Hukum Terkait Jual Beli Kredit Atau Cicil Dalam Islam

Hukum terkait Jual Beli Kredit atau Cicil

بِسْمِ اللّه.

والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه.

أما بعد:

Permasalahan Jual-beli kredit atau Jual-beli dengan pembayaran cicilan/bertahap, terdapat beberapa rincian:

– Bila terjadinya akad hanya antara 2 orang yaitu penjual (sang pemilik barang atau wakil dari sang pemilik barang) dan pembeli (orang yang melakukan pembelian dengan cara cicil), maka kebolehannya harus memenuhi syarat berikut:
1. Barang harus jelas halal, jelas spesifikasi dan jelas penentuan waktu serta nominal pembayaran.
2.Tidak diberlakukan denda keterlambatan cicilan pembayaran.

– Bila terjadinya akad dengan melibatkan pihak ke-3 sebagai pemilik dana maka keabsahan akad ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak ada penentuan harga maupun keuntungan, baik itu dalam bentuk persen ataupun nominal sebelum barang dimiliki secara sempurna oleh pihak ke-3.
2. Berpindahnya kepemilikan barang dari pemilik barang kepada pihak ke-3 secara sempurna sebelum akad Jual-beli kredit ini diberlakukan antara calon pembeli dengan pihak ke-3.
3. Diberlakukannya hak Khiyar yaitu hak masing-masing untuk membatalkan atau melanjutkan akad Jual-beli tersebut.
4. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran cicilan.

Kesimpulan

– Bila salah satu dari syarat 1-3 tidak diberlakukan, maka telah melanggar sabda Nabi صلى الله عليه وسلم yaitu

لا تبع ما ليس عندك » رواه الترمذي وغيره

“Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki.” (HR. Tirmidzi dll)

– Bila syarat ke-4 dilanggar maka jatuh ke dalam Riba Hutang-Piutang.
– Termasuk Riba mempergunakan barang jaminan (jika akad tersebut menuntut adanya barang jaminan) walaupun dengan seizin dan kerelaan pemiliknya atau sang penghutang. Karena tidak berlaku kerelaan dalam akad Riba. Boleh digunakan barang jaminan tersebut namun dengan status sewa.

والله أعلم بالصواب.

Baca Juga: Hukum Terkait Benda Temuan atau Harta Temuan

Pertanyaan Seputar Hukum Layanan BPJS Kesehatan

Pertanyaan

Assalamualaikum, Ana ingin menanyakan perihal hukum BPJS, di salah Satu kajian ustadz Erwandi mengatakan denda BPJS Kesehatan yg membuat BPJS Haram, apakah setelah denda di hapus seperti yg Ada di link berikut https://m.liputan6.com/health/read/2830556/tanya-bpjs-kesehatan-berapa-denda-bila-nunggak-bpjs

Jawaban

بسم الله

والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله ومن والاه. أما بعد

BPJS Kesehatan adalah sebuah lembaga perwakilan bentukan pemerintah untuk mengelola dana yang ditarik dari masyarakat yang menjadi peserta dengan nominal yang disepakati dan untuk mengurangi/mengatasi dampak resiko kesehatan yang terjadi dari para peserta tersebut sesuai dengan ketentuan yang disepakati. BPJS Kesehatan telah memenuhi Akad Asuransi Syariah karena beberapa alasan berikut:

  • Akadnya adalah akad hibah yaitu setoran pembayaran sejumlah dana secara cuma-cuma tanpa komersial (menentukan kepastian kembali dana sekaligus keuntungannya). Akad ini bertujuan untuk saling tolong menolong meringankan beban biaya perobatan/ tanggungan kesehatan.
  • Pemerintah sebagai perwakilan yang mengelola dana ini tidak mengambil keuntungan dari dana yang dikumpulkan. Bahkan bersedia menutupi kekurangan dana yang terkumpul atas klaim yang ada.
  • Dana yang terkumpul beserta keuntungannya dikembalikan kepada masyarakat yang menjadi peserta/anggota.

Atas dasar beberapa alasan inilah Maka dana ganti rugi atas tanggungan resiko kesehatan yang diberikan tidak menjadi Riba Jual-beli dan ghoror/ketidakjelasan dana yang tertanggung tidak berpengaruh pada akad hibah seperti ini. Demikian pula dugaan judi pada akad ini tidak terjadi karena murni akad ini akad hibah.

Dihapusnya denda keterlambatan bayar setoran tanpa membayar kelebihan/ tambahan dana kecuali beban biaya premi yang tertunggak secara kumulatif. Ini juga menjadi bukti bahwa BPJS Kesehatan terbebas dari Riba Hutang-Piutang.

والله تعالى أعلم بالصواب وهو الموفِّق.

Bila ada info lain atau perkembangan terkait BPJS Kesehatan, mohon diberitahukan.

Ustadz Abu Aliyah Pembina Grup Whatsapp ❌ RIBA SUMUT ikhwan & akhwat

Pertanyaan

Bismillah, bagaimana dengan ini?

Jika dalam waktu ≤ 45 hari sejak status kepesertaan BPJS Kesehatan aktif, peserta tersebut menjalani rawat inap di rumah sakit, maka peserta tersebut wajib membayar denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan, dikali bulan tertunggak (maksimal 12 bulan) atau maksimal Rp 30.000.000,-

Bukankah dendanya masih ada? Mungkin yg ini ada baiknya dihapuskan juga atau langsung disebutkan kalau kepesertaan baru akan aktif setelah 45 hari setelah iuran tertunggak dilunasi.

Tambahan atas jawaban ini

بسم الله

والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه وبعد

Berdasarkan keterangan dari info resmi ini, maka denda keterlambatan bayar tersebut diberlakukan dalam asuransi BPJS Kesehatan ini pada akad ke-2 yang merupakan akad baru yang sejatinya akad terpisah dari akad pertama, yaitu setelah peserta mengajukan pengaktifan kembali keanggotaannya yang sebelumnya dinon-aktifkan/dicabut karena menunggak bayar lebih dari 1 bulan sejak tanggal 10 jatuh temponya.
Jadi kesimpulannya:

Akad Riba (Tepatnya Riba Hutang-Piutang) itu terjadi dalam asuransi BPJS Kesehatan ini sesungguhnya ada pada akad ke-2 yang terpisah dari akad yang pertama, bukan pada akad yang pertama. Sehingga bila ada seseorang yang mendaftar menjadi peserta asuransi BPJS ini dengan mengambil dan menyepakati akad pertama saja maka sesungguhnya ia terlepas dari akad Riba.

Tentunya ini berbeda hukumnya bila adanya denda keterlambatan diberlakukan di akad pertama. Walaupun peserta berkomitmen untuk terus bayar tepat waktu sehingga ia tidak mendapatkan denda keterlambatan maka secara praktek ia tidak melakukan riba namun secara lisan/tulisan ia menyepakati akad riba. Maka ia tetap melakukan dosa pelanggaran larangan riba.

والله تعالى أعلم بالصواب وهو الموفِّق.

Bila ada info lain atau perkembangan terkait BPJS Kesehatan, mohon diberitahukan.

Ustadz Abu Aliyah Pembina Grup Whatsapp ❌ RIBA SUMUT ikhwan & akhwat

Hukum Atasan Membantu Administrasi Bawahannya Hutang Ke Bank

Assalamu’alaikum Ustadz…
Barokallohu fik.

Afwan, saya mau tanya Ustadz. Posisi saya di perusahaan tempat saya bekerja termasuk sebagai atasan. Suatu ketika bawahan saya mau hutang ke bank yang tentunya riba, sebagai kelengkapan administrasi ada lembaran yang harus ditanda tangani oleh atasan, guna mengetahui bahwa yang bersangkutan berhutang dengan sepengetahuan atasan. Hukumnya seperti apa Ustadz, jika saya membubuhkan tanda tangan tersebut?

Dari Hermanzah Kalimantan Selatan

Jawaban :

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Seseorang yang meminjam dana di bank yang melakukan praktek riba atau ada bunganya, maka perbuatan ini terlarang, karena ada kesepakatan dan akad atau syarat tertentu antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjam untuk diberikan tambahan kepada pihak peminjam ketika dana tersebut akan dikembalikan, disinilah terjadi praktek ribawi yang di larang syariat, yang ini termasuk riba nasiah yaitu pembayaran lebih yang di syaratkan kepada pihak yang meminjam.

Allah ta’la berfirman :

 وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا 

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs.al- Baqarah: 275 )

Dan Allah Ta’la juga berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs.Al-Baqarah: 278 )

Adapun Dalil-dalil dari hadist Nabi ﷺ.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina.” (HR.Bukhari ,no2766,Muslim ,no 89,Abu Daud no 2874)

Dan dari Jabir dia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.” ( HR.Muslim,no 1598)

Kesimpulan :

Jika anda telah mengetahui dengan benar, bahwa bawahan anda meminta tanda tangan anda untuk meminjam uang di Bank yang disitu ada Transaksi Ribawinya maka jangan anda memberikan tanda tangan anda kepadanya.

Allah ta’la berfirman :

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam perberbuatan dosa dan pelanggaran .Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Qs.Al-Mā’idah :2)

Solusinya:

Nasehati dia agar tidak bertransaksi ribawi, dan carilah pinjaman yang tidak ada akad transaksi ribawinya.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Shalat Di Masjid Yang Dibangun Dengan Harta Riba

Pertanyaan :

Ustadz bolehkah shalat di masjid yang di bangun dari uang riba ?

Jawaban :

Permasalahan di atas Dijawab oleh al-‘Allamah Samahatu asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah,

Pertanyaannya :

رجل اشترى مكاناً بالرّبا، لتحويله مسجداً، فهل تجوز الصلاة فيه، وكذلك بعضها يكون فيها أموال حرام، مثل قيمة الخمر هل تصح الصلاة في هذا المسجد؟

Seseorang membeli tempat dengan harta riba, untuk dibangun masjid, apakah boleh shalat didalamnya, karena sebagian dananya dari harta haram, misal harta dari hasil penjualan khamar, apakah sah shalat di Masjid tersebut ?

الصلاة فيه صحيحة، ولكن لا يجوز استعمال مثل هذه الأموال في المساجد، يجب أن ينتخب لها أموال طيبة، إذا تيسر لها أموال طيبة وجب ذلك، وإلا فالصلاة صحيحة، ولكن لا يجوز أن تعمّر بأموال من الربا ولا من الزنا.

Beliau Menjawab :
Shalat didalamnya tetap sah, akan tetapi tidak boleh menggunakan harta tersebut (harta riba/haram,pent), untuk membangun masjid, wajib dipilihkan harta yang baik, apabila ada harta yg baik wajib membangun dengan harta tersebut.

Shalatnya sah, namun tidak boleh dimakmurkan dengan harta riba atau harta dari hasil zina. (https://binbaz.org.sa/fatawa/4114 )

Harta riba jangan digunakan untuk bangun masjid, karena Allah ta’la menerima yang baik-baik.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Membagi Kerugian Dalam Mudharabah

Mudharabah adalah salah satu bentuk syarikah dalam jual beli. Islam telah menghalalkan sistem muamalah ini. Dan Islam telah melegalkan seluruh bentuk syarikah. (lebih…)