Kesempurnaan Islam (Bagian 1)

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah ta’la yang berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah mencukupkan nikmat-Ku padamu, dan Aku telah meridhai untukmu Islam sebagai agama.” (QS. Al-Ma`idah: 3)

‘Abdullah bin ‘Abbas (3 SH – 68 H) radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa memberitahukan kepada nabi-Nya Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang yang beriman bahwasanya Dia telah menyempurnakan keimanan bagi mereka, sehingga mereka tidak memerlukan tambahan selamanya. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa telah mencukupkannya, maka Dia tidak akan menguranginya selamanya. Dan Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa telah meridhainya maka Dia tidak akan murka kepadanya selamanya.”[1]

Al-Hafizh Ibnu Katsir (700-774 H) rahimahullaahu  menjelaskan, “(Ayat) ini adalah sebesar-besar nikmat yang Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan atas umat ini. Karena Dia Subhaanahu wa Ta’aalaa telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak lagi memerlukan agama lainnya dan tidak pula nabi yang lainnya. Semoga shalawat dan salam tercurah atas mereka. Oleh sebab itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan mengutus beliau kepada manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali apa yang dihalalkannya, tidak ada yang haram selain apa yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali apa yang disyari’atkannya. Segala hal yang diberitakannya adalah hak dan benar, tidak mengandung kebohongan dan tidak pula mengandung pengingkaran janji. Sebagaimana Dia Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. “ (QS. Al-An’aam: 115)

Maksudnya benar dalam semua berita dan adil dalam segala perintah dan larangan. Tatkala Dia Subhaanahu wa Ta’aalaa telah menyempurnakan untuk mereka agama ini, berarti telah sempurnalah nikmat itu atas mereka. Itulah sebabnya Dia Subhaanahu wa Ta’aalaa befirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah mencukupkan nikmat-Ku padamu, dan Aku telah meridhai untukmu Islam sebagai agama.”

Maksudnya: maka ridhailah dia (agama Islam) untuk dirimu! Karena sesungguhnya dia merupakan satu-satunya agama yang Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa cintai dan ridhai. Dengannya Dia mengutus rasul yang paling utama, dan dengannya pula Dia Subhaanahu wa Ta’aalaa menurunkan kitab suci yang paling mulia.”[2]

Diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya seorang laki-laki Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin! (Ada) satu ayat di dalam Kitab (suci)mu yang kamu baca, yang jika ayat itu diturunkan atas kami kaum Yahudi, kami pasti menjadikan hari (turunnya ayat) itu sebagai hari raya.” ‘Umar bertanya, “Ayat yang mana?” Laki-laki itu menjawab, “(yaitu ayat) Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku telah mencukupkan nikmat-Ku padamu, dan Aku telah meridhai untukmu Islam sebagai agama.” ‘Umar berkata, “Kami benar-benar mengetahui hari dan lokasi diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau berdiri di ‘Arafah pada hari Jum’at.”

Al-Husein bin Mas’ud al-Baghawi (w. 516 H) rahimahullaahu  berkata, “’Umar mengisyaratkan bahwa hari itu merupakan hari raya bagi kita (kaum muslimin).”[3]

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam yang bersabda,

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ

“Sungguh, tidak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali dia berkewajiban menunjukkan kepada umatnya kebaikan apapun yang diketahuinya, serta memperingatkan kepada mereka keburukan apapun yang diketahuinya.” (Diriwayatkan oleh Muslim: 1844, dari Ibnu ‘Amru Radhiyallaahu ‘anhu)

Dan bersabda,

مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

“Tidak ada suatu perkara pun yang tersisa, (baik) yang akan mendekatkan ke surga maupu yang menjauhkan dari neraka, kecuali telah diterangkan kepadamu.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir: 1647, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah: IV/ 416, no hadits: 1803)

