Tanya Jawab Seputar Perayaan Hari Valentine

Fatwa Lajnah Daimah Saudi  Nomor 21203

Tanggal: 23/11/1420 H

Pertanyaan:

Alhamdulillah wahdahu washshalatu wassalamu ‘ala man laa Nabiyya ba’dah waba’du:

Komite Riset Ilmiyyah dan Fatwa telah mengetahui atas apa yang disebutkan Samahatul Muftil’Am dari peminta fatwa/ Abdullah Alu Rabi’ah dan disampaikan kepada Komite melaui sekretariat Haiah Kibarul Ulama’ nomor 5324 dan tanggalnya 3/11/1420 H. Peminta fatwa telah bertanya dengan pertanyaan yang teksnya:

Setiap tahun pada tanggal 14 Februari sebagian orang merayakan hari cinta kasih ” Valentine Day”. Mereka saling berbagi bunga merah, memakai baju warna merah, dan mengucapkan selamat. Beberapa toko kue menyediakan berbagai jenis kue warna merah yang di atasnya diberi gambar hati. Dan beberapa toko lagi memasang iklan promo produk khusus Valentine Day. Bagaimana pendapat Anda:

Pertama, tentang perayaan Valentine Day.

Kedua, hukum membeli barang di toko-toko tersebut saat Valentine Day.

Ketiga, hukum jual beli pemilik toko yang tidak ikut merayakan tapi menjual paket hadiah kepada mereka yang merayakan Valentine Day.

Semoga Allah memberi balasan terbaik kepada Anda.

 

Jawaban:

Dalil-dalil sarih (yang jelas) dari Alquran dan Sunah menunjukkan -dan atas dasar itu maka ulama salaf umat ini sepakat- bahwa hari raya dalam Islam hanya dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Perayaan selain dua hari raya ini, baik berhubungan dengan seseorang, golongan, peristiwa atau momen-momen tertentu lainnya adalah perayaan yang diada-adakan alias bidah. Pemeluk agama Islam tidak boleh mengadakan, ikut mendukung, turut bergembira atau memberikan bantuan, karena hal demikian melanggar hukum ketentuan Allah.

Barangsiapa melanggar hukum ketentuan Allah maka dia telah berbuat aniaya kepada diri sendiri. Terlebih lagi jika perayaan baru ini merupakan perayaan orang kafir, maka dosanya bertumpuk-tumpuk, karena dalam hal ini terdapat sikap mengikuti trend mereka dan menunjukkan kesetiaan kepada mereka. Padahal dalam Alquran Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang-orang mukmin meniru dan setia kepada mereka, dan telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.”

Valentine Day termasuk kategori ini, karena terhitung sebagai salah satu perayaan umat Kristiani penyembah berhala. Karena itu seorang Muslim tidak boleh mengadakan, mendukung atau memberi selamat Valentine Day, bahkan wajib meninggalkan dan menanggalkannya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan agar dijauhkan dari sebab-sebab kemurkaan dan siksa Allah.

Seorang Muslim juga dilarang turut andil dalam perayaan ini atau perayaan-perayaan yang haram lainnya, baik dengan makan, minum, jual, beli, produk, hadiah, korespondensi, iklan promo dan lain-lain, karena kesemua hal ini masuk kategori saling bantu membantu dalam melakukan dosa, pelanggaran dan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah Jalla wa ‘Ala berfirman, dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Kewajiban seorang Muslim untuk berpegang teguh kepada Alquran dan Sunah dalam segala kondisi terutama pada waktu merajalela kekacauan dan kerusakan. Ia harus bertindak cerdas dan waspada agar tidak terjatuh dalam kesesatan kaum yang dimurkai (Yahudi), kaum yang tersesat (Kristen) dan orang-orang fasik yang tidak percaya akan kebesaran Allah dan tidak menaruh hormat kepada Islam. Seorang muslim sepatutnya mencari perlindungan kepada Allah Ta’ala dengan meminta petunjuk dan keteguhan, karena tiada pemberi petunjuk kecuali Allah, dan tiada peneguh kecuali Dia yang Maha Suci.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Al Lajnah ad Daimah Lilbuhutsil Ilmiyyah wal Ifta’

 

Baca juga: Mengkaji per

Mengkaji Perayaan Hari Valentine

14 Februari, adalah tanggal yang telah lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day ini, konon adalah momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang kepada “pasangan”-nya masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat, permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana akar sejarah perayaan ini bermula.

Sesungguhnya Allah ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:


إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)

Allah juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah ta’ala berfirman: 

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”

Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah. Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.

Telah lama, tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid (membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang (Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapinya.

 

Asal Muasal Hari Valentine

Perayaan ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.

Perayaan ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus –pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah menyembel

 

Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?

Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk mengenangnya.

Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari makna kecintaan kepada sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.

Di antara aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada talam di atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin menikah untuk mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di kertas (yang diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.

Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.

Versi II: Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang disebut hari raya Lupercalia. Ini adalah hari raya yang sama seperti pada kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban bagi sesembahan mereka selain Allah. Mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan dan menjaga binatang gembalaan mereka dari serigala.

Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.

Versi III: Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun Valentine tetap teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya pada 14 Februari 270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.

Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan hari terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya.

 

Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang

1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.

2. Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain Allah ta’ala.

3. Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan ketinggian yang besar.

4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.

5. Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.

Beberapa versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal. Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah. Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.

 

Renungan

Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:

1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:

 وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ – بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)

Allah juga menyatakan melalui lisan ‘Isa a’laihissalam:

  إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)

Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.

2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang muslim yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya.

Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah, Dzat Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.

Bagaimana mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim yang Allah telah menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.

3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa menerimanya.

4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.) mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan St. Valentine?

5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.

 

Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?

Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Sehingga, apa yang menghalangi untuk merayakannya?

Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:

1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah, Dzat yang telah menetapkan syariat.

2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.

Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?

Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah berfirman:

 وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)

 أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)

Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.

3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah berfirman:

 لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:

 لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)

4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.

Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.

 

Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim

1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.

2. Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.

3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.

Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.

4. Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.

5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.

 

(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)

Biografi Ringkas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Artikel ini adalah bagian dari seri Ringkasan Kajian Kitab Al-Mulakhkhos fii Syarhi Kitaab At-Tauhiid KaranganSyaikh Shalih Fauzan.

Seri 01 – Biografi Ringkas Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab
Senin, 14 Januari 2019/ 8 Jumadil Awal 1440 H

Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Beliau bernama Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin Sulaiman bin ‘Aliyyi, dari kabilah Bani Tamimi, dan beliau adalah imam dakwah salafiyyah di Najed dan sekitarnya.

