la berfirman :

وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا,إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(Qs. al Isra : 26-27)

Dan Allah Ta’la juga berfirman :

وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs.al An’am : 141)

Dan Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Allah membenci untuk kalian tiga hal: “Orang yang menyampaikan setiap hal yang didengarnya, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya”.(Muttafaaqun ‘alaihi)dari hadist al Mughira bin syu’bah.

Tidak diragukan lagi bahwa merokok merupakan perbuatan menyia-nyiakan harta dan di dalamnya terdapat berlebih – lebihan (pemborosan harta,pent) dan perbuatan mubazir.

3. Rokok Memiliki bau yang tidak sedap (busuk) yang dapat menggangu orang lain.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

“Barangsiapa makan bawang merah atau bawang putih, hendaklah menyingkir dari kami –atau dengan redaksi ‘agar dia menyingkiri- masjid kami, dan duduklah di rumahnya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Bau rokok lebih bau dari pada bawang merah atau bawang putih, dan di dalam syariat islam dilarang menyakiti seorang muslim (dengan asap rokok,pent)

4. Rokok Dapat menyebabkan Penyakit yang mematikan,seperti Kanker dan Tubercolusis.

Allah Ta’la berfirman :

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan (Qs.al Baqarah : 195).

5. Merokok dapat membunuh diri secara perlahan, dan merokok seperti minum racun.

Allah Ta’la berfirman :

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs.an Nisa’ : 29).

Dan Nabi ﷺ bersabda,

وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

“Barangsiapa membunuh dirinya dengan meminum racun maka dia akan merasai racun itu dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya.” ( HR.Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).

Karena rokok banyak mengandung racun (zat-zat yang berbahaya,pent), dan selain itu perokok membunuh diri (peroko)secara perlahan -lahan,dan ia seperti orang yang meminun racun.

6. Rokok dapat memudharatkan dan Menimbulkan Madharat.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار

“Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah,dengan sanad yang shahih, dari hadist Ibnu abbas dan ‘ubadah, lihat Shahihul Jami’ 7393, Irwaul Ghalil,888, dan Silsilah Hadist Shahihah, 250)
[ Lihat, Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, 39-41]

Pendapat Para Ulama Tentang Haramnya Rokok

1. Ulama – Ulama Syafi’iyah yang mengharamakan rokok diantaranya ,yaitu :

  1. Ibnu A’lan, beliau pensyarah “Riyadhus Shalihin” dan “al adzkar” (karangan Imam Nawawi,pent) dan kitab selain keduanya, beliau memiliki dua risalah tentang haramnya rokok.
  2. Syaikh Abdurrahman al Ghazzi.
  3. Ibrahim bin jam’an,dan selain mereka.

2. Ulama – Ulama Malikiyah yang mengharamakan rokok,yaitu :

1. Kunun Muhasyi (syarhu Abdul Baqi ‘ala Mukhtashor Khalil) berkata : Kebanyakan Ulama-Ulama Mutaakhirin melarang dan keras (terhadap perokok)

2. Al ‘Alim Al Muhaqiq Abu Daud Sayyidi Abdurrahman al Fasiy dan ulama-ulama Malikiyah, dan yang lainnya.

3. Ulama – Ulama Hanafiyah yang mengharamakan rokok,diantaranya yaitu :

  1. Syaikh Muhammad al Ainiy,beliau memiliki dua risalah tentang pengharaman rokok.
  2. Syaikh Muhammad al Khowajah
  3. Isa as Syahawi al Hanafi.
  4. Makki bin Farrukh,dan ulama-ulama hanafiyah lainnya.

4. Ulama – Ulama Hambali yang mengharamakan rokok,diantara mereka :

  1. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  2. Syaikh Muhammad bin Ibrahim.
  3. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di, dan selain mereka. [Lihat,Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, 43-44]

Risalah Atau Kitab Yang Membahas Tentang Haramnya Rokok

1. Syaikh Muhammad bin Abdullah al Masuti, beliau sangat tegas dalam permasalahan Rokok dan orang yang mengkomsusinya, di dalam “al i’lam oleh Dzarkasyi (6/245-246), beliau Syaikh Muhammad bin Abdullah al Masuti memiliki tiga Risalah tentang haramnya rokok diantaranya :

  1. Tabshiratul Ikhwan Fi Bayani Adhrorit Thabghi al Masyhur bid Dhukhon.
  2. al Idhoh wat thibyan Fii Hurmatid Tadkhin.

2. Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, beliau memiliki risalah “Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin”.

Dari uraian diatas, menjelaskan kepada kita bahwa hukum Rokok adalah Haram

Adapun ditinjau secara medis jelas bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan dan menyebabkan kematian.

Dikutip dari Lung.org, banyak bahan kimia yang terkandung dalam rokok sebenarnya dipakai dalam beberapa produk yang kita pakai sehari-hari, seperti berikut:

Acetone : ditemukan di cairan pembersih kuteks (cat kuku)
Asam asetat: bahan cat rambut
Amonia: pembersih rumah yang umum digunakan
Arsenik: digunakan pada racun tikus
Benzene: ditemukan di semen karet
Butane: digunakan dalam cairan korek
Kadmium: komponen aktif dalam asam baterai
Karbon monoksida: tercipta dari asap knalpot
Formaldehida: cairan pengawet
Hexamine: ditemukan di cairan korek barbekyu
Lead: digunakan dalam baterai
Naphthalene: bahan dalam kapur barus
Methanol: komponen utama bahan bakar roket
Nikotin: digunakan sebagai insektisida
Tar: material untuk mengaspal jalan
Toluene: digunakan untuk bahan cat.(www.hellosehat.com)

 

Lalu bagaimana jika diperintah orang tua untuk membeli rokok, sementara sudah kita ketahui rokok itu haram, apakah harus di taati?

Islam mengajakan agar berbuat baik kepada kedua orang tua,

Allahu ta’la berfirman :

۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu hadist disebutkan,
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari 5971 dan Muslim no 2548)

Kedua dalil di atas menunjukkan seorang anak hendaknya berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya, namun perlu kita ketahui disini bahwa ketaatan dan kepatuhan kepada kepada kedua orang tua adalah dalam hal yang ma’ruf (baik) yang tidak melanggar syariat Allah ta’la.

Oleh karena itu tidak boleh mentaati orang tua jika diperintah untuk membeli rokok, karena menghisap rokok hukumnya haram, sebagaimana pembahasan di atas.

Dan ini juga termasuk dalam firman Allah ta’ala :

ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Qs.al Maidah :2)

Dan ini juga termasuk dalam hadist Nabi ﷺ :

Rasulullah ﷺ bersabda:

َ لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

“Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah” (HR.Ahmad,19732)

Kesimpulan :

1. Mengkonsumsi rokok hukumnya haram sebagaimana yang dijelaskan pada pembahasan diatas.
2. Tidak boleh mentaati orang tua jika diperintah untuk membeli rokok,karena menghisap rokok hukumnya haram.
3. Hendaknya menolak dengan cara yang baik.
4. Beri tahu orang tua,bahwa rokok itu dilarang di dalam islam,karena merugikan kesehatan tentunya dengan cara yang bijaksana.
5. Do’kan orang tua agar ia mau bertaubat dan menerima kebenaran.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh

Ustadz Dzulfadhli M,BA.

Hukum Menyadap Handphone

Pertanyaan :

Assalammu’alaikum warahmatullah
Ada sebuah perusahaan swasta yg bergerak di bidang jasa penyelidikan dan pengawasan atau biasa kita kenal dgn nama detektif.
Adapun salah satu jasa yg ditawarkan ialah bisa menyadap HP seseorang yaitu bisa mengetahui panggilan masuk, pesan, dan semua aktifitas di hp tersebut, ada klien seorang ibu rumah tangga yg curiga terhadap suaminya meminta agar hp suami nya di sadap.
Bagaimana hukumnya secara Syar’i apakah di bolehkan menyadap HP seseorang dgn tujuan mencari tau sebuah kebenaran?

Jawaban :

Meyadap Handphone,atau media lainya itu berarti Tajasus yaitu mencari tau aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan, yang mana mereka tidak suka kalau orang lain tau.

Tajasus didalam Al Qur’an

Allah Ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. (Qs.al Hujurat :12)

Imam Ibnu Katsir menjelasakan tentang,
Firman Allah Ta’la :

{وَلا تَجَسَّسُوا}

Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain.

Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras.

Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ta’la yang menceritakan perihal Nabi Ya’qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (Yusuf: 87)
Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا”

“Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Al-Auza’i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. (Tafsir AlQur’anul A’dzim,oleh Ibnu Katsir,1748 cet,Dar Ibnu Hazm)

Tajasus didalam Hadist

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَحَسَّسُوا ، وَلَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَدَابَرُوا ، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا “.

“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari isu (memata-matai), saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR.Bukhari,no 6064)

Dalam hadist lainnya,
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata;

صَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ فَنَادَى بِصَوْتٍ رَفِيعٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

Rasulullah ﷺ menaiki mimbar lalu menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai sekalian orang yang telah berIslam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula kalian memperolok mereka, jangan pula kalian menelusuri dan membongkar aib mereka, maka barang siapa yang menyelidiki aib saudaranya seIslam niscaya Allah akan menyelidiki aibnya dan barang siapa yang aibnya diselidiki aibnya oleh Allah niscaya Allah akan membongkar aibnya meskipun di dalam rumahnya sendiri.” (HR.Tirmidzi,no 2032)

Didalam hadist di atas telah di jelasakan bahwa diharamkan melakukan tajasusus yaitu mencari tahu aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan.

Namun ada tajasus yang diperbolehkan jika ada mashlahat dan menolak mafsadat, seperti spionase terhadap musuh islam.

Spionase adalah suatu praktik pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasimengenai sebuah organisasi atau lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari informasi tersebut.
[https://id.m.wikipedia.org/wiki/Spionase.]

Kemudian Tajasusus dibolehkan untuk mengantipasi aksi terorisme ,mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat yang itu di tinjau dari segi maslahat bukan mudharat ataumafsadat.

Diantara hadistnya adalah,
Dari Jabir ia berkata;

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيَّ وَإِنَّ حَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ

Rasulullah ﷺ bersabda pada perang Ahzab: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair berkata; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair menjawab; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Lagi-lagi Az Zubair menjawab; “Saya.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki hawariy (pengikut setia) dan hawariyku adalah Az Zubair.” ( HR.Bukhari,no 4113)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah pernah menyatakan dalam fatwa beliau tentang tajasus untuk menghilangkan kemungkaran, beliau mengatakan :

Tajasusus tidak dibolehkan kecuali ada Qarain (Tanda-tanda ) adanya kemungkaran yaitu tanda-tanda yang kuat kemudian tidak boleh seorangpun melakukan tajasus. (lihat selengkapnya Liqa’ al bab Maftuh- Syarith no 232 )

Kesimpulan :

1. Tidak boleh istri memata- matai, curiga atau suudz dzhon (berprasangka buruk ) terhadap suami, hendaknya mengedapankan husnu Dzhan (baik sangka) agar rumah tangga tetap harmonis, dalilnya,

Dari Jabir dia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلًا يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Rasulullah ﷺ melarang seorang laki-laki mengetuk pintu rumah isterinya (saat kembali dari perjalanan) di waktu malam dengan maksud hendak memergoki atau mencari-cari kesalahan mereka.” (HR.Muslim,715)

Namun jika terbukti atau jelas-jelas ada tanda-tanda yang kuat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran yg dilakukan suami, hendak suami diberi nasehat, dan disuruh bertaubat jika benar terbukti melakukan kemungkaran, panggil seseorang yang ditokohkan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Adapun menyadap handphone suami atau mengecek apa yang ada handphone suami tanpa seizinya, hal ini tidak di bolehkan, hendaknya seorang muslim atau muslimah berbaik sangka dengan kaum muslimin lainnya, terlebih lagi dengan pasangannya.

2. Adapun lembaga ataupun instansi yang melaksanakan praktek pengintain, hendaknya dilakukan jika ada maslahatnya seperti spionase terhadap musuh islam mengantipasi aksi terorisme, mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran, dan itupun harus ada syaratnya ( Qarain Qowiyah) tanda-tanda yang kuat menunjukkan akan hal itu.

3. Ketahuilah,walau bagaimanapun kadangkala seorang muslim itu memiliki aib, maka janganlah mengumbar aib – aib mereka atau mencari tau aib-aib kesalahan meraka. Simaklah hadist berikut ini,

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ telah bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” ( HR.Muslim,no 2699)

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.