Diriwayatkan dari Salman al-Farisi radhiyallaahu ‘anhu, ia menceritakan bahwasanya ada yang berkata kepadanya –dalam sebuah riwayat: sambil mencemooh, yaitu sebagian orang musyrik-, “Sesungguhnya nabi kalian telah mengajari kalian segala hal hingga persoalan buang hajat.” Salman menanggapi, “Memang benar. Beliau melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang hajat atau kencing, (melarang kami) beristinja` dengan tangan kanan atau kurang dari tiga buah batu atau beristinja` dengan kotoran atau tulang.”[4]

Abu al-Qasim Isma’il bin Muhammad bin al-Fadhl al-Ashbahani (457-535 H) rahimahullaahu  berkata, “Maka beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam tidak meninggalkan sesuatu apapun dari semua urusan agama, baik kaidah-kaidahnya, perkara-perkara ushulnya, syari’at-syari’atnya dan bagian-bagiannya melainkan beliau telah menerangkannya, menyampaikannya secara sempurna dan tidak menunda-nunda penjelasan ketika diperlukan. Karena di antara kelompok-kelompok umat ini tidak ada yang berbeda pendapat bahwasanya menunda-nunda penjelasan ketika diperlukan tidak diperbolehkan walau bagaimanapun. Dan sebagaimana diketahui bahwasanya urusan tauhid dan penetapan ash-Shaani’ (Zat yang menciptakan) terus diperlukan di setiap waktu. Seandainya penjelasan tentangnya ditunda-tunda, berarti itu membebani umat ini dengan sesuatu yang tidak ada jalannya bagi mereka. Jika perkaranya adalah sebagaimana yang telah kami paparkan, maka kita dapat mengetahui bahwasanya dalam perkara-perkara begini, Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam tidak membiarkan mereka berdalil dengan al-a’raadh dan tidak bergantung kepada al-jawaahir serta perubahannya. Karena tidak memungkinkan bagi seorang pun untuk meriwayatkan satu huruf pun yang demikian dari beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak pula dari seorang sahabat beliau pun, baik dengan jalan mutawatir maupun ahad. (Kalau begitu) Dapatlah diketahui bahwasanya pendapat mereka menyelisihi pendapat beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, serta menempun selain jalan mereka.”[5]

Imam Taqiyuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Abdil Halim al-Harrani (661-728 H)  rahimahullaahu  menuturkan, “Dan merupakan hal yang mustahil juga bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah mengajari umatnya segala hal hingga adab buang hajat, yang bersabda,

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاَّ هَالِكٌ

“Saya tinggalkan kamu di atas jalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang dari jalan itu sepeninggalku kecuali orang yang celaka.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad: IV/ 126 dan beberapa imam hadits lainnya, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah: III/ 11 nomor hadits: 937)

Yang juga bersabda,

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ

“Sungguh, tidak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali dia berkewajiban menunjukkan kepada umatnya kebaikan apapun yang diketahuinya, serta memperingatkan kepada mereka keburukan apapun yang diketahuinya.” (Diriwayatkan oleh Muslim: 1844, dari Ibnu ‘Amru Radhiyallaahu ‘anhu)

Dan Abu Dzarr radhiyallaahu ‘anhu menyatakan, “Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam telah wafat dalam keadaan tidaklah seekor burung pun yang mengepakkan kedua-dua sayapnya di langit kecuali beliau telah menyebutkan ilmunya kepada kami.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir: II/ 166, nomor: 1647, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahiihah: IV/ 416 nomor hadits: 1803)

Juga ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdiri di antara kami di suatu tempat. Lalu beliau menceritakan awal penciptaan (makhluk) hingga para penghuni surga memasuki tempat-tempat tinggal mereka dan para penduduk neraka memasuki tempat-tempat tinggal mereka. Hal itu diingat oleh siapa saja yang ingat dan dilupakan oleh siapa saja yang lupa.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhaari dalam Shahiih-nya: VI/ 286 nomor hadits: 3192)