Beliau dilahirkan di negeri Uyainiyyah di dekat Madinah pada tahun 1115 H. Beliau telah menghafal al-qur’an saat berumur 10 tahun, dan beliau belajar agama dari ayahnya yang merupakan qadhi Uyainiyyah pada waktu itu. Berbeda dengan anak-anak yang pada umumnya masih senang bermain-main, beliau sangat semangat dalam menuntut ilmu. Beliau telah baligh pada umur 12 tahun, dan pada umur itu orangtuanya menikahkannya. Di usia yang sama beliau melakukan perjalanan haji, dan belajar pada ulama di di Madinah. Beliau juga belajar pada ulama di Najed, Ahsaai, dan Basrah.

Pada zaman beliau telah tersebar berbagai macam khurafat dan kebid’ahan. Banyak orang mencari berkah di kuburan, pepohonan, dan batu. Maka beliau -rahimahullah- mendakwahkan manusia kepada aqidah yang lurus dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, dan menuliskan kitab-kitab, salah satunya adalah (Kitabut Tauhid). Kitab ini mendapat sambutan yang besar dari para ulama dan penuntut ilmu. Sangat besar perhatian ulama untuk mempelajari dan mensyarah kitab ini, salah satunya -yang mensyarah kitab ini- adalah Syaikh Shalih Fauzan. Kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus dan kaya akan faedah, semoga Allah memberikan manfaat kitab ini kepada banyak manusia.

Beliau wafat di Dirriyyah dekat Madinah pada tahun 1206 H. Sungguh beliau telah menghasilkan banyak ulama dan imam dakwah. Semoga Allah memberikan pahala yang banyak baginya dan menjadikan surga baginya.

Sebab Banyak Orang Membenci Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Di zaman sekarang ini, banyak orang yang membenci atau menyelisihi dakwah syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Mereka ini -yang membenci syaikh rahimahullah– dapat dibagi menjadi 2,

1. Mereka berbicara tanpa ilmu, tidak mengenal sejarah, ilmu, dan kitab-kitab beliau. Hal ini menyebabkan mereka membuat tuduhan yang tidak benar kepada syaikh rahimahullah
2. Mereka paham dan mengenal siapa syaikh rahimahullah, tapi karena adanya kebencian dan hasad di dalam hati mereka, mereka buat pernyataan-pernyataan dusta tentang syaikh rahimahullah

Sungguh, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab selama hidupnya selalu mendakwahkan manusia kepada Allah ta’ala, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Bagi orang yang mencari kebenaran dengan hati yang murni, mereka akan mendapatkan banyak faedah dari kitab-kitab beliau. Semoga Allah menetapkan hati kita di atas kebenaran, dan Allah mudahkan kita untuk mempelajari kitab-kitab beliau dan mengamalkannya.

Wallahu a’lam bishshawab

Hukum Seorang Laki-Laki Menjadi Dokter Kandungan

Hukum laki-laki menjadi dokter kandungan.

Assalamu’alaikum ustadz,

Afwan ana mau bertanya, apa hukumnya bekerja sebagai dokter kandungan laki-laki dimana pekerjaan ini mengharuskan saya untuk melihat kemaluan wanita sedangkan dalam wilayah kerja ada dokter spesialis kandungan wanita. Apakah hasil penghasilan yang saya dapat haram atau bagaimana ustadz?

Pertanyaan ini pernah di tanyakan kepada syaikh Abdullah bin Jibrin

Dokter spesialis kandungan (Sp.OG) pasti akan sering melihat dan memegang aurat besar wanita. Bagaimana jika seorang dokter laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan.

Pertanyaan:

فضيلة الشيخ، هل يجوز لرجل أن يتخصص في دراسة أمراض النساء والولادة ويصبح طبيبا في هذا المجال أم لا يجوز؟ وجهونا أثابكم الله

Wahai syaikh, apakah boleh bagi seorang laki-laki menjadi dokter spesialis kandungan?

جـ – الأصل أن طب النساء كطب الرجال في أغلب الأمراض كالرأس والأسنان والبطن والأعضاء الظاهرة والخفية، فمن تعلم طب الباطنية ونحوه عرف العلاج للرجال والنساء، لكن هناك أمراض تختص بالنساء كأمراض الرحم والحيض والحمل والثديين ونحوها، والواجب فيها أن يتعلمها النساء حتى يعالج بعضهن بعضا، ولا يعوزهن ذلك إلى التطبب عند الرجال مما يستلزم التكشف ونظر الرجل الأجنبي إلى عورات النساء وزينتهن، ومع ذلك فالواقع أن هناك الكثير من الرجال تخصصوا في أمراض النساء والولادة مخافة أن تطرأ حالة لا يوجد فيها من النساء من يتولى ذلك أو من يحسنه، وهكذا يجوز لبعض النساء أن يتخصصن في أمراض الرجال الخاصة بهم مخافة وجود حالات ضرورية طارئة لا يوجد من يتولاها من الرجال، ولكن الأصل اختصاص كل جنس بما يخصه، والله أعلم

Jawaban:

Hukum asalnya, ilmu kedokteran/penyakit tentang wanita sebagaimana laki-laki pada mayoritas penyakit. Seperti (penyakit) kepala, gigi, perut dan anggota badan yang nampak atau tidak. Maka siapa saja yang mempelajari ilmu kedokteran Penyakit Dalam atau sejenisnya, maka ia akan mengetahui pengobatan (yang sama) bagi laki-laki dan wanita.

Akan tetapi ada penyakit yang khusus pada wanita saja seperti penyakit di rahim, penyakit gangguan haidh, penyakit payudara dan sejenisnya. Wajib hukumnya para wanita mempelajarinya agar mereka mengobati sesama wanita. Sehingga mereka tidak perlu berobat kepada laki-laki yang berkonsekuensi seorang laki-laki ajnabi (bukan mahram) melihat dan menyingkap aurat dan perhiasan para wanita.

