Hukum Pasangan Suami Istri Bercumbu Ketika Sedang Berpuasa

Islam merupakan  agama yang mudah yang di turunkan Allah subhanahu wa ta’ala, segala pemasalahan yang berkaitan dengan syariat-Nya telah diatur  di dalam Al-Qur’an dan sunnah melalui lisan Nabi dan di jelaskan para ulama Ahlusunnah waljama’ah. Allah azza wa jalla berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj: 78)

Nabi ﷺ juga bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari no. 39)

Beliau  juga bersabda :

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِين

“Sesungguhnya kalian diutus untuk mendatangkan kemudahan. Kalian bukanlah diutus untuk mendatangkan kesulitan.” (HR. Bukhari no. 6128)

Dalam kesempatan ini kita akan membahas bagaimana hukumnya bercumbu bagi orang yang berpuasa.

Didalam Shohih Bukhari dibawakan Bab “Mencumbu Istri Bagi Orang yang Berpuasa”, An -Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan Bab “Penjelasan bahwa mencium istri ketika puasa tidaklah terlarang bagi orang yang syahwatnya tidak begitu menggelora”.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

((كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِه ))

“Nabi  biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau  dalam keadaan berpuasa. Beliau  melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.” (HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106)

Mubasyaroh adalah saling bersentuhnya kulit (bagian luar) antara suami istri selain jima’ (bersetubuh), seperti mencium. (Shohih Fiqih Sunnah, 2/111).

Fatwa Ulama Tentang Bercumbu Bagi yang Berpuasa.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah ditanya:

Jika seorang pria mencium istrinya di bulan Ramadhan atau mencumbuinya, apakah hal itu akan membatalkan puasanya atau tidak .?

Beliau menjawab:

Suami yang mencium istrinya dan mencumbuinya tanpa menyetubuhinya dalam keadaan berpuasa, adalah dibolehkan dan tidak berdosa, karena Nabi  pernah mencium istrinya dalam keadaan berpuasa, dan pernah juga beliau mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi jika dikhawatirkan dapat terjadi perbuatan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena perbuatan itu dapat membangkitkan syahwat dengan cepat, maka hal demikian menjadi makruh hukumnya. Jika mencium dan mencumbui menyebabkan keluarnya mani, maka ia harus terus berpuasa dan harus mengqadha puasanya itu tapi tidak wajib kaffarah baginya menurut sebagian besar pendapat ulama, sedangkan jika mengakibatkan keluarnya madzi maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ulama, karena pada dasarnya hal tersebut tidak membatalkan puasa dan memang hal tersebut sulit untuk dihindari. (Fatawa Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/164)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya:

Bolehkah orang yang sedang puasa memeluk istrinya dan mencumbuinya di atas ranjang pada bulan Ramadhan?

Beliau menjawab:

Ya, boleh bagi orang yang sedang berpuasa untuk mencium dan mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa, baik di bulan Ramadhan maupun bukan di bulan Ramadhan. Akan tetapi jika hal itu menyebabkannya mengeluarkan mani, maka puasanya batal, walaupun demikian wajib baginya untuk meneruskan puasanya serta diwajibkan pula baginya mengqadha puasa hari itu. Jika hal itu terjadi bukan pada bulan Ramadhan maka puasanya batal dan tidak perlu meneruskan puasanya pada sisa hari itu, akan tetapi jika puasanya adalah puasa wajib maka wajib baginya untuk mengqadha puasa itu, namun jika puasa itu sunnat maka tidak masalah baginya.
(Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Ifta Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin)

Apakah yang tua dan muda boleh mencumbu (mubasyaroh) atau mencumbu istrinya ketika puasa?

An Nawawi berkata, “Adapun orang yang bergejolak syahwatnya, maka haram baginya melakukan semacam ini, menurut pendapat yang paling kuat dari Syafi’iyah. Ada pula yang mengatakan bahwa hal semacam ini dimakruhkan yaitu makruh tanzih (tidak sampai haram).

Sedangkan Al Qodhi mengatakan, “Sekelompok sahabat, tabi’in, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk melakukan semacam ini. Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auza’i dan Imam Asy Syafi’i melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja. Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak bolehkan ketika melakukan puasa wajib.

Namun, mereka bersepakat bahwa melakukan semacam ini tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu. Para ulama tersebut berdalil dengan hadits yang sudah masyhur dalam kitab Sunan yaitu sabda Nabi , “Bagaimana pendapatmu seandainya engkau berkumur-kumur?” Makna hadits tersebut: Berkumur-kumur adalahmuqodimah dari minum. Kalian telah mengetahui bahwa melakukan hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Begitu pula dengan mencium istri adalahmuqodimah dari jima’ (bersetubuh), juga tidak membatalkan puasa.” (Syarh An Nawawi, 4/85)

Dalam sebuah riwayat disebutkan

Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash, dia berkata,

كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ شَابٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَبِّلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ لَا فَجَاءَ شَيْخٌ فَقَالَ أُقَبِّلُ وَأَنَا صَائِمٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَنَظَرَ بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ عَلِمْتُ لِمَ نَظَرَ بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ إِنَّ الشَّيْخَ يَمْلِكُ نَفْسَهُ

Ketika kami sedang bersama Nabi ﷺ datanglah seorang pemuda seraya bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku mencium (isteriku) padahal aku sedang berpuasa?” “Tidak”, jawab beliau. Lalu ada seorang kakek-kakek datang dan bertanya; “Apakah aku boleh mencium (isteriku) padahal aku sedang berpuasa?” Ya”, jawab beliau. Ia berkata; lalu kamipun saling memandang satu sama lain, maka Rasulullah  bersabda: “Aku tahu kenapa kalian saling berpandangan satu sama lain; sesungguhnya orang yang sudah tua itu dapat menahan nafsu syahwatnya.” (Hasan: HR.Ahmad 6451)

Allahu ‘alam

Penyusun : Abu Yusuf Dzulfadhli Al Maidani

Sumber :

1. Al-Qur’anulkarim
2. Shohih Bukhari
3. Shohih Muslim
4. Shohih Fiqih Sunnah, 2/111
5. Fatawa Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/164
6. Fatawa Al-Jami’ah Lil Ifta Lil Mar’atil Muslimah
7 .Syarh An Nawawi, 4/85
8. http://www.almanhaj.or.id
9. Sifat Shaum Nabi fi Ramadhan
10. Dan dari berbagai sumber lainnya