(merupakan) hal yang mustahil jika mereka (umat beliau) diajari segala hal yang mengandung manfaat bagi mereka dalam agama –meskipun kecil-, beliau tidak mengajari mereka hal-hal yang mereka ucapkan dengan lisan mereka dan yang mereka yakini dengan hati mereka terhadap Rabb mereka, sembahan mereka, Rabb pemilik semesta alam, yang mengenal-Nya merupakan puncak semua pengetahuan, yang peribadahan kepada-Nya merupakan tujuan paling mulia dan yang tujuan kepada-Nya merupakan puncak dari semua tujuan. Bahkan, ini adalah inti dakwah kenabian dan esensi risalah ilahiyyah. Oleh karenanya, bagaimana bisa seseorang yang hatinya masih memiliki sedikit keimanan dan hikmah menduga bahwa penjelasan tentang bab ini (aqidah asma` was shifat, dan begitu juga urusan-urusan agama lainnya) tidak disebutkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sebaik-baiknya?”[6]

Imam Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani (1173-1250 H) rahimahullaahu  berkata, “Jika Allah ‘Azza wa Jalla telah menyempurnakan agamanya sebelum mewafatkan Nabi-Nya Subhaanahu wa Ta’aalaa, maka pendapat apakah ini yang diada-adakan oleh pemiliknya, setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa menyempurnakan agamanya? Apabila menurut keyakinan mereka pendapat tersebut merupakan bagian agama ini, berarti agama ini belum sempurna kecuali dengan pendapat mereka. Dan ini sama saja menolak al-Qur`an (yang menyebutkan agama ini telah sempurna –penj). Sedangkan, jika pendapat itu tidak bagian dari agama ini, lantas apa gunanya menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak merupakan bagian dari agama ini?”[7]

Ahmad bin al-Hasan ar-Raazi rahimahullaahu  berkata, “Setiap perkara yang diada-adakan setelah turunnya ayat ini (yakni QS. Al-Ma`idah: 3), maka itu merupakan berlebihan, tambahan dan bid’ah.”[8]

Maka ayat di atas menunjukkan bahwasanya agama Allah ‘Azza wa Jalla yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam sempurna. Juga menunjukkan bahwasanya beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam telah menerangkan dan menjelaskannya sejelas-jelasnya. Tidak tersisa sesuatu pun dari agama ini yang belum dijelaskannya, baik dalam perkara ushul maupun dalam perkara furu’. Dengan demikian tidak ada ruang untuk menciptakan akidah-akidah lain dari berbagai pikiran dan pendapat manusia, tidak ada celah untuk mengada-adakan ibadah-ibadah dan berbagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa dari perasaan-perasaan manusia. Dan firman Allah: diinakum (agama kamu) bersifat umum mencakup urusan agama yang sifatnya ushul maupun furu’. Agama ini, semuanya telah disempurnakan dan diterangkan dalam permasalahan ushul dan furu’nya. Dalam agama ini, telah diterangkan apa saja yang berkaitan dengan akidah dan keimanan, amalan-amalan dan berbagai taqarrub kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adab serta akhlak. Semuanya telah diterangkan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah segamblang-gamblangnya. Maka apabila Anda meyakini perkara-perkara akidah yang disebutkan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itulah akidah yang paling benar, lurus dan selamat. Jika Anda mengamalkan ibadah-ibadah yang dijelaskan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itulah sesempurna-sempurnanya ibadah. Dan jika Anda mempraktekkan akhlak-akhlak yang diterangkan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itulah akhlak yang paling suci dan paling baik.[9]

Wallaahu ‘Alam bi ash-Shawaab.