Akan tetapi kenyataannya, banyak laki-laki yang menjadi dokter spesialis kandungan karena dikhawatirkan tidak didapati adanya dokter wanita spesialis kandungan (di tempat tersebut). Demikian pula, boleh bagi sebagian wanita mempelajari penyakit khusus pada laki-laki karena dikhawatirkan ketika ada keadaan darurat yang pada saat itu tidak didapati dokter laki-laki. Akan tetapi hukum asalnya mengkhususkan setiap jenis sesuai dengan jenisnya (dokter laki-laki mengobati laki-laki dan sebaliknya, pent)

Sumber: Fawata Asy syar’iyyah fi masa’ilit thibbiyah, syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah

Beberapa Adab Ketika Malam Datang & Anjuran Membuka Jendela Saat Fajar

Faidah Hadits

Beberapa Adab Yang Perlu Diperhatikan Ketika Malam Sudah Datang

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

“Apabila hari telah senja (disaat maghrib) tahanlah anak-anak kalian karena syaithan sedang berkeliaran ketika itu. Apabila telah berlalu sesaat dari awal malam, biarkanlah mereka.

Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah ﷻ, karena syaithan tidak bisa membuka pintu yang ditutup (dengan menyebut nama Allah ﷻ).

Tutuplah tempat minum kalian dan sebutlah nama Allah ﷻ. Tutuplah bejana-bejana kalian dengan menyebut nama Allah ﷻ walaupun dengan membentangkan sesuatu di atasnya, dan padamkanlah lampu-lampu kalian“.

متفق عليه

Faidah Salaf

Anjuran Membuka Jendela Saat Fajar

Berkata Al-‘Allamah Ibnu Al-‘Utsaimin Rahimahullah

حدثني رجل أنه كان في بلدهـم أعمى يعرف طلوع الفجر برائحته ، نعم برائحته ، بدون أن يشاهد ، فإذا شم رائحته قام فأذن ، فإذا طالع الناس الفجر وجدوه قد طلع ، فأنت تعرف للفجر رائحة ، فقد سمعت أو قرأت في بعض الكتب الطبية أنه يندفع مع طلوع الفجر غازات أو شيء يشبه الغازات ، ولهذا حثوا على أن تفتح نوافذ المنازل عند طلوع الفجر لتدخل هذه الغازات التي توجب الحياة

“Seseorang telah menceritakan kepadaku bahwa dikampung mereka ada seorang yang buta, orang ini mengetahui waktu terbitnya fajar dengan mencium baunya kemudian dia berdiri untuk adzan.

Apabila orang lain ingin memastikan fajar lagi niscaya mereka mendapati fajar telah terbit. Maka engkau mengetahui bahwa fajar memiliki bau.

Sungguh aku pernah mendengar atau membaca sebagian buku-buku kedokteran bahwa terbitnya fajar itu diiringi unsur-unsur gas atau yang menyerupai gas, sehingga para dokter menyarankan agar orang-orang membuka jendela rumah mereka, ketika fajar sudah terbit sehingga gas tersebut masuk yang menjadikan adanya kehidupan“.

 ( شـرح عـمدة الأحكـام( ٥٧٥/١

Apakah Orang-Orang Nashrani Adalah Kafir dan Termasuk Penghuni Neraka?

Apakah kafir orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga (Trinitas) ?

Allah subhana wa ta’la sendiri yang menyatakan bahwa orang yang mengatakan Allah salah satu dari yang tiga (Trinitas), maka dia Kafir. Allah ta’la berfirman :

لَقَدْ كَفَرَ الذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga.” ( Qs.Al Maidah : 73).

Disebutkan bahwa yang benar adalah ayat ini di turunkan kepada orang- orang nashrani karena mereka yang mengatakan ajaran trinitas, mengatakan tuhan ayah, tuhan anak, tuhan ibu yang melahirkan tuhan anak.

Ibnu katsir rahimahullah menyatakan :

والصحيح : أنها أنزلت في النصارى خاصة، قاله مجاهد وغير واحد

Pendapat yang benar adalah bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang- orang nashrani saja secara khusus. Demikian menurut apa yang dikatakan mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seseorang. (Tafsir Al Qur’anul Azhim jilid 2 juz3 hal 104, cet.Daarul Ibnu Jauzi Kairo)

Maka jelaslah ayat di atas maka kafirlah orang- orang yang menyatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga (trinitas).

Allahu ‘alam.

Apakah orang-orang yahudi dan nashrani harus beriman dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ?

Ya, orang-orang yahudi dan nashrani harus beriman dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, jika tidak maka mereka termasuk penghuni neraka. Sebagaimana disebutkan dalam hadist.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari rasulullah ﷺ bahwasanya beliau bersabda :

والذي نفسُ محمدٍ بيده لا يسمعُ بي أحدٌ من هذه الأمة يهوديٌّ ولا نصرني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلتُ به إلا كان من أصحاب النار.

Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari ummat ini baik yahudi dan nashrani mendengar tentangku kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku di utus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR.Muslim no. 153)

Maka jelaslah hadist diatas, bahwa mereka jika tidak beriman kepada nabi Muhammad ﷺ maka mereka penghuni neraka.

Allahu ‘alam.

9 Alasan Seorang Muslim Tidak Merayakan Tahun Baru

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dariI skandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesarmenambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoretis bisa menghindari penyimpangan dalamkalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesarterbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulanAgustus.
(Sumber bacaan :https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru)

Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa,sejarah tahun baru bukan dari islam.

9 Alasan Seorang Muslim Tidak Merayakan Tahun Baru:

1. Karena Tahun baru bukan Hari Raya Islam

Tahun baru bukanlah Hari Raya Islam, maka tidak boleh kaum muslimin merayakannya.

Dari Anas dia berkata;

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus untuk permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullahﷺ bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (iedul Aldha) dan hari raya Iedul fithri.” (HR.Abu Daud 1134, Ahmad11568 dan Nasai1556)

2. Menyerupai kebiasaan orang-orang kafir

Merayakan Tahun baru adalah perayaan orang-orang non muslim, Nabi melarang kita menyerupai mereka.

Dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi ﷺ bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa bertasyabuh dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” ( HR.Abu Daud 4031)

3. Mengikuti kebiasaan orang-orang kafir

1. Mengikuti gaya hidup mereka

Rasulullah ﷺ bersabda :

“Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat sebelum kalian sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta dan sejengkal demi sejengkal, hingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak sungguh kalian akan memasukinya bersama mereka, ” para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Kalau bukan mereka siapa lagi.”( HR.Ahmad 9443)

2. Meniup terompet (kebiasaan orang yahudi)

Dari Abdullah bin Umar bahwasanya dia berkata; ‘Dahulu, orang-orang Islam ketika tiba di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu shalat. Tidak ada seorang pun yang menyeru untuk shalat. Pada suatu hari mereka membicarakan hal itu. Sebagian mereka berkata: ‘Gunakanlah lonceng seperti lonceng orang nashara.’ Sebagian yang lain berkata: ‘Gunakanlah terompet seperti terompet orang Yahudi.’ Kemudian Umar berkata: ‘Mengapa kalian tidak menyuruh seseorang untuk mengumandangkan tiba waktu shalat?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda; “Wahai Bilal, bangunlah dan serukanlah untuk shalat.”( HR.Muslim 378)

4. Membuang Waktu percuma

Waktu dan umur kita akan ditanya. kebiasaannya kaum muslimin yang mengikuti perayaan tahun baru menunggu sampai pukul 24.00 wib dini hari hanya untuk membakar atau melihat kembang api, ini adalah perbuatan sia-sia.