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Berkata Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah

وهنا مسألة تتعلق بالصبيان، وهي أن بعض الصبيان يكون عمله باليسرى،فربما اعتاد الأكل والشرب باليسرى، فيجب أن يعود على اليمنى عند الأكل والشرب،وكذا ينبغي أن نعوده على تقديم اليمين في كل ما ينبغي فيه التيامن كالمناولة،لأن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن المناولة بالشمالوورد أن الشيطان يأخذ بشماله ويعطي بشماله،فإذا صحت هذه الجملة فالظاهر أن الأخذ باليسار للتحريم إلا لسبب

“Disini ada persoalan yang berkaitan dengan anak-anak. Yaitu sebagian anak pekerjaannya (dominan) dengan tangan kiri. Bisa jadi dia juga terbiasa makan dan minum dengan tangan kiri, maka wajib kita membiasakan mereka makan dan minum dengan tangan kanan. Dan begitu juga seharusnya kita membiasakan anak-anak untuk mendahulukan yang kanan pada segala sesuatu yang diharuskan mendahulukan yang kanan padanya, seperti memberikan (sesuatu), Karena Rasulullah ﷺ melarang dari memberikan sesuatu dengan menggunakan tangan kiri

Telah datang (dalil) bahwasanya syaithan mengambil dengan tangan kirinya dan memberi dengan tangan kirinya. Maka apabila shahih kalimat ini maka yang tampak bahwasanya mengambil dengan tangan kiri adalah haram kecuali ada sebab“.

Sumber: التعليق على صحيح مسلم المجلد الثاني ص ١١٠

Pemuda Yang Ingin Menikah Namun Masih Kuliah & Belum Bekerja

Pertanyaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz ana mau tanya, saya punya saudara laki-laki yg masih kuliah tetapi dia pingin atau ada niat menikah. tetapi ada saudara yang lain kurang setuju, dengan alasan dia belum lulus kuliah, belum bekerja, biaya hidup masih minta dari kakak-kakanya, dan lain lain.

Pertanyaannya,

  1. Bagaimana hukumnya laki-laki yang mau menikah tapi dari segi ekonominya dia belum mampu?
  2. Bagaimana tentang kakaknya yang menahan agar dia tidak menikah dulu, dengan alasan tersebut. apakah berdosa?

sukron atas jawabnya

Jawaban:

Kalau dia takut terjatuh pada perbuatan zina, maka menikah hukumnya wajib baginya, diantara pendapat ulama yg menyatakan bahwa hukum menikah melihat kondisi seseorang.

Kondisi orang seperti ini harus di bantu, dan tidak boleh dihalang- halangi, walaupun dia masih kuliah dan belum punya pekerjaan. Maka hendaknya setelah ia menikah nanti, ia di tuntut untum bekerja dan mencari nafkah untuk istrinya.

Allah ta’la berfirman:

وَتَعَاوَنُ عَلىَ البَرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa.” (Qs.Al Maidah : 2)

Namun jika pemuda tersebut, dia belum di hukumi wajib menikah, dia tidak khawatir terjatuh dari perbuatan zina maka disini ia di hukumi sunnah, maka lebih baik di menahan diri untuk menikah, sampai ia benar- benar mampu.

Nabi ﷺ bersabda:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج

Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia kalian menikah. (HR.Bukhari no.5066 dan Muslim no.1400)

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Haruskah Mengaku Dulu Pernah Berzina Saat Proses Taaruf?

Haruskah Mengaku Pernah Berzina?

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته

‘afwan ustadz, seorang akhwat (wanita) yg dulunya pernah berzina, kemudian dia melakukan ta’aruf dengan seorang ikhwan (pria). Apakah si akhwat ini mesti mengatakan kalo dulunya dia pernah berzinah?

Jawaban:

Jika Allah telah menutupi aibnya, maka tidak perlu dia membongkar lagi perbuatannya sendiri bahwa ia pernah melakukan zina, atau dia memberitahukan kepada si ikhwan yang akan melamarnya, bahwa ia sudah tidak perawan lagi.

Dan ikhwan tersebut tidak perlu mempertanyakan hal itu ,seperti ucapan “apakah kamu masih perawan?”.namun perlu di ketahui sang ikhwan hendaknya berhati- hati mencari pasangan hidup, dia harus mencari tahu dengan benar- benar siapa wanita yang hendak akan di nikahinya, jangan sampai mencari wanita yang berstatus pezina, namun jika si wanita yang pernah berzina tersebut sudah hijrah dan bertaubat maka tidak mengapa menikahinya, akan tetapi wanita tersebut harus melaksanakan dua syarat sebelum dinikahi.

Dalam hal ini wanita pezina ada dua syarat yang harus dia lakukan ketika dia akan menikah:

  1. Benar- benar bertaubat dengan taubat nasuha
  2. Bersih sekali haidh.

Didalam kitab Shahih Fiqih Sunnah di nyatakan, Tidak boleh menikah dengan wanita pezina, kecuali dua syarat :

Syarat pertama:

Bertaubat, karena taubat bisa menghilangkan sifat wanita yang haram dinikahi.
Nabi ﷺ pernah bersabda:

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR.Ibnu Majah, 4250, di hasankan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Ibnu Majah 2/418)

Syarat Kedua:

Membersihkan Rahimnya sekali Haidh, Ini merupakan syarat dari Imam Ahmad dan Imam Malik sebagaimana hadist Nabi ﷺ:

حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“wanita hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak hamil hingga mengalami satu kali haid.” (HR.Abu Daud,2157,Ahmad 3/62).

Pensyaratan bersih dari haid agar rahimnya bersih terlebih dahulu sebelum di nikahi (digauli), demikian cara menikahi wanita pezina (yang telah bertaubat,pent).
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/95).

Kesimpulan:

Boleh menikah dengan wanita pezina dengan syarat ia benar-benar bertaubat dari perbuatnya, dan bersih rahimnya satu kali haidh. Dan bagi si ikhwan tersebut tidak perlu bertanya apakah ia sudah tidak perawan lagi, ini akan menyakiti hati wanita tersebut apabila ia sudah benar- benar bertaubat, namun jika wanita tersebut masih mengerjakan praktek zina, maka jangan nikahi wanita- wanita seperti ini.