[1]  Silahkan melihat Jaami’ al-Bayaan ‘an Ta`wiil Aay al-Qur`aan penulis Abu Ja’dar Muhammad bin Jarir ath-Thabari tahqiq Doktor ‘Abdullah bin ‘Abdul Muhsin at-Turki (VIII/ 80), Markaz al-Buhuuts wa ad-Diraasaat al-‘Arabiyyah wa al-Islaamiyyah.
[2]  Silahkan melihat ‘Umdat at-Tafsiir ‘an al-Haafizh Ibni Katsiir Mukhtashar Tafsiir al-Qur`aan al-‘Azhiim, penulis asy-Syaikh Ahmad Syakir, Daar al-Wafaa` (I/ 628-629)
[3]  Silahkan melihat Ma’aalim at-Tanziil, penulis Abu Muhammad al-Husein bin Mas’ud al-Baghawi, tahqiq dan takhrij hadits-hadits oleh: Muhammad ‘Abdullah an-Namir, ‘Utsman Jumu’ah Dhamiriyyah dan Sulaiman Muslim al-Harsy, Daar Tahyyibah  (III/ 13)
[4]  Silahkan melihat Shahiih Muslim: 262, dan Misykaat al-Mashaabiih penulis Muhammad bin ‘Abdillah al-Khathib at-Tibrizi, tahqiq Muhammad Nashiruddin al-Albani, Kitaab ath-Thahaarah Bab Aadaab al-Khalaa`, hal 119, nomor hadits: 370, al-Maktab al-Islami.
[5]  Silahkan melihat al-Hujjah fii Bayaan al-Mahajjah wa Syarh ‘Aqiidah Ahlis Sunnah (I/ 375-376) tahqiq Muhammad bin Rabi’ bin Hadi al-Madhkhali, Daar ar-Raayah.
[6]  Silahkan melihat al-Fatwaa al-Hamawiyyah al-Kubraa, tahqiq Doktor Hamad bin ‘Abdul Muhsin at-Tuwaijiri, Daar ash-Shami’i, hal. 178-181, dengan beberapa adaptasi.
[7]  Dinukil dari kitab ‘Ilm Ushuul al-Bida’ Diraasah Takmiiliyyah Muhimmah fii ‘Ilm Ushuul al-Fiqh, penulis ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali bin ‘Abdil Hamid al-Halabi al-Atsari, Daar ar-Raayah, hal. 21
[8]  Silahkan melihat Dzamm al-Kalaam wa Ahlih penulis Abu Isma’il ‘Abdullah bin Muhammad al-Harawi, takhrij hadits dan ta’liq oleh ‘Abdullah bin Muhammad al-Anshari, (I/ 281) nomor riwayat: 15, Maktabah al-Ghurabaa` al-Atsariyyah.
[9]  Silahkan melihat Tadzkirah al-Mu`tasii Syarh ‘Aqiidah al-Haafizh ‘Abdil Ghaniy al-Maqdisi, penulis Profesor ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr, hal. 50-51, penerbit Gharaas.

Hukum Kawat Gigi atau Behel, Memutihkan Gigi Mengikir Gigi Demi Kecantikan

Assalamualaikum ustad….mau bertanya ni ustad….ada anak teman saya akhwat. Kebetulan beliau mengambil fakultas kedokteran gigi di usu. Apa hukumnya behel, memutihkan gigi, mengikir gigi dgn tujuan utk mempercantik diri ????

Jawaban :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Kalau merenggangkan gigi dalam rangka untuk kecantikan maka di haramkan, karena itu termasuk merubah ciptaan Allah ta’la dan bagian dari tadlis ( penipuan),dan pelakunya akan di laknat oleh Allah ta’la.

Dalam satu riwayat di sebutkan, Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata :

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ مَا لِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ

“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato dan wanita yang mencukur alis matanya serta yang merenggangkan giginya (dengan kawat dll) untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah ﷺ sementara telah tertulis dalam kitabullah.” (HR.Bukhari 5948 dan Muslim 2125).

Akan tetapi, jika dalam rangka pengobatan maka di perbolehkan, baik itu mengikat dan mempererat gigi dengan emas jika di khawatirkan akan tanggal, dan di bolehkan memakai gigi palsu, semua itu di bolehkan dalam rangka darurat.
(Lihat selengkapnya di al-Mughni 3/15-16 dan Shahih Fiqih Sunnah 3/56).

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Atasan Membantu Administrasi Bawahannya Hutang Ke Bank

Assalamu’alaikum Ustadz…
Barokallohu fik.