Dari Sa’id bin Abdullah bin Juraij dari Abu Barzah Al Aslami berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

Rasulullah ﷺ bersabda: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.”
( HR.Tirmidzi 2417)

5. Banyaknya Kemaksiatan dan kerusakan

  1. Mengucapkan selamat tahun baru, hal ini tidak di boleh kan.
  2. Berkumpulnya antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya.
  3. Bergadang malam
  4. Lalai dalam menjalankan Ibadah Shalat
  5. Meminum- minuman keras.
  6. Menghadiri Pentas musik
  7. Melihat kembang api
  8. Memakai topi santa ,atau topi kerucut
  9. Meniup terompet.
  10. Sebagian para wanita muslimah keluar tidak menutup aurat dan lain sebagainya.

6. Bergembiranya orang-orang kafir karena kaum muslimin mengikuti mereka

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa orang yang yahudi dan nasrani tidak akan ridha sampai kita mengikuti agama atau kebiasaan mereka.

Allah ta’la berfirman :

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (Qs.Al Baqarah : 120 )

7. Membuang Harta Percuma

Ketika tahun baru, biasanya sebagian kaum muslimim membeli hal-hal yg tidak penting seperti membeli terompet dan kembang api.

Allah ta’la berfirman :

لا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Qs.al Isra : 26 -27)

8. Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak pernah mengucapkan Selamat Natal dan Tahun baru.

Apakah Rasulullah dan para sahabat pernah mengucpakan Natal dan tahun baru kepada orang-orang Non muslim?

Rasulullah tidak pernah mengucapkan Selamat Natal dan Tahun baru kepada orang-orang kafir atau sesama para sahabat dan kaum muslimin sesama mereka, namun yang di lakukan beliau adalah mengajak orang-orang non muslim agar masuk kedalam kepada Islam.

Dalam satu riwayat rasulullah mengirim surat kepada Heraklius Raja Romawi, yang isinya mengajak dia masuk kedalam islam, dalam surat tersebut di tulis,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ وَأَسْلِمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَعَلَيْكَ إِثْمُ الْأَرِيسِيِّينَ وَ
{ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ }

“Bismillahir rahmaanir rahiim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rosul-Nya, untuk Heraklius, Raja Romawi, Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk. Kemudian dari pada itu, sungguh aku menyeru kamu dengan seruan Islam. Masuklah kedalam Islam maka kamu akan selamat.Masuklah Islam niscaya Allah akan memberimu pahala dua kali. Namun bila kamu enggan maka kamu akan menanggung dosa bangsa Arisiyyiin (Erapa). Dan; (Di salam surat itu Beliau menuliskan firman Allah QS Ali ‘Imran ayat 64) yang artinya: (“Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) “. (HR.Bukhari 2940)

9. Dilarang mengikuti perayaaan non muslim

Fatwa lajnah daimah:

Pertanyaan:

Saya ingin memberitahukan kepada Anda bahwa di depan salah satu gedung sebuah lembaga di Riyad ada sebuah panel (reklame) elektronik besar dan bertuliskan angka-angka berbahasa Inggris berwarna merah, dengan lebar sekitar empat meter dan tinggi dua meter, yang menunjukkan hitungan mundur dari sisa hari-hari terakhir tahun masehi 2000 hingga akhir tahun dan perayaan awal tahun baru masehi dan masuk milenium ketiga masehi . Hari ini, saat saya mengirimkan Anda surat saya ini tanggal 2/7/1420 H, hitungan mundur tinggal 18 hari lagi dan panel tersebut disiapkan setelah berakhirnya delapan puluh satu hari untuk menunjuk angka tahun 2000 dengan empat buah lampu. Iklan ini merupakan semboyan dan kalender orang -orang Nasrani (Kristen) dan kalender mereka dan ikut serta bersama mereka dalam semboyan-semboyan mereka dan hari raya mereka. Praktik ini sama dengan meninggalkan kalender Hijriah milik kaum Muslimin dan menyakiti perasaan mereka, memanfaatkan kelengahan para ulama dan ilmuwan, dan menyebarkan semboyan milik orang Kristen ini.

Saya mohon jawaban Anda. Semoga Allah memberi Anda taufik dan mengarahkan orang yang memiliki kekuasaan (pemimpin) untuk menghapus papan reklame seperti ini. Menghapus hal seperti ini adalah suatu kegembiraan bagi kaum Muslimin. Semoga Allah selalu menjaga Anda.

Jawaban:

Seorang muslim yang beriman dengan Allah dan hari akhir tidak boleh menampakkan perhatian dan simpati terhadap tahun milenium tersebut atau perayaan lain yang berhubungan dengan agama orang – orang Nasrani (Kristen) atau orang-orang kafir lainnya serta tahun baru milenium yang disebutkan atau mengaitkan beberapa hal dengan tahun tersebut, seperti melangsungkan akad nikah, memulai awal perdagangan atau menganggapnya sebagai hari raya karena hal tersebut berari setuju dengan apa yang mereka kerjakan (kemusyrikan dan kekafiran), mencari muka kepada mereka, menolong dan mengajak orang lain ikut merayakan hari raya mereka, tempat salib diusung, kebatilan diagungkan, dan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dilanggar.

Allah `Azza wa Jalla telah berfirman:

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu sangat pedih siksa-Nya

Ada hadis sahih dari Nabi ﷺ bahwasanya ia bersabda: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.