Nabi ﷺ memerintahkan kita menikah dengan wanita yang shalihah lagi baik agamanya.

Nabi ﷺ bersabda:

فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Pilihlah agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (HR.Bukhari no.5090 dan Muslim no.1466)

 

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Adab-Adab Malam Pertama Pernikahan Yang Sesuai Sunnah

Apa sajakah Adab-adab Malam Pertama Yang Sesuai Sunnah nabi ﷺ

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz,

Ustadz, bagaimana urutan-urutan pada saat sebelum melakukan hubungan intim (malam pertama) yang benar atau sesuai sunnah.

Mohon penjelasannya

Jazakallahu khairan

Jawaban:

Seorang yang akan menikah hendaknya mengetahui adab-adab malam pertama, agar menghadirkan suasana yang romantis kepada pasangannya, tentunya dalam memasuki malam pertama harus sesuai dengan syariat islam.

1. Suami mengucapkan salam kepada istri

Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha

أن النبي لما تزوجها، فأراد أن يدخل عليها، سلّم

“bahwa nabi ﷺ menikah dengannya, ketika beliau ingin masuk menjumpainya, beliau mengucapkan salam.” [Akhlaqun Nabi Oleh Abul Syaikh (199) dengan sanad hasan].Lihat juga Adabuz Zifaf hlm, 92 oleh syaikh Al Albani.

2. Suami bersikap Lemah lembut dengan menyuguhkan sesuatu kepada istrinya baik itu berupa minuman atau manisan

Dari Asma’ binti Yazid berkata, Sesungguhnya aku ketika merias aisyah untuk Rasulullah ﷺ, aku hampiri beliau aku ajak beliau untuk melihat dandanan aisyah, lalu beliau datang dan duduk di samping aisyah, kemudian aku beri beliau cangkir besar yang berisi susu, lalu beliau minum, kemudian beliau beri kepada aisyah, maka aisyah menundukkan kepalanya dan malu, berkata asma’ : akupun memamfaatkan kesempatan ini, dan aku katakan kepadanya :

خذي من يد رسول الله فأخت وشربت شيئا

Ambillah dari tangan Rasulullah ﷺ ,maka iapun mengambilnya dan meminumnya sedikit ( HR. Ahmad 6/452).

3.Meletakkan Tangan diatas kepala istri dan berdo’a untuknya

Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

إذا تزوج أحدكم امرأة أو اشترى خادما فليأخذ بناصيتها، وليسم الله عزوجل، وليدع بالبركة، وليقل : اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما فيها وشر ما جبلتها عليه

Apabila salah seorang dari kaliam menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak wanita maka peganglah ubun-ubunnya dan menyebut nama Allah azza wa jalla ,dan berdo’alah minta keberkahan, ucapkanlah: “Ya Allah aku memohon kepadamu dari kebaikan dirinya dan kebaikan yang kau ciptakan kepadanya, dan aku berlindung kepadamu dari keburukannya dan keburukan yang kau ciptakan padanya.” (HR.Abu Daud 2160 ,Ibnu Majah no 1918 dengan sanad Hasan)

4.Shalat Dua Rakaat

Yang demikian itu dari hadits abu sai’d maula abu asyad, dia berkata aku menikah dahulu aku berstatus budak, kemudian aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi ﷺ diantaranya, Abdullah bin Mas’ud, Abu dzar dan Hudzaifah Radhiallahu ‘anhum, azan berkumandang dan abu zar langsung maju ke depan, yang lain hadir berkata : tunggulah, ia menjawab bukankan seharusnya begini, mereka menukas : ya.

Abu said melanjutkan: aku maju bersama mereka, padahal aku adalah budak belian, lantas mereka mengajariku dan berkata:

إذا دخل عليك أهلك فصلِّ ركعتين ثم سل الله من خير ما دخل عليك وتعوَّذ به من شره، ثم شأنك وشأن أهلك

“Apabila istri datang, maka shalatlah dua rakaat, kemudian mintalah kepada Allah yang terbaik dari sesuatu yang masuk kepadamu dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya, selanjutnya terserah kamu dan istrimu.” (Syaikh albani Menisbatkan hadits ini pada ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih, lihat adabu zifaf 94)

5. Dianjurkan sebelum menemui istri bersiwak terlebih dahulu agar mulut bersih

Dari Syarih bin Hani berkata ; aku bertanya kepada Aisyah radhiallahu ‘anha;

بأي شيء كان النبي ﷺ

dengan apa Nabi ﷺ memulai masuk kedalam rumahnya, aisyah menjawab : dengan bersiwak (HR.Muslim no.253)

6. Menyebut Nama Allah dan berdo’a ketika Akan Berhubungan intim.

Dari Abdullah bin Abbas berkata; Nabi ﷺ  bersabda :

Setiap orang dari kalian kalau saja ketika mendatangi istrinya mengucapkan:

اللهم جنبني الشيطان، و جنب الشيطان ما رزقتنا، ثم قدر بينهما في ذلك -أو قضى ولد- لم يضره شيطان أبدا

“Ya Allah jauhkan aku dari setan, dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau anugrahkan kepada kami”, kemudian jika keduanya mendapatkan anak, maka setan tidak memudharatkan selama-lamanya. (HR.Bukhari no.5165 dan Muslim 1434).

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Referensi:

1.Adabu Zifaaf Oleh Syaikh Al Albani ،cet. Maktabah Islamy
2.Shahih Fiqih Sunnah Oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, cet. Maktabah Tauqifiyah.

Hukum Menutup Rahim Untuk Mencegah Kehamilan

Assalamualaikum Ustadz, Bagaimana jika seorang istri menutup rahim untuk mencegah kehamilan sudah sekitar 10 tahun, tetapi baru saja tahu hukumnya sekarang.

جزاك اللهُ خيرًا

Jawaban:

Menutup atau mencegah kehamilan secara total ataupun dengan diangkat rahimnya agar tidak hamil lagi selama-lamanya maka ini tidak ada khilaf tentang Keharamannya. Atau dia tidak mau hamil, khawatir takut anaknya kelak akan makan bersamanya, takut sempit rezekinya atau dia takut miskin, maka perbuatan ini jelas di haramkan, karena dia telah berburuk sangka kepada Allah ta’la, padahal Allah yang memberikan rezeki kepada mereka.