Afwan, saya mau tanya Ustadz. Posisi saya di perusahaan tempat saya bekerja termasuk sebagai atasan. Suatu ketika bawahan saya mau hutang ke bank yang tentunya riba, sebagai kelengkapan administrasi ada lembaran yang harus ditanda tangani oleh atasan, guna mengetahui bahwa yang bersangkutan berhutang dengan sepengetahuan atasan. Hukumnya seperti apa Ustadz, jika saya membubuhkan tanda tangan tersebut?

Dari Hermanzah Kalimantan Selatan

Jawaban :

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Seseorang yang meminjam dana di bank yang melakukan praktek riba atau ada bunganya, maka perbuatan ini terlarang, karena ada kesepakatan dan akad atau syarat tertentu antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjam untuk diberikan tambahan kepada pihak peminjam ketika dana tersebut akan dikembalikan, disinilah terjadi praktek ribawi yang di larang syariat, yang ini termasuk riba nasiah yaitu pembayaran lebih yang di syaratkan kepada pihak yang meminjam.

Allah ta’la berfirman :

 وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا 

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs.al- Baqarah: 275 )

Dan Allah Ta’la juga berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs.Al-Baqarah: 278 )

Adapun Dalil-dalil dari hadist Nabi ﷺ.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina.” (HR.Bukhari ,no2766,Muslim ,no 89,Abu Daud no 2874)

Dan dari Jabir dia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.” ( HR.Muslim,no 1598)

Kesimpulan :

Jika anda telah mengetahui dengan benar, bahwa bawahan anda meminta tanda tangan anda untuk meminjam uang di Bank yang disitu ada Transaksi Ribawinya maka jangan anda memberikan tanda tangan anda kepadanya.

Allah ta’la berfirman :

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam perberbuatan dosa dan pelanggaran .Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Qs.Al-Mā’idah :2)

Solusinya:

Nasehati dia agar tidak bertransaksi ribawi, dan carilah pinjaman yang tidak ada akad transaksi ribawinya.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sikap Istri Pertama Ketika Madunya Bersikap Tidak Baik Kepadanya

Pertanyaan:

Assalamualaikum

Ustadz, Gimana sikap istri pertama apabila madunya bersikap tidak baik dan tidak menghargai istri yang pertama?

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

1. Hendaknya Istri Pertama bersabar.

2. Hendaknya mencari tau, atau menyakan kepada dia (madunya) melalui suami atau orang lain, apa motif yang menyebabkan ia berbuat seperti itu, kalau motifnya cemburu ,itu hal yang wajar.

Dahulu Aisyah radhiallahu ‘anhu istri nabi juga pernah cemburu kepada khadijah. Dalam riwayat di sebutkan, Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata;

مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا

“Tidaklah aku cemburu kepada salah seorang istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal ia meninggal dunia sebelum beliau menikahi aku. Dan disebabkan aku sering mendengar beliau menyebut-nyebutnya (memuji dan menyanjungnya). (HR.Bukhari 3816 dan Muslim 2435)

3. Kemudian hendaknya Suami Menasehati Istri Kedua ( madu)nya agar jangan bersikap yang tidak baik kepada istri pertama.

4. Kemudian do’akan dia agar bersikap yang baik dengan madu ( istri pertama)nya.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Pesta Pernikahan Di Syariatkan Dalam Agama Islam?

Pertanyaan:

Assalamualaikum ustadz. Saya ingin menikah, tapi calonnya minta dibuatkan pesta, ada solusi ustad?

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Kalau yang di maksud pesta adalah walimahan, maka tidak mengapa kalau anda mampu mengadakannya, asalkan tidak ada kemungkaran didalamnya, atau hal- hal yang melanggar syariat, bahkan mengadakan walimah ini di anjurkan oleh nabi ﷺ.