Orang muslim yang rida Allah sebagai Rabb (Tuhan), Islam sebagai Agama, dan Muhammad -Shallallahu ﷺ sebagai nabi dan rasul harus mengikuti jalan Allah yang lurus; yaitu jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya yang mulia radhiyallahu ‘anhum. Wujud istiqamah pada jalan ini yaitu: bahwa seorang muslim menjauhi jalan orang yang telah dimurkai Allah dan orang-orang yang sesat, baik Yahudi,Nasrani maupun orang-orang kafir lainnya, sehingga ia tidak mengikuti kesesatan mereka, tidak menyerupai mereka dalam perbuatan dan berpakaian mereka, tidak bercampur dengan mereka dalam memperingati hari raya mereka di Gereja atau tempat-tempat ibadah mereka, dan tidak menampakkan kepada mereka kegembiraan dan kesenangan terhadap hari-hari besar mereka atau memberi mereka ucapan selamat atas semua itu, tetapi ia berlepas diri dari semua perbuatan tersebut, berserah diri kepada Allah, dan memohon petunjuk dan kemantapan mengikuti petunjuk kepada-Nya hingga berjumpa dengan-Nya.Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

(Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa, Fatwa Nomor:21040
Anggota: Ketua Syaikh Bakar Abu Zaid,Syaikh Shalih al-Fawzan , Syaikh Abdullah bin Ghadyan, Syaikh
Abdul Aziz bin Abdillah Alu asy-Syaikh)
[www.alifta.net]

 

Allahu ‘alam.

Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli, Lc.

Pekanbaru-Panam
10 Rabi’ul Akhir 1439 H/ 30 Desember 2017.

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Ditanya Syaik al-‘Allamah Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin rahimahullah apa hukum mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Christmas (Natal) ?

Dan bagaimana kita menjawabnya apabila dia memberi selamat dengannya ?

Dan apakah boleh pergi ke tempat-tempat perayaan yang ditegakkan untuk acara ini ?

Maka beliau menjawab:

Ucapan selamat kepada orang kafir dengan perayaan Natal atau lainnya dari perayaan-perayaan agama mereka adalah haram menurut kesepakatan (ulama), sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya (hukum-hukum ahli dzimmah), beliau berkata : “Adapun ucapan selamat pada acara-acara khusus orang kafir adalah haram dengan kesepakatan (ulama), seperti memberi selamat mereka pada hari-hari raya mereka dan puasa mereka, kemudian mengatakan: hari raya yang diberkati untuk atas kalian, atau: senang dengan perayaan ini dan sebagainya, maka ini apabila orang yang mengatakannya selamat dari kekafiran maka ini adalah dari (perbuatan) yang diharamkan, dan dia sederajat dengan memberi selamat terhadap sujudnya kepada salib, bahkan itu adalah sebesar-besar dosa di sisi Allah, dan sangat dibenci daripada ucapan selamat minum khamr dan membunuh jiwa dan lain sebagainya.

Dan kebanyakan orang yang tidak mempunyai ilmu agama jatuh pada permasalahan itu, dan dia tidak tahu keburukan yang telah dia perbuat, maka barangsiapa yang memberi selamat seorang terhadap kemaksiatan, kebid’ahan atau kekufuran maka dia telah menentang kemarahan Allah dan kemurkaan-Nya.” Selesai perkataan beliau rahimahullah.

Ucapan selamat kepada orang kafir terhadap hari-hari raya agama mereka adalah haram dan semisal ini yang disebutkan Ibnul Qayyim, karena didalamnya terdapat pengakuan bagi apa yang mereka diatasnya dari syiar-syiar kekafiran, dan ridha terhadap mereka, walaupun dia tidak ridha dengan kekufuran ini pada dirinya, akan tetapi haram bagi muslim untuk ridha dengan syiar-syiar kekufuran atau memberi selamat terhadapnya, karena Allah Ta’aala berfirman: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu

Dan Allah berfirman : “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Dan ucapan selamat kepada mereka terhadap (hari raya)nya adalah haram baik mereka berserikat pada seseorang dalam pekerjaan atau tidak.

Dan apabila mereka memberi selamat kepada kita dengan perayaan mereka maka kita tidak membalasnya, karena itu bukan perayaan kita, dan juga karena itu adalah perayaan yang tidak diridhai Allah, sebab itu bisa jadi kebid’ahan dalam agama mereka, dan bisa jadi disyariatkan akan tetapi dihapus dengan agama islam yang diutus dengannya Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, kelada seluruh makhluk, dan Allah befirman : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Dan jawaban seorang muslim terhadap panggilan mereka pada perayaan ini haram, karena ini lebih besar daripada ucapan selamat karena disana ada keikutsertaan dengan mereka di dalamnya begitu juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyerupai orang kafir dengan melakukan perayaan-perayaan pada acara ini, atau bertukar hadiah, atau membagikan permen, memasakkan makanan, atau libur bekerja atau sebagainya, seperti sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam : “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya (Menempuh jalan yang lurus dan menyelisihi penduduk neraka) : “Menyerupai mereka dalam sebagian perayaan mereka akan membuat hati mereka senang dengan apa yang mereka yakini dari kebatilan, dan barangkali menjadikan mereka tamak dalam mengambil kesempatan dan merendahkan orang-orang lemah“. Selesai perkataannya rahimahullah.

Dan barangsiapa yang melakukan salah satu dari hal tersebut maka dia berdosa, baik dia mengerjakannya untuk basa-basi, suka, malu, atau sebab-sebab lainnya, karena itu termasuk menjilat pada agama Allah, dan merupakan sebab kuatnya diri orang kafir dan berbangga-bangganya mereka dengan agama mereka.

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Biasakanlah Anak-Anak Untuk Menggunakan Tangan Kanan Ketika Makan Dan Minum Atau Memberi Sesuatu

Berkata Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah

وهنا مسألة تتعلق بالصبيان، وهي أن بعض الصبيان يكون عمله باليسرى،فربما اعتاد الأكل والشرب باليسرى، فيجب أن يعود على اليمنى عند الأكل والشرب،وكذا ينبغي أن نعوده على تقديم اليمين في كل ما ينبغي فيه التيامن كالمناولة،لأن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن المناولة بالشمالوورد أن الشيطان يأخذ بشماله ويعطي بشماله،فإذا صحت هذه الجملة فالظاهر أن الأخذ باليسار للتحريم إلا لسبب

“Disini ada persoalan yang berkaitan dengan anak-anak. Yaitu sebagian anak pekerjaannya (dominan) dengan tangan kiri. Bisa jadi dia juga terbiasa makan dan minum dengan tangan kiri, maka wajib kita membiasakan mereka makan dan minum dengan tangan kanan. Dan begitu juga seharusnya kita membiasakan anak-anak untuk mendahulukan yang kanan pada segala sesuatu yang diharuskan mendahulukan yang kanan padanya, seperti memberikan (sesuatu), Karena Rasulullah ﷺ melarang dari memberikan sesuatu dengan menggunakan tangan kiri

Telah datang (dalil) bahwasanya syaithan mengambil dengan tangan kirinya dan memberi dengan tangan kirinya. Maka apabila shahih kalimat ini maka yang tampak bahwasanya mengambil dengan tangan kiri adalah haram kecuali ada sebab“.