Allah ta’la berfirman:

وَلَاتَقْتُلُوْا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإيّاكُمْ

“Janganlah kamu membunuh anak- anakmu karena takut miskin, kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan kepada kalian.” (Qs.Al Isra : 31)

Namun jika kehamilan itu bisa menyebabkan dia resikonya meninggal atau yang semisalnya, maka tidak mengapa ia menutup rahim atau mengangkatnya agar tidak hamil untuk selama-lamanya, dan ini dilakukan hanya dalam kondisi darurat.

Sebagaimana kaedah fiqih menyatakan

الضرورة تبيح المحظورات

Kondisi Darurat atau terpaksa membolehkan hal-hal yang dilarang (yang semula diharamkan).

Adapun mencegah atau menutup sementara, baik itu dengan spiral, pil anti hamil dan lainnya untuk menjaga jarak kelahiran, maka hal ini sama hukumnya seperti ‘azl (Mengeluarkan sperma diluar farji istri) maka hukumnya adalah makruh.

Dalam kitab Shahih Fiqih sunnah di sebutkan, Dari Jabir ,bahwasannya ada seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ ,dia berkata:

Sesungguhnya saya memiliki budak wanita ,dan saya berbuat ‘azl kepadanya, kemudian Rasulullah ﷺ bersabda :

إنّ ذلك لن يمنع شيئا أراده الله

“Sesungguhnya hal itu tidak bisa menolak apapun yang di kehendaki Allah.” (HR.Muslim no.1439)

Dalam riwayat lain:

اعزل إن شئتَ، فإنه سيأتيها ما قُدِّرَ له

“Ber ‘azl lah jika kamu mau, karena sesungguhnya akan datang kepadanya, apa yang telah di tentukan oleh Allah ta’la untuknya.”

Dan dari Jabir juga beliau berkata:

كنا نعزل على عهد رسول الله ﷺ  والقرآن ينزل

Kami melakukan ‘azl pada zaman Nabi sementara Al Qur’an turun kala itu. (HR.Bukhari no.5208 dan Muslim no.1440).

Dari dalil- dalil diatas menunjukkan bahwa melakukan ‘azl hukumnya makruh (Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/189-190)

Kesimpulan:

haram hukumnya mengangkat rahim menutup atau mencegah Hamil secara total, kecuali darurat yang dapat menyebabkan kehilangan nyawa atau yang semisalnya.

Adapun jika anda telah melakukannya dan baru tau sekarang, maka bertaubatlah kepada Allah ta’la dan perbanyaklah istighfar kepada-Nya, sesungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat.

Adapun mencegah kehamilan sementara, untuk menjaga jarak kehamilan, maka hukumnya adalah makruh, dan lebih utama meninggalkannya, karena nabi ﷺ bangga dengan umatnya yang banyak , Nabi ﷺ bersabda :

تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم

“Nikahilah wanita- wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan) karena sesungguhnya aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian.” (HR. Abu Daud no.2050 dan Nasai’ no 3227 dan yang lainnya)

Allahu A’lam

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah (Bagian 1)

Berikut ini adalah Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah, insya allah tulisan ini akan ditulisa menjadi beberapa bagian.

1. Beragama Islam

Islam adalah agama yang sempurna, agama yang benar di sisi Allah ta’ala, agama yang memberikan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, dan islam adalah agama yang sesuai dengan perkembangan zaman sepanjang masa, Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali-Imran : 19)

Dan Allah ta’ala juga berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah aku ridhai Islam itu jadi agama bagi-Mu” (Q.S. Al-Maidah : 3)

Islam telah mengatur segala aspek kehidupan, baik dari sisi agama maupun sisi lainnya, seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan karakter, akhlak, mu’amalah, sosial, serta politik.

Begitu juga berkaitan tentang pernikahan, seorang lelaki hendaknya mencari pasangan yang shalihah, yang tentunya beragama Islam.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

Dalam tafsir Ibu Katsir disebutkan dalam menafsirkan ayat diatas:

Melalui ayat ini Allah mengharamkan atas orang-orang mukmin menikahi wanita-wanita musyrik dari kalangan penyembah berhala.

Dan firman Allah ta’ala:

وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah Ibnu Rawwahah. Dia mempunyai seorang budak wanita hitam, lalu di suatu hari ia marah kepadanya kemudian menamparnya. Setelah itu ia merasa menyesal, lalu lalu datang kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan kepadanya peristiwa yang telah dialaminya itu.

Rasulullah ﷺ bertanya padanya “Bagaimanakah perilakunya?”. Abdullah bin Rawahhah menjawab, “Dia puasa, shalat, melakukan wudhu dengan baik, serta bersakski bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai Abu Abdullah, kalau demikian dia adalah wanita yang beriman.”. Abdullah bin Rawahhah berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, aku benar-benar akan memerdekakannya, lalu akan aku nikahi.”.

Abdullahh ibnu Rawwahah lalu melakukan apa yang telah dikatakannya itu. Lalj ada sejumlah kaum muslimin yang mengejeknya dan mengatakan bahwa dia telah mengawini budak perempuannya. Mereka bermaksud akan menikahkan budak-budak wanita mereka kepada orang-orang musyrik karena faktor ingin mengambil keturunan dan kedudukannya. Maka Allah menurunkan firmannya,

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu” (Q.S. Al-Baqarah : 221).

Sumber: Karakteristik Sifat-Sifat Istri yang Shalihah, Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar, Lc 

Baca juga Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami Shalih (Bagian 1)

Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami Shalih (Bagian 1)

1. Beragama Islam

Suami yang shalih adalah seorang lelaki yang beragama Islam bukan beragama selain Islam, karena seorang yang tampak baik akhlak dan perilakunya akan tetapi ia bukan seorang yang memeluk agama islam, maka perbuatan yang ia lakukan tidaklah bermanfaat bagi dirinya, hingga ia memeluk islam dan beriman kepada Allah ta’la dan rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَاۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya makhluk.” (QS. Al-Bayyinah : 6)

Dan amalan yang dilakukan oleh orang-orang kafir akan sia-sia.

Allah ta’ala berfirman:

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَٰذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya din mereka sendiri.” (Q.S. Ali- Imran : 11)

Allah ta’la juga berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Q.S Al-Furqan : 23)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata, aku berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ؟ قَالَ: ” لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ “

‘Wahai Rasulullah ﷺ, Ibnu Jud’an pada jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, sebab dia belum mengucapkan “Rabbku ampunilah kesalahanku pa hari pembalasan. “,’ (HR. Muslim no. 214)

Maka janganlah nikahkan putri-putri, saudari-saudari anda kepada orang-orang kafir dan musyrik penyembah berhala.