Anjuran Mengadakan Pesta Pernikahan Atau Walimatul ‘Urus

Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abdurrahman bin Auf,

مَهْيَمْ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ مَا سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ نَوَاةً مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Bagaimana keadaanmu?”. ‘Abdur Rahman menjawab; “Aku sudah menikah dengan seorang wanita Anshar”. Beliau bertanya lagi: “Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?”. ‘Abdur Rahman menjawab; “Perhiasan seberat biji emas atau sebiji emas”. Lalu beliau bersabda: “Adakanlah walimah (resepsi) sekalipun hanya dengan seekor kambing”. (HR. Bukhari 3781)

Dalam hadist di atas nabi menganjurkan kepada sahabat Abdurrahman bin Auf untuk mengadakan resepsi pernikahan (walimah ), inilah yang dianjurkan dalam islam pada pernikahan, namun perlu di garis bawahi, bahwa walimahan jangan ada kemungkaran didalamnya, tidak harus bermewah- mewahan, tidak mengumbarkan harta secara boros, akan tetapi adakanlah walimahan walaupun menyembelih seekor kambing.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Tayamum Hanya Dapat Dilakukan Jika Sama Sekali Tidak Ada Air?

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ana Ingin bertanya, ana tinggal di daerah yang sedang melaksanakan Ujian CPNS. Nah karena banyak peserta CPNS yg sholat di masjid dekat rumah ana, jadi Air nya Habis. Apakah ana harus Tayamum atau gimana ?, Sedangkan setau ana hukum tayamum itu kalau sama sekali tidak ada air.

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi (junub, pent), ketika tidak ada air atau uzur dalam menggunakannya. (Shahih Fiqih Sunnah 1/189)

Tayamum telah di syariatkan dalam islam:

1. Dalil dari Al Qur’an

Allah ta’la berfirman :

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih) (Qs. al Maidah: 6)

Allah ta’la juga berfirman :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan (Jima’), kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. (Qs.an Nisaa’: 34)

2. Dalil dari Sunnah Nabi shalallahu a’laihi wa Sallam.

Dari Imran bin Hushain Al Khaza’i, ia berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ

bahwa Rasulullah ﷺ melihat seorang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama orang banyak, beliau lalu bertanya: “Wahai fulan, apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?” Maka orang itu menjawab: “Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wajib bagi kamu menggunakan tanah dan itu sudah cukup buatmu.” (HR. Bukhari 348)

3. Ijma’

Berkata ibnu Qudamah di dalam kitab al- Mughni(1/138):

Adapun Ijma’ ,seluruh umat ini telah sepakat diperbolehkannya Tayammum secara umum. (Shahih Fiqih Sunnah 1/188 -189)

Tayamum boleh di lakukan dalam Dua Kondisi:

1. Ketika tidak air, baik ketika safar atau mukim
2. Ketika berhalangan, tidak mampu menggunakan air (seperti sakit atau yang lainnya, pent). (Shahih Fiqih Sunnah 1/190)

Kesimpulan

Kalau anda benar- benar tidak mendapatkan air maka anda boleh bertayamum.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Semua Harta Suami Juga Harta Istri?

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz, Apakah harta suami dengan istri sama? Mohon penjelasannya, Jazakallahu khairan.

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Tidak sama, harta suami adalah milik suami bukan milik istri, dan sebaliknya harta istri adalah milik istri bukan milik suami.

Harta Suami Adalah Milik Suami

Dalilnya firman Allah ta’la:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs.An Nisa: 34)

Ibnu katsir menyatakan dalam ayat di atas pada ayat:

وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs.An Nisaa’:34).

Yaitu berupa mahar (Mas Kawin), nafkah dan biaya – biaya lainya yang diwajibkan oleh Allah ta’la atas mereka kaum laki- laki terhadap kaum wanita berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (Tafsir Al Qur’anul ‘Adzim 477, cetakan Daar Ibnu Hazm)

Dalam penjelasan ayat diatas sangat jelas bahwa harta suami adalah milik suami, bukan milik istri, karena Allah ta’la menyebutkan nafkah yang di berikan kepada istri adalah dari harta suami.