Sumber: التعليق على صحيح مسلم المجلد الثاني ص ١١٠

Apakah Ahlussunnah Orang Yang Keras dan Berlebih-Lebihan?

Berkata Asy-Syaikh Sulaiman Ar-ruhaili waffaqahullah

ومن سمات أهل السنة والجماعة أنهم أهل التيسير الشرعي الصحيح، فلا تشدد ولا غلو عند أهل السنة والجماعة، بل أهل السنة والجماعة يُحذّرون من الغلو، ويأمرون بالتيسير الشرعي، ويحذّرون من التساهل،

 وبعض الناس اليوم يصفون أهل السنة والجماعة بأنهم متشددون، وفي الحقيقة أهل السنة والجماعة ليسوا أهل تشدد، بل هم أهل التيسير الشرعي، فهم وسط بين الغلاة والمتساهلين؛ وسط بين من عُرفوا بالتساهل ومن عرفوا بالغلو، وفرق بين التيسير الشرعي وبين التساهل،

ومن المعروف أن الفقهاء قد اتفقوا من جميع المذاهب الأربعة على أن من عُرف بالتساهل لا تؤخد عنه الفتوى، أما التيسير فهو مطلوب، وكيف لا يكون أهل السنة والجماعة أهل التيسير وهم يتمسّكون بسنة النبي ﷺ !؟

“Diantara ciri Ahlus sunnah wal jama’ah bahwa mereka adalah orang yang membawa kemudahan yang sesuai syar’i dan yang benar.

Tidak ada sikap keras dan tidak pula berlebih-lebihan dikalangan ahlus sunnah, bahkan mereka memperingatkan dari bahaya sikap ghuluw atau berlebih-lebihan dan mereka memerintahkan untuk memberikan kemudahan yang syar’i dan juga memperingatkan untuk tidak bergampangan.

Baca juga: Pembagian Tauhid Menurut Ahlussunnah Wal Jamaah

Pada hari ini sebagian orang memberikan sifat kepada Ahlus sunnah wal jama’ah bahwa mereka adalah orang yang keras, namun pada hakikatnya mereka bukanlah demikian.

Bahkan mereka adalah orang yang membawa kemudahan yang syar’i, mereka bersikap pertengahan, tidak berlebih lebihan dan tidak pula bergampangan, yaitu pertengahan antara orang yang dikenal bergampangan dengan orang yang berlebih-lebihan atau ghuluw.

Dan berbeda antara kemudahan yang syar’i dengan bergampangan .

Perkara yang sudah diketahui bahwa ulama fikih yang empat mazhab, mereka sepakat bahwa siapa yang dikenal bergampangan, maka fatwa nya tidak bisa diambil.

Adapun kemudahan yang syar’i maka ini perkara yang menjadi sebuah tuntutan, bagaimana mungkin ahlus sunnah bukan dikatakan ahlut taisiir atau yang memberikan kemudahan yang syar’i padahal mereka adalah orang-orang yang berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ“

أصول أهل السنة هداية وأمان صـ ٢٤

Hukum Shalat Dengan Rambut Yang Terikat

Rasulullah ﷺ melarang orang yang sujud mengikat rambutnya kebelakang. Nabi bersabda:

إنما مثل هذا مثل الذي يصلي وهو مكتوف

Innama masalu hadza masalul ladzi yusolli wahuwa maktufun

Artinya: “Permisalan orang yang demikian seperti orang yang shalat dalam keadaan terikat kedua tangannya“. (HR. Muslim)

Abdullah bin Abbas pernah melihat Abdullah ibnul Harits shalat dalam keadaan rambut kepala nya terikat kebelakang, lalu Ibnu Abbas bangkit melepaskan ikatan tersebut. Ketika selesai shalat Abdullah ibnul Harits bertanya kepada Ibnu Abbas “Ada apa dengan rambut ku?“, lalu Ibnu Abbas menyampaikan hadis di atas.

Rasulullah juga berkata:

ذالك كفل الشيطان

Dzalika kiflus syaiton

Artinya: “Ikatan rambut seperti itu (di saat shalat) adalah tempat duduk setan“. (HR. Abu Dawud no. 646 dan at Tirmidzi no 384, dinyatakan shohih oleh Syaikh Albani dalam shohih Abi Dawud dan shohih at Tirmidzi)

At Tirmidzi mengatakan, “yang diamalkan oleh ahlul ilmi adalah mereka membenci seorang shalat dalam keadaan rambut terikat”. (Sunan at Tirmidzi 1/238)

Ibnul Atsir berkata “Makna hadits ini adalah apabila orang yg shalat rambut nya digerai maka rambut tersebut akan jatuh ke tanah di saat sujud sehingga pemilik nya akan diberikan pahala sujud dengan rambut nya namun apabila rambutnya terikat jadilah dia termaksud dalam makna orang yg tidak sujud ia diserupakan dengan orang yg terikat kedua tangannya karena kedua tangannya tidak bisa menyentuh tanah di saat sujud” (an Nihayah fil ghoribil hadits)

Larangan Shalat Di Masjid Yang Didalamnya Terdapat Kuburan

Bolehkah shalat di masjid yang didalamnya terdapat kuburan?

Lajnah Daimah Lil Iftaa

سؤال : هل يجوز الصلاة في مسجد دفن فيه ميت أو أموات لضرورة عدم وجود غيره مع العلم أني إذا لم أصل فيه لم أصل الجماعة والجمعة ؟

Pertanyaan:

“Apakah boleh shalat dalam masjid yang dikubur didalamnya satu mayit atau lebih karena keterpaksaan disebabkan tidak ada selain masjid tersebut, dalam keadaan aku tahu seandainya aku tidak shalat di masjid tersebut, maka aku tidak dapat shalat berjamaah dan salat jumat?

الجواب : يجب نبش قبر أو قبور من دفن فيه ونقلها إلى المقبرة العامة أو نحوها ودفنهم فيها ، ولا تجوز الصلاة به والقبر أو القبور فيه ، بل عليك أن تلتمس مسجدا آخر لصلاة الجمعة والجماعة قدر الطاقة .

Jawaban:

“Wajib menggali kuburan tersebut atau kuburan siapa saja yang dikubur di dalam masjid dan memindahkannya ke pekuburan umum atau selainnya.

Tidak boleh shalat pada masjid tersebut padahal terdapat kuburan di dalamnya, tapi wajib bagimu untuk mencari masjid yang lain untuk salat jumat dan salat jamaah sesuai kemampuanmu“.

Sumber: فتاوى اللجنة الدائمة ج1 ص 402

Ancaman Bagi Orang Yang Bermudah-mudah Meninggalkan Shalat

 Asy-Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah:

فالواجب على أهل الإسلام الحذر غاية من التساهل بالصلاة، والواجب أن تؤدى في أوقاتها، المرأة تؤديها في الوقت، والرجل يؤديها في جماعة في المساجد، ولا يجوز التشبه بالمنافقين في التساهل بالصلاة، وعرفت أن بعض أهل العلم يقول: إن من تركها تهاوناً حتى خرج الوقت كفر بذلك، وهذا القول قول صحيح، ترك الصلاة تهاون وتساهل بها كفر أكبر -نسأل الله العافية- فإن السنة تؤيده، السنة عن رسول الله ﷺ تؤيد هذا القول، فإن الباب فيه أحاديث صحيحة كما تقدم، فيجب على المسلم أن يحذر هذا الأمر الخطير، وأن يحافظ على الصلاة في وقتها، وأن يستعين على ذلك بكل ما يستطيع من ساعة وغيرها، حتى يؤدي الصلاة في وقتها مع إخوانه المسلمين، وحتى تؤدي المرأة صلاتها في وقتها في بيتها قبل خروج الوقت، فهي عمود الإسلام وهي أهم الفرائض بعد الشهادتين، نسأل الله للجميع الهداية والتوفيق. نعم.

“Maka yang wajib bagi umat Islam untuk berhati-hati dengan kehati-hatian yang sangat dari bermudah-mudahan dalam masalah shalat.

Yang wajib adalah shalat ditunaikan pada waktunya. Seorang wanita menunaikannya pada waktunya. Para lelaki menunaikannya secara berjamaah di masjid-masjid. Tidak boleh menyerupai orang-orang munafik dalam bermudah-mudahan terhadap shalat. Dan engkau telah mengetahui bahwa sebagian ulama berpendapat, “Siapa yang meninggalkan shalat karena menganggap ringan dan bermudah-mudahan terhadapnya sampai keluar waktunya, maka dia telah melakukan kekufuran”. Dan pendapat ini adalah pendapat yang benar.

Meninggalkan shalat karena menganggap ringan dan bermudah-mudahan adalah kekafiran yang besar kita meminta keselamatan kepada Allah.

Karena sunnah menguatkan hal tersebut. Sunnah dari Rasulullah ﷺ menguatkan pendapat ini. Karena permasalahan ini, terdapat padanya hadis-hadits yang kuat sebagaimana telah berlalu.

Maka wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati terhadap perkara yang sangat berbahaya ini dan selalu menjaga shalat pada waktunya. Serta membuat semacam bantuan dengan segala apa yang bisa dari alarm dan selainnya sehingga ia menunaikan shalat pada waktunya bersama saudara-saudaranya kaum muslimin.

Begitu juga para wanita menunaikan shalatnya pada waktunya di rumah sebelum keluar dari waktu.

Shalat itu tiangnya Islam dan merupakan kewajiban terpenting setelah syahadatain. Kami meminta kepada Allah hidayah dan taufik bagi semua“.

sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas

Pemuda Yang Ingin Menikah Namun Masih Kuliah & Belum Bekerja

Pertanyaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ustadz ana mau tanya, saya punya saudara laki-laki yg masih kuliah tetapi dia pingin atau ada niat menikah. tetapi ada saudara yang lain kurang setuju, dengan alasan dia belum lulus kuliah, belum bekerja, biaya hidup masih minta dari kakak-kakanya, dan lain lain.

Pertanyaannya,

  1. Bagaimana hukumnya laki-laki yang mau menikah tapi dari segi ekonominya dia belum mampu?
  2. Bagaimana tentang kakaknya yang menahan agar dia tidak menikah dulu, dengan alasan tersebut. apakah berdosa?

sukron atas jawabnya

Jawaban:

Kalau dia takut terjatuh pada perbuatan zina, maka menikah hukumnya wajib baginya, diantara pendapat ulama yg menyatakan bahwa hukum menikah melihat kondisi seseorang.

Kondisi orang seperti ini harus di bantu, dan tidak boleh dihalang- halangi, walaupun dia masih kuliah dan belum punya pekerjaan. Maka hendaknya setelah ia menikah nanti, ia di tuntut untum bekerja dan mencari nafkah untuk istrinya.

Allah ta’la berfirman:

وَتَعَاوَنُ عَلىَ البَرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa.” (Qs.Al Maidah : 2)

Namun jika pemuda tersebut, dia belum di hukumi wajib menikah, dia tidak khawatir terjatuh dari perbuatan zina maka disini ia di hukumi sunnah, maka lebih baik di menahan diri untuk menikah, sampai ia benar- benar mampu.

Nabi ﷺ bersabda:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج

Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia kalian menikah. (HR.Bukhari no.5066 dan Muslim no.1400)

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Orang Tua Berwasiat Untuk Mengerjakan Amalan Yang Tidak Ada Dalilnya

Pertanyaan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

 

Ustadz ana mau bertanya.
Orang tua ana umurnya sudah 50 lebih, tadi beliau berwasiat ke ana ketika orang tua ana meninggal orang tua ana ingin diadakan tahlilan (malam ke 1, 2, dst). Lalu ana bilang hal seperti itu tidak di contohkan oleh Rasulullahﷺ dan beliau tetap kekeh untuk menjalankan wasiat itu. Apa yg harus ana lakukan ya ustadz?
Jazakallah khairan

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Pada pertanyaan di atas, ada dua point yang akan kita bahas, yaitu berkaitan dengan amalan wasiat membacakan dzikir atau alqur’an sebagai hadiah bacaan kepada mayyit, dan apakah wasiat tersebut harus ditunaikan.

Pertama:

Apa Hukum menghadiahkan Pahala Bacaan kepada Mayyit?

Allah ta’la berfirman :

وَأَنَّ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى

“Dan Bahwasanya seseorang tidaklah memperoleh selain apa yang mereka usahakan.” (Qs.An Najm: 39)

Pada asalnya tidak bermanfaat amalan orang yang masih hidup yang dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal, kecuali berdasarkan dalil yang mengkhususkan keumuman dalil di atas, dan jika tidak ditemukan dalil , maka dalil tersebut diatas tetap bersifat umum seperti hukum asalnya.

Oleh karenanya Nabi ﷺ tidak pernah menganjurkan ummatnya menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an kepada mayyit, tidak pula memberikan contoh dan petunjuk pada amalan tersebut.
Hal ini juga tidak didapati adanya atsar dari sahabat, yang kami ketahui-akan tetapi nabi ﷺ hanya memberi contoh agar meminta ampunan kepada orang yang telah meninggal dunia, beliau ﷺ bersabda:

استغفروا لأخيكم وسلوا له التثبيت، فإنه الآن يسأل

Mohon ampunlah ( kepada Allah) untuk saudaramu dan mintalah keteguhan untuknya, karena sesungguhnya ia sedang di tanya.” (Shahih; HR.Abu Daud no. 3221)dan yang lainnya.

Dari penjelasan diatas, bahwa bacaan Al Qur’an tidak bermanfaat (sampai,pent) kepada si mayit, demikian yang menjadi pendapat mazhab Asy- Syafi’i yang berbeda dengan pendapat jumhur. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/ 667-668).

Kedua:

Apakah wasiat yang bertentangan dengan Syariat harus di tunaikan ?

Syaikh al-Albani dalam kitab Ahkamul Janaiz menyebut satu point bahwa wasiat kezhaliman yang batil itu tertolak (tidak boleh ditunaikan,pent)
Hal tersebut Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang beramal yang tidak ada contohnya dari kami, maka ia tertolak.” (Riwayat yang di keluarkan oleh asy Syaikhan (Imam Bukhari dan Muslim,pent)dalam kitab as- Shahihain, ahmad dan selain mereka, lihat Al Irwa’ ghalil hal.88)).

Dan dalam hadits Imran bin Husain:

“Bahwasannya Ada seorang ketika akan meninggal berwasiat memerdekakan enam orang budaknya (ia tidak memiliki harta kecuali enam budak tersebut), kemudian datanglah ahli warisnya dari pedalaman, maka mereka mengabarkannnya kepada Rasulullah ﷺ perihal apa yang ia lakukan( wasiatkan,pent) orang tersebut, lalu beliau bertanya : ‘ apa benar ia melakukan hal tersebut?’ lebih lanjut, beliau ﷺ berkata :

لو علمنا إن شاء الله ما صلينا عليه قال : فأقرع بينهم فأعتق منهم اثنين، ورد أربعة في الرقِّ.

Seandainya aku mengetahui, insya Allah aku tidak menshalatkannya, kemudian mengundi diantara mereka
dan memerdekakan dua di antaranya dan mengembalikan empat budak lainnya.” (Diriwayatkan Ahmad ( IV/446) dan hadist senada diriwyatkan pula oleh Muslim. (lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh al Albani, hlm 16-17)).

Kesimpulan:

Wasiat mayit yang bertentangan dengan syariat maka tidak boleh di tunaikan. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah,

Nabi Bersabda ﷺ:

لاطاعة في معصية الله إنما الطاعة في المعروف

“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, hanya saja ketaatan itu dalam hal yang ma’ruf (kebajikan).”
(HR.Bukhari no. 7257 dan Muslim no 1840)

Apabila jika ada dalil- dalil yang khusus yang menununjukkan bahwa ada amalan yang bermanfaat untuk si mayit, maka boleh di lakukan wasiat tersebut, namun jika tidak maka hendaknya tidak di kerjakan.

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar

Haruskah Mengaku Dulu Pernah Berzina Saat Proses Taaruf?

Haruskah Mengaku Pernah Berzina?

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته

‘afwan ustadz, seorang akhwat (wanita) yg dulunya pernah berzina, kemudian dia melakukan ta’aruf dengan seorang ikhwan (pria). Apakah si akhwat ini mesti mengatakan kalo dulunya dia pernah berzinah?

Jawaban:

Jika Allah telah menutupi aibnya, maka tidak perlu dia membongkar lagi perbuatannya sendiri bahwa ia pernah melakukan zina, atau dia memberitahukan kepada si ikhwan yang akan melamarnya, bahwa ia sudah tidak perawan lagi.

Dan ikhwan tersebut tidak perlu mempertanyakan hal itu ,seperti ucapan “apakah kamu masih perawan?”.namun perlu di ketahui sang ikhwan hendaknya berhati- hati mencari pasangan hidup, dia harus mencari tahu dengan benar- benar siapa wanita yang hendak akan di nikahinya, jangan sampai mencari wanita yang berstatus pezina, namun jika si wanita yang pernah berzina tersebut sudah hijrah dan bertaubat maka tidak mengapa menikahinya, akan tetapi wanita tersebut harus melaksanakan dua syarat sebelum dinikahi.

Dalam hal ini wanita pezina ada dua syarat yang harus dia lakukan ketika dia akan menikah:

  1. Benar- benar bertaubat dengan taubat nasuha
  2. Bersih sekali haidh.

Didalam kitab Shahih Fiqih Sunnah di nyatakan, Tidak boleh menikah dengan wanita pezina, kecuali dua syarat :

Syarat pertama:

Bertaubat, karena taubat bisa menghilangkan sifat wanita yang haram dinikahi.
Nabi ﷺ pernah bersabda:

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR.Ibnu Majah, 4250, di hasankan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Ibnu Majah 2/418)

Syarat Kedua:

Membersihkan Rahimnya sekali Haidh, Ini merupakan syarat dari Imam Ahmad dan Imam Malik sebagaimana hadist Nabi ﷺ:

حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“wanita hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak hamil hingga mengalami satu kali haid.” (HR.Abu Daud,2157,Ahmad 3/62).

Pensyaratan bersih dari haid agar rahimnya bersih terlebih dahulu sebelum di nikahi (digauli), demikian cara menikahi wanita pezina (yang telah bertaubat,pent).
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/95).

Kesimpulan:

Boleh menikah dengan wanita pezina dengan syarat ia benar-benar bertaubat dari perbuatnya, dan bersih rahimnya satu kali haidh. Dan bagi si ikhwan tersebut tidak perlu bertanya apakah ia sudah tidak perawan lagi, ini akan menyakiti hati wanita tersebut apabila ia sudah benar- benar bertaubat, namun jika wanita tersebut masih mengerjakan praktek zina, maka jangan nikahi wanita- wanita seperti ini.

Nabi ﷺ memerintahkan kita menikah dengan wanita yang shalihah lagi baik agamanya.

Nabi ﷺ bersabda:

فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Pilihlah agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (HR.Bukhari no.5090 dan Muslim no.1466)

 

Allahu A’lam.

Di Jawab Oleh:

Abu Yusuf Dzulfadhli Munawar