Allah ta’la berfirman:

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُواۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah : 221)

Sumber: Karakteristik Dari Sifat-Sifat Suami yang Shalihah, Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar, Lc

Baca juga Karakteristik Dari Sifat-Sifat Istri Shalihah

Kemungkaran-Kemungkaran Ketika Pesta Pernikahan(Walimatul ‘Urs) Bagian 1

Diantara kemungkaran-kemungkaran ketika pesta pernikahan(Walimatul ‘Urs) adalah:

1. Pergi Ke Salon Sebelum Pada Malam (acara) Pesta Pernikahan.

Ini kemungkaran yang besar, yang yang di lakukan sebagaian wanita muslimah ketika pergi ke Salon

A. Petugas Salon Adalah Laki-laki.

Tidak selayaknya seorang wanita muslimah di sentuh oleh laki- laki yang bukan mahramnya, karena kebanyakan petugas salon adalah lelaki.

B. Mencabut Alis

Mencabut alis termasuk perbuatan yang di larang syariat. Rasulullah ﷺ besabda :

لعن الله الواشمات والمستوشمات و المنتنمصات والمتفلجات للحسن المتغيرات خلق الله

“Allah melaknat wanita mentato dan wanita yang minta di tato, wanita yang minta di hilangkan bulu alis, dan wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan lagi mengubah ciptaan Allah.” (HR.Bukhari no.4886 dan Muslim no. 2125)

C. Mencat Kuku Dan Memanjangkannya.

Mencat kuku bisa menyebabkan tidak masuknya air wudhu ke ujung jari dan kuku, adapun memanjangkan kuku ini termasuk tasyabuh dengan orang kafir.

2. Nyanyian Dan Musik Di Pesta Pernikahan.

Tidak mengapa mendengarkan lantunan ditabunya rebana untuk mengumumkan pernikahan, tidak di iringi alat-alat musik seperti gendang, seruling, biola, gitar, piano, organ, drum atau alat musik lainnya. Namun tidak mengapa menabuh rebana, berdasarkan sabda Nabi :

فصل ما بين الحلال والحرام الدفّ والصوت في النكاح

“Perbedaan antara halal (pernikahan) dan haram (perzinahan) adalah rebana dan suara dalam pernikahan.” ( HR.Tirmidzi no, 1088, Nasa’i no 3369 Ibnu Majah 1896 dengan sanad yang hasan)

Jadi, Nabi membolehkan rebana sebagai sarana untuk mengumumkan pernikahan. Adapun Gendang, seruling, biola ,gitar ,piano ,organe, drum atau alat musik lainnya maka dilarang.

Allah ta’la berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرٍى لَهْوَ الحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذُهَا هُزُوَا

“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.” (Qs.Lukman : 6).

Abdullah bin ‘Abbas menyatakan, “yaitu nyanyian.” (Tafsir Al Qur’anul Karim, oleh Imam ibnu katsir III /159)

Rasulullah ﷺ bersabda :

ليكنن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير و الخمر والمعازف

“Sungguh kelak nanti suatu kaum dari kalangan umatku ,menghalalkan zina,sutra,khamar dan Alat-alat Musik.” (HR.Bukhari)

Berdasarakan dalil-dalil di atas, hendaknya para mempelai pengantin berhati-hati janganlah mereka mengotori acara pernikahan dengan bermaksiat kepada Allah ta’la.

3. Menampakkan Aurat Mempelai Wanita Di Hadapan Para Wanita Dengan Dalih Untuk Mendandaninya Di Acara Resepsi Pernikahan.

Tidak boleh seorang wanita menampkkan auratnya sesama wanita, ini perbuatan haram, hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ

لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل، ولا المرأة إلى عورة المرأة

“Seorang laki-laki tidak boleh memandang aurat laki-laki dan seorang wanita tidak boleh memandang aurat wanita.” (HR.Muslim no.338)

Adapun Aurat wanita dihadapan wanita lain, sama halnya seperti aurat laki- laki dihadapan laki-laki, yaitu dari pusar sampai lutut. ( Shahih Fiqih Sunnah III/179).

4. Penyelenggaraan Pesta pernikahan Di Hotel(Gedung) Yang Sarat Kemungkaran.

Diantaranya:

A. Adanya Nyanyian dan Musik
B. Memanggil Penyanyi (biduanita) yang menggunakan pakaian ketat dan menyingkap aurat.
C. Ikhtilath (Campur Baurnya wanita dan pria) yang mengundang kemesuman.
D. Pelayan dan penerima tamu berpakaian yang sexy dengan menampakkan aurat.

Ini jelas diharamkan di dalam islam, adapun mengadakan di hotel atau di gedung terhindar dari segala kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka tidak mengapa.

5. Dandanan Menor Pengantin Wanita Di Resepsi Pernikahan.

Ini perbuatan yang haram, jika dilihat oleh selain para wanita atau selain mahramnya, perlu di ketahui mempelai wanita boleh-boleh saja berhias semaunya asalkan tidak di perlihatkan kepada para laki- laki asing (non- Mahram).

6. Kedua Pengantin Pria dan Wanita Di Dudukkan Di (Pelaminan) Hadapan Atau Di Tengah-Tengah Para Tamu Undangan Laki-laki Dan Wanita.

Ini suatu kekeliruan yang besar

yang melanda sebagian kaum muslimin, ketika diadakan pesta pernikahan, mempelai pengantin pria dan wanita di hadapkan di khalayak ramai dihadapkan kepada para tamu undangan.

7. Sebagian Wanita-Wanita Berjoget Dan Menari Di Tengah-Tengah Pesta.

Sebagian wanita-wanita berjoget dan menari di tengah- tengah di hadapan laki-laki, dengan menggelar pentas, untuk dipertontonkan oleh para tamu, maka ini merupakan kerusakan yang besar.

8. Budaya Pemborosan Dalam Resepsi Pernikahan.

Mereka para wanita berlomba- lomba mengucurkan dana yang besar untuk resepsi pernikahan, hingga akhirnya makanan pun banyak tersisa dan di buang di tong sampah, hal ini sangatlah menyakiti orang -orang miskin yang kelaparan. Allah ta’la mencela sikap berlebih-lebihan dan pemborosan .

Allah ta’la berfirman :

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلاَ تُسْرِفُوْا إِنّهُ لاَ يُحِبُّ المُسْرِفِيْنَ

“Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs.Al A’raf : 31)

Dan Nabi ﷺ juga bersabda :

كلوا واشربوا وتصدقوا و البسوا ما لم يخالطْه إسرافٌ أو مخيلة

“Makan dan minumlah dan bersedekahlah berpakaianlah kalian dengan tidak berlebih-lebihan atau kesombongan.” (HR.Ibnu Majah no.3605 , di hasankan oleh syaikh al albani didalam ” al Misykah ” no.4381)

Allahu ‘ alam

Bersambung insya Allah

Abu Yusuf Dzulfadhli al Maidani

Mencirim, 17 Sya’ban 1439 H/ 3 Mei 2018

Referensi :

  1. Tafsir Al Qur’anul ‘Azhim, Imam ibnu Katsir (jilid 3) ,cet Daarul Ibnu Jauziy
  2. Shahih Fiqih Sunnah ,oleh Abu Malik Kamal ( Jilid 3) Cet, Maktabah Tauqifiqiyah
  3. Mahkota Pengantin,Oleh Majdi bin Manshur ,Cet.Pustaka Tazkiyah.Dan rujukan lainnya.

Batas Minimal Nominal Mahar Dalam Pernikahan

Ustadz berapakah batas Minimal Nominal Mahar?

Jawaban:

Mahar adalah kompensasi (ganti) dalam pernikahan atau semisalnya, dengan nominal yang di tentukan hakim atau keridhaan kedua belah pihak, dan disebut mahar, upah, atau faridhah(kewajiban) dan selainnya.

Dan pemberian mahar ada 4 bentuk:

1. setiap benda yang bisa dijadikan alat penukar.
2. Jasa
3. Pembebasan budak
4. Masuk Islam

Tidak ada batasan minimal nominal mahar, ini pendapat yang Rajih.

Mahar bisa berupa harta (uang) atau bisa dimiliki dengan uang ( jasa), selama kedua belah pihak sama-sama ridha,
ini pendapat madzhab syafi’i, Ahmad, ishaq, abu tsaurin, al’auza’i,al-Laits, ibnu al- Musayyab dan selain mereka, dan ibnu hazm membolehkan setiap apa yang boleh di paruh meskipun hanya sebiji gandum.

Pendapat diatas bahwa tidak ada batasan nominal mahar di perkuat dalil:

1. Keumumman firman Allah ta’la :

وَأُحِلّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوْا بٍأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ

“Di halalkan bagimu selain ( perempuan-perempuan)yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina.” (QS: An-Nisa:24)

2.Sabda Nabi ﷺ kepada seseorang pemuda yang ingin menikahi wanita yang mehibahkan dirinya.

Nabi ﷺ bersabda :

هل عندك من شيء؟ قال :لا، قال : اذهب فاطلب ولو خاتما من حديد …..

Apakah kamu memiliki sesuatu (untuk di jadikan sebagai mahar,pent), dia menjawab : Tidak ada, kemudian nabi ﷺ seraya bersabda : “Pergilah dan carilah sesuatu walaupun cincin dari besi.” (HR.Bukhari 5030 dan Muslim 1425)

Hadits ini menunjukkan bahwa mahar sah setiap apa yang di sebut dengan harta.

Maka hendaknya dari pihak wanita mengajukan mahar yang ringan kepada lelaki yang akan meminangnya dan tidak memberatkannya.

Dalam satu hadist Nabi ﷺ bersabda:

أعظم النساء بركة أيسرهن مؤنة

“Sebaik-baik wanita yang berkah (dalam pernikahannya,pent) adalah yang paling ringan maharnya.” (HR.Ibnu Abi Syaibah (IV/189), Hakim (II/178), Al Baihaqi (V/235),dari Aisyah Radhiallahu anha, Lihat: Al -Irwa (1928))

Kesimpulan mengenai batas minimal nominal Mahar:

Pendapat yang Rajih ialah tidak ada batasan nominal Mahar dalam pernikahan, walaupun cicin dari besi yg harganya sangat murah sekalipun.

Allahu ‘alam
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Referensi:
1.Kitab Shahih Fiqih Sunnah ( jilid 3), Cet.Maktabah Tauqifiyah
2.As- Syarhu Al Mumti’ ( Jilid 6) cet,Daarul Ummah.

Perabot Rumah Tangga Pengantin Kewajiban Suami Atau Istri?

Perlengkapan (Jihaz) Pengantin (Perabot Rumah Tangga) Kewajiban Siapa?

Jumhur Ulama diantaranya Abu Hanifah, Syafi’, Ahmad, Ibnu Hazm, dan ahli fikih lainnya berpendapat bahwa wanita tidak wajib membeli perlengkapan rumah tangga dengan uang maharnya, ataupun sebagiannya, maupun sumber lain, melainkan suamilah yang wajib melengkapi rumah dengan segala perkakas yang dibutuhkan sebagai tempat tinggal yang layak huni dalam batas-batas finansial ( kemampuan) suami.

Allahu ta’la berfirman :

أَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجِدْكُمْ

“Tempatkanlah mereka ( para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.” (Qs.Talaq :6)
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah III/177 ).

Allahu ‘alam.

Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Baca JugaApakah Semua Harta Suami Juga Harta Istri?

Adab Meminta Informasi Alamat Wanita Dengan Tujuan Melamar

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz bolehkah seorang lelaki meminta informasi alamat kepada seorang akhwat melalui WA dengan tujuan ingin menikahinya.

Jawaban

Boleh jika serius menikahinya yaitu mendatanginya langsung ingin menazhor (melihat)nya, dan jika cocok, boleh langsung melamar nya, akan tetapi si wanita harus didampingi orang tuanya atau walinya, dan tetap menjaga pintu- Pintu Fitnah.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Fathimah binti Qois radhiallahu ‘anha ia pernah berkata;

فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau ﷺ bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamar ku, lantas Rasulullah ﷺ bersabda: “Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul -pent), sedangkan Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: “Nikahlah dengan Usamah.” Lalu saya menikah dengan Usamah, Maka Allah memberikan limpahan kebaikan padanya (pernikahan kami,pent) hingga bahagia. (HR.Bukhari,no 1480)

Didalam hadist diatas menunjukkan bahwa ada dua orang pemuda yaitu mua’wiyah dan abu jahm mendatangi
Fatimah binti Qois, yang mana mereka berdua bertekad ingin melamar dan menikahi Fatimah binti Qois.

Dan lebih baik minta nomor hp orang tuanya yaitu ayah atau walinya, dan ungkapkan ke mereka bahwa anda ingin menikahi Putrinya.

Allahu ‘alam
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Baca Juga: Apa Hukumnya Menikahi Calon Pasangan Yang Semarga?

Jurus Jitu Mendidik Anak Yang Shalih dan Shalihah Bagian 1

Berikut Ini Jurus Jitu Mendidik Anak ang Shalih dan Shalihah

1. Do’akan Mereka agar Menjadi Anak yang Shalih dan Shalihah.

Setiap orang tua mendambakan agar anak-anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah, oleh karena itu orang tua hendaknya memohon dan meminta kepada Allah ta’la dan berdo’ a kepada-Nya, karena diantara do’a yang Mustajab adalah do’a orang tua untuk anaknya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

“Tiga macam do`a yang akan di kabulkan dan tidak ada keraguan pada ketiganya, yaitu; do’a orang yang di dzalimi, do’anya orang musafir dan do’a orang tua kepada anaknya.” (Hasan: HR.Abu Daud no.1536, Tirmidzi no. 1905 dan Ibnu Majah no.3862)

Dan diantara do’ a yang ada dalam Al-Qur’an yang hendaknya kita panjatkan agar anak-anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah adalah sebagai berikut :

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Qs.as -Shaffat : 100)

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” ( Qs.Ali Imran :38)

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs.Al-Furqan :74)

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs.Al- Ahqaf :15)

Semoga Allah ta’la menjadikan anak-anak kita , anak yang shalih dan shalihah. Aamiin. Semoga bermanfaat.

Allahu ‘alam
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Mahar: Permintaan Akhwat atau Orang Tua Akhwat?

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustad. Dalam syari’at islam, mahar itu merupakan permintaan seorang akhwat atau orang tua si akhwat nya? jazakallah khairan

Jawaban

Mahar adalah hak wanita bukan hak wali-walinya.

Hal ini berdasarkan Firman Allah ta’la :

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” ( Qs. An Nisa’ : 4)

dan Firman Allah ta’la :

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban” ( Qs. An Nisa’ : 24)

Dan ayat-ayat lainnya ,menunjukkan bahwa mahar adalah hak Wanita, tidak halal bagi ayahnya dan yang lainnya mengambil maharnya tanpa seizin si wanita.

Oleh karena itu mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali
Berpendapat bahwa mempelai pria tidak boleh menyerahkan maharnya kepada selain kepada mempelai wanita, atau orang yang mewakili nya, atau orang-orang yang diizinkan oleh mempelai wanita untuk menerima maharnya .
( Shahih Fiqih Sunnah III/166-177)

Kesimpulannya adalah Mahar adalah hak mempelai wanita.

Allahu ‘alam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apa Hukumnya Menikahi Calon Pasangan Yang Semarga?

Assalamualaikum ustadz

Apa ya hukum menikahi akhwat yang semarga dengan kita, gimana ya?

Jawaban :

Allah subhanahu wa ta’la telah menjelaskan wanita- wanita mana saja yang haram untuk dinikahi didalam Al- Qur’an dan telah di terangkan dalam hadist-hadist Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’la berfirman :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا.
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ 

 

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.”( Qs.An Nisâ : 22-24 )

Wanita- Wanita yang haram dinikahi ada 2 macam :

1.MUHARRAM MU’ABBADA

Muharram Mu’abbada adalah wanita-wanita haram dinikahi oleh seorang lelaki selama-lamanya.

2.MUHARRAM MU’AQQOTA

Muharram Mu’aqqota adalah wanita wanita haram di nikahi oleh lelaki dalam satu kondisi,dan bisa menjadi halal dalam kondisi yang lain.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut

1.MUHARRAM MU’ABBADA

Berikut ini adalah wanita-wanita haram dinikahi oleh seorang lelaki selama-lamanya dikarenakan :

1.) Haram di nikahi karena Nasab,wanita – wanita ini ada 7:

1. Ibu, ibunya ayah dan ibu terus ke atas .
2. Anak Perempuan, anak dari anak laki- laki dan perempuan ( cucu) dan terus kebawah.
3. Saudari Perempuan, dari segala sisi ( adik atau kakak perempuan)
4. Bibi dari Pihak ayah
5. Bibi dari Pihak Ibu
6. Anak Perempuan dari saudara laki- laki (keponakan)
7. Anak Perempuan dari saudari perempuan (keponakan).

Ke tujuh wanita di atas ,haram dinikahi oleh seorang lelaki selama-lamanya
( Tafsir at Thobari 8/143).

2) Wanita – Wanita yang Haram dinikahi karena sebab pernikahan ,wanita- wanita ini ada 4 :

1.Ibu Tiri
2.Ibu Istri (Mertua)
3.Rabibah Anak Perempuan Istri
4.Istri anak Kandung (Menantu).

3.) Wanita – Wanita yang Haram dinikahi karena sepersusuan (ar – Rodha’ah)

Allah ta’la berfirman :

وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ

“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan” (Qs.An Nisa : 23)

Dalam satu riwayat disebutkan,
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدَ عَلَى ابْنَةِ حَمْزَةَ فَقَالَ إِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِي إِنَّهَا ابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ وَيَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنْ الرَّحِمِ

bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditawari dengan putrinya Hamzah, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya dia tidak halal untukku, kerena dia adalah putri saudara sesusuanku, dan menjadi mahram (saudara) dari sesusuan sebagaimana menjadi mahram (saudara) dari keturunan.” (HR.Muslim 1447)

Dalamnya riwayat lain disebutkan bahwa sepersusuan itu mengharamkan apa yang diharamkan oleh hubungan keturunan,

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ الْوِلَادَةُ

“Sesungguhnya sepersusuan itu mengharamkan apa yang diharamkan oleh hubungan keturunan.”(HR.Bukhari 5099 dan Muslim 1444)

Berdasarakan riwayat diatas bahwa wanita-wanita haram di nikahi karena karena keturanan atau nasab begitu juga wanita- wanita yang haram dinikahi karena seperususuan .

4.) Al-Li’an adalah Wanita yang di laknat, di tuduh berzina oleh suaminya yang di Laknat , wanita tersebut diminta sumpahnya sebanyak 4 kali,dan sumpah yang ke 5 akan di Laknat jika ia berdusta,jika ia benar berzina ,maka harus dipisahkan dari suaminya, dan istrinya yang telah di laknat tersebut tidak halal untuk selamanya.

5).Wanita Ihtiram

Adalah wanita- wanita yang dimuliakan yaitu para ummahatul mu’minin (Istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam), tidak boleh dinikahi.

Hal ini berdasarakan Firman Allah ta’la :

وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.( Qs.Al Ahzab : 53).

Tambahan Point ke 4 dan 5 di atas disebutkan dalam kita Syarhul Mumti’ 6/ 7-10 ,karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah.

2. MUHARAMAT MUAQQOTA

Muharamat Muaqqota adalah wanita haram di nikahi dalam satu kondisi,dan bisa menjadi halal dalam kondisi yang lain :

1. Saudari Istri (menggabungkan dua saudari,yaitu Istri dengan adik atau kakak istri,pent)

2. Bibi Istri dari pihak ayah dan Ibunya (menggabungkan istri dengan bibinya)

3. Wanita yang telah bersuami, atau wanita yg masih masa iddah, kecuali musabbiyat dan istri orang kafir yang telah masuk islam.

Berkata Abdullah bin abbas : seluruh wanita yang telah bersuami (tidak boleh dinikahi), kecuali budak yang telah dibeli atau budak yang dimiliki (Ibnu Jarir ath Thobari,Tafsir ath Thobari 8972)

4. Wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya.

Tidak halal bagi suaminya,kecuali ia telah menikah dengan lelaki lain dengan pernikahan yang sah (benar), kemudian jika kemudian suaminya itu menceraikannya,maka tidak mengapa keduanya ruju’ kembali.

Hal ini berdasarakan Firman Allah ta’la :

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (Qs.Al Baqarah : 230).

5. Wanita Musyrik hingga ia masuk islam.

6. Wanita pezina hingga ia bertaubat dan bersih rahimnya sekali haidh.

7. Wanita yang sedang Ihram.

8. Menikah dengan wanita yang ke lima.

Tidak boleh seorang muslim ( menggabungkan wanita ) yaitu menikah lebih dari 4 wanita.

Kesimpulan :

Dalam pembahasan diatas telah kami jelaskan wanita- wanita yang haram dinikahi, adapun kalau semarga maka tidak mengapa asalkan bukan wanita-wanita (yang bukan mahram) sebagaimana yang kami sebutkan diatas.

Adapun seluruh wanita- wanita yang ada hubungan kerabat (keluarga dekat) haram dinikahi, kecuali empat wanita:
1.Anak-anak Perempuan Paman dari pihak ayah (sepupu)
2. Anak-anak Perempuan Paman dari pihak ibu (sepupu)
3.Anak-anak Perempuan Bibi dari pihak ayah (sepupu)
4.Anak-anak Perempuan Bibi dari pihak ibu (sepupu).

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’la :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu”. ( Qs.Al Ahzab : 50 )

Jika anda ingin menikahi sepupu anda yg perempuan, maka tidak mengapa walaupun semarga.

Allahu ‘alam bis Showab.

Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sumber :
1.Syarhul Mumti’ 6/ 7-10, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah. cet. Daarul Ummah.

2.Shahih Fiqih Sunnah 3/89-95) cet. Maktabah Taufiqiyah

Mana Yang Lebih Utama Melunasi Hutang Orang Tua Atau Menikah?

Assalamualaikum Akhi,,
Ana Jefri dari sukabumi ingin bertanya
Mana yg lebih didahulukan, antara melunasi hutang orang tua atau menikah?
Trimakasih

Jawaban

Hukum menikah tergantung Kondisi seseorang, inilah yang masyhur di kalangan para ulama mahzab malikiyah, syafi’iyah dan hambali. (lihat al Bada’i 2/228,al Qowanin Fiqhiyyah 193,Mughni al Muhtaj 3/135 dan Fathul Bari 9/110)

Mereka mengatakan hukum menikah, bisa terjadi pada 4 hukum (kondisi) :
1. Hukumnya Wajib
2. Hukumnya Sunnah
3. Hukumnya Haram
4. Hukumnya Makruh.

1. Hukum Menikah adalah Wajib

yaitu seseorang yang memiliki hasrat untuk berjima’, yang mana ia khawatir terjatuh pada perbuatan fahisyah (zina), karena demi menjaga kehormatan dirinya dan menjaga dari perbuatan yang haram, maka solusinya adalah menikah.

2. Hukum Menikah adalah Sunnah

yaitu seseorang yang memiliki hasrat untuk berjima’, namun ia tidak khawatir terjatuh pada perbuatan fahisyah(zina), maka jika ia menikah itu lebih utama baginya.

3. Hukum Menikah adalah Haram

yaitu seseorang yang tidak mampu (menikah) memberikan nafkah lahir dan batin, dan tidak adanya kemampuan dan keinginan malaksanakan pernikahan tersebut.

4. Hukum Menikah adalah Makruh

yaitu seseorang yang tidak dapat menafkahi istrinya dan ia tidak memiliki hasrat untuk menikah, maka disibukkan dengan ketaatan, beribadah atau disibukkan dengan ilmu, Hal itu lebih utama baginya.
(Shahih Fiqhus Sunnah 3/46-47)

 

Kalau anda merasa belum darurat (hukumnya wajib) untuk menikah, maka hendaknya anda dahulukan melunasi hutang orang tua anda terlebih dahulu, karena perbuatan tersebut merupakan bentuk berbakti kepada orang tua.

Allah ta’la berfirman :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Qs.al-Maida: 2)

Dan berbakti kepada kedua orang tua, termasuk amalan yang di cintai Allah,

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu– ia berkata,

أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Aku pernah bertanya kepada Nabi ﷺ , “Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Kemudian berbakti kepada kedua orangtua.” ‘Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apa kagi?” Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah.” (HR.Bukhari 527)

Dan memberikan nafkah kepada orang tua kita, lebih utama, Allah ta’la berfirman :

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Qs. al – Baqarah: 215)

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.