Harta Istri Adalah Milik Istri Bukan Milik Suami

Dari Abu sa’id al Khudri, dia berkata, bahwa zainab istrinya ibnu mas’ud berkata kepada Rasulullah ﷺ:

ْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

“Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq). Maka Nabi ﷺ bersabda: “Ibnu Mas’ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka”. (HR.Bukhari 1462). [Shahih Fiqhus Sunnah 3/105]

Dalam hadist di atas sangat jelas bahwa harta istri adalah milik istri bukan milik suami, kalau sekiranya harta istri milik suami niscaya zainab tidak perlu memberikan shadaqahnya kepada suaminya yaitu abdullah bin mas’ud.

Harta Warisan

Kalau sekiranya harta suami adalah harta istri, maka tidak berlaku hukum waris, karena apabila seorang suami meninggal, secara otomatis harta suami langsung berpindah ke tangan istri, maka hal ini tidaklah benar. Harta suami adalah harta milik suami bukan milik istri.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum dan Kegunaan Menutup Telinga Ketika Mengumandangkan Adzan

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustad

Saya mau nanya, Apa hukum dan kegunaan menutup telinga pada saat adzan?

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Diantara Adab mengumandangkan adzan adalah memasukkan kedua jari telunjuk ke masing- masing telinga, faidahnya adalah dapat fokus meninggikan suara, dan agar suara yang keluar keras dan lantang.

Nabi ﷺ pernah menyumbat telinga beliau dengan jari-jari lalu melantangkan suaranya.

Dari Abu Musa Asy ‘ari radiallahu ‘anhu dia berkata :

لَمَّا نَزَلَ
{ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ }
وَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُصْبُعَيْهِ فِي أُذُنَيْهِ فَرَفَعَ مِنْ صَوْتِهِ فَقَالَ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ يَا صَبَاحَاهُ

Saat turun (ayat): “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’araa`: 214), Rasulullah ﷺ menyumbat telinga dengan jari-jari lalu melantangkan suaranya, beliau bersabda: “Wahai Bani Manaf, Pagi ini ayo kita berkumpul” (HR.Tirmidzi, 3186).

Hal ini juga berdasarakan perbuatan sahabat yang mulia Bilal bin Rabbah radhiallahu ‘anhu ketika beliau mengumandangkan adzan.

Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada menyatakan :

و ذلك بأن يرفع المؤذن صوته ما استطاع ، حتى يسمع النداء بالصلاة ،فقد :

كان بلال إذا أذن وضع أصبعيه في أذنيه
وهذا يساعده على رفع الصوت .

Yang demikian itu hendaknya Muadzin mengangkat suaranya, sehingga panggilan shalat dapat di dengar.
Dalam sebuah riwayat di sebutkan bahwa :

كان بلال إذا أذن وضع أصبعيه في أذنيه

“Bilal biasa meletakkan kedua jarinya di telinga jika mengumandangkan adzan.”
(HR.Ahmad 4/308, Tirmidzi 197, dan dia menshahihkannya، Hakim 1/202,Abu ‘awanah 1/329 dari Abu Juhaifah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam _al irwa_230).

Kemudian, beliau melanjut, hal ini dapat membantu meninggikan suara.
( Mausu’ah al-Adab al- Islamy 77, cet Daar Thoyyibah Linnasyri wat Tauzii’)

Kesimpulan:

Bahwamemasukkan kedua telunjuk ke masing- masing telinga faidahnya adalah dapat meninggikan suara,dan perbuatan ini termasuk adab dalam mengumandangkan adzan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Menikah Harus Menunggu Kita Sudah Mapan?

Pertanyaan:

Ustadz, ana ingin menikah tapi belum punya kendaraan dan rumah, dan rasanya sangat kurang enak ketika sudah menikah masih tinggal di rumah orang tua.

Jawaban:

Menikah Tidak Harus Mapan Terlebih Dahulu

Menikah tidak harus  memiliki rumah megah terlebih dahulu, kendaraan mewah, dan pekerjