Hukum Menggunakan Darah Kambing untuk Mengobati Penyakit Kulit

Hukum Menggunakan Darah Kambing :

Bismillah

Assalamu’alaikum warrahmatullah.

‘Afwan menyita waktunya Ustadz. Ana mau bertanya. Apa hukumnya mengobati penyakit kulit dengan mencelupkan lukanya ke darah binatang (kambing) yang baru aja disembelih. Karena ana mau potong kambing, sementara ada keluarga yang minta darahnya. Hal demikian tanpa diiringi keyakinan yang berbau kesyirikan. Namun belum terbukti secara ilmiah, hanya dari mulut ke mulut orang tua terdahulu.

Jawaban

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه وبعد
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Rincian untuk masalah ini:

Mengambil sesuatu menjadi sebuah sebab yang boleh untuk ditempuh, harus terpenuhi 2 syarat:

  1. Sesuatu tersebut dinyatakan secara syar’i, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits yang shohih sebagai sebab yang diakui. Contohnya madu, ruqyah syar’i, habbatussauda, dan lain-lain. Ini disebut oleh para ulama sebagai Sebab Syar’i.
  2. Sesuatu tersebut tidak disebutkan dalam dalil syar’i namun terbukti secara klinis (lulus uji klinis) atau teruji menurut pengalaman dan penelitian para ahli bahwa ia memiliki pengaruh kesembuhan yang hakikatnya Allah jadikan ia memiliki daya sembuh yang kemudian ditemukan manusia. Contohnya seperti kunyit untuk penyakit lever, pil Kina untuk demam, dan lain-lain. Ini disebut oleh para ulama sebagai Sebab Qodari.

 

Bila sesuatu dijadikan sebagai sebab sementara tidak disebutkan dalam dalil Al-Qur’an maupun hadits yang shohih, tidak juga ada pernyataan ahli dalam masalah tersebut serta belum lulus uji klinis maka tindakan menjadikannya sebagai sebab yang ditempuh terhitung syirik kecil ( الشرك الأصغر ) . Karena seolah -olah ia menebak dan mengetahui perkara yang ghaib. Namun bila ia meyakini sesuatu tersebut mampu memberikan kesembuhan dengan sendirinya tanpa kekuasaan Allah, maka telah terjerumus ke dalam Syirik Besar (الشرك الأكبر ).

Lebih – lebih ternyata sebab tersebut terhitung najis. Maka tidak dibenarkan. Pada kasus yang ditanyakan, darah yang keluar dari leher hewan yang disembelih adalah najis. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لَّاۤ اَجِدُ فِيْ مَاۤ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗۤ اِلَّاۤ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ}

Katakanlah, Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir (dari luka leher yang disembelih), daging babi, karena semua itu kotor atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am 6: Ayat 145).

 

Tidak Boleh Berobat dengan Menggunakan Najis

Bila darah yang najis dijadikan obat maka telah melanggar larangan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadits- hadits berikut:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ:« ﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ اﻟﺪﻭاء اﻟﺨﺒﻴﺚ.» ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﻭاﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭاﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ

Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه berkata: ” Rasulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ melarang dari obat yang najis.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

«ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺧﻠﻖ اﻟﺪاء ﻭاﻟﺪﻭاء ﻓﺘﺪاﻭﻭا وﻻ ﺗﺘﺪاﻭﻭا ﺑﺤﺮاﻡ »رواه الطبراني ﻋﻦ ﺃﻡ اﻟﺪﺭﺩاء. (ﺻﺤﻴﺢ) اﻧﻈﺮ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻗﻢ: 1762 ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺠﺎﻣﻊ

“Sesungguhnya Allah telah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah! Namun jangan berobat dengan yang harom!!” (HR. Thobroniy)

والله تعالى أعلم

 

Baca juga : Bolehkah Menggantikan Kewajiban Shalat Orang Tua Yang Sedang Koma

 

Hukum Menggunakan darah kambing

Hukum Seorang Laki-Laki Menjadi Dokter Kandungan

Hukum laki-laki menjadi dokter kandungan.

Assalamu’alaikum ustadz,

Afwan ana mau bertanya, apa hukumnya bekerja sebagai dokter kandungan laki-laki dimana pekerjaan ini mengharuskan saya untuk melihat kemaluan wanita sedangkan dalam wilayah kerja ada dokter spesialis kandungan wanita. Apakah hasil penghasilan yang saya dapat haram atau bagaimana ustadz?

Pertanyaan ini pernah di tanyakan kepada syaikh Abdullah bin Jibrin

Dokter spesialis kandungan (Sp.OG) pasti akan sering melihat dan memegang aurat besar wanita. Bagaimana jika seorang dokter laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan.

Pertanyaan:

فضيلة الشيخ، هل يجوز لرجل أن يتخصص في دراسة أمراض النساء والولادة ويصبح طبيبا في هذا المجال أم لا يجوز؟ وجهونا أثابكم الله

Wahai syaikh, apakah boleh bagi seorang laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan?

جـ – الأصل أن طب النساء كطب الرجال في أغلب الأمراض كالرأس والأسنان والبطن والأعضاء الظاهرة والخفية، فمن تعلم طب الباطنية ونحوه عرف العلاج للرجال والنساء، لكن هناك أمراض تختص بالنساء كأمراض الرحم والحيض والحمل والثديين ونحوها، والواجب فيها أن يتعلمها النساء حتى يعالج بعضهن بعضا، ولا يعوزهن ذلك إلى التطبب عند الرجال مما يستلزم التكشف ونظر الرجل الأجنبي إلى عورات النساء وزينتهن، ومع ذلك فالواقع أن هناك الكثير من الرجال تخصصوا في أمراض النساء والولادة مخافة أن تطرأ حالة لا يوجد فيها من النساء من يتولى ذلك أو من يحسنه، وهكذا يجوز لبعض النساء أن يتخصصن في أمراض الرجال الخاصة بهم مخافة وجود حالات ضرورية طارئة لا يوجد من يتولاها من الرجال، ولكن الأصل اختصاص كل جنس بما يخصه، والله أعلم

Jawaban:

Hukum asalnya, ilmu kedokteran/penyakit tentang wanita sebagaimana laki-laki pada mayoritas penyakit. Seperti (penyakit) kepala, gigi, perut dan anggota badan yang nampak atau tidak. Maka siapa saja yang mempelajari ilmu kedokteran Penyakit Dalam atau sejenisnya, maka ia akan mengetahui pengobatan (yang sama) bagi laki-laki dan wanita.

Akan tetapi ada penyakit yang khusus pada wanita saja seperti penyakit di rahim, penyakit gangguan haidh, penyakit payudara dan sejenisnya. Wajib hukumnya para wanita mempelajarinya agar mereka mengobati sesama wanita. Sehingga mereka tidak perlu berobat kepada laki-laki yang berkonsekuensi seorang laki-laki ajnabi (bukan mahram) melihat dan menyingkap aurat dan perhiasan para wanita.

Akan tetapi kenyataannya, banyak laki-laki yang menjadi dokter spesialis kandungan karena dikhawatirkan tidak didapati adanya dokter wanita spesialis kandungan (di tempat tersebut). Demikian pula, boleh bagi sebagian wanita mempelajari penyakit khusus pada laki-laki karena dikhawatirkan ketika ada keadaan darurat yang pada saat itu tidak didapati dokter laki-laki. Akan tetapi hukum asalnya mengkhususkan setiap jenis sesuai dengan jenisnya (dokter laki-laki mengobati laki-laki dan sebaliknya, pent)

Sumber: Fawata Asy syar’iyyah fi masa’ilit thibbiyah, syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Hukum Kawat Gigi atau Behel, Memutihkan Gigi Mengikir Gigi Demi Kecantikan

Assalamualaikum ustad….mau bertanya ni ustad….ada anak teman saya akhwat. Kebetulan beliau mengambil fakultas kedokteran gigi di usu. Apa hukumnya behel, memutihkan gigi, mengikir gigi dgn tujuan utk mempercantik diri ????

Jawaban :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Kalau merenggangkan gigi dalam rangka untuk kecantikan maka di haramkan, karena itu termasuk merubah ciptaan Allah ta’la dan bagian dari tadlis ( penipuan),dan pelakunya akan di laknat oleh Allah ta’la.

Dalam satu riwayat di sebutkan, Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata :

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ مَا لِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ

“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato dan wanita yang mencukur alis matanya serta yang merenggangkan giginya (dengan kawat dll) untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah ﷺ sementara telah tertulis dalam kitabullah.” (HR.Bukhari 5948 dan Muslim 2125).

Akan tetapi, jika dalam rangka pengobatan maka di perbolehkan, baik itu mengikat dan mempererat gigi dengan emas jika di khawatirkan akan tanggal, dan di bolehkan memakai gigi palsu, semua itu di bolehkan dalam rangka darurat.
(Lihat selengkapnya di al-Mughni 3/15-16 dan Shahih Fiqih Sunnah 3/56).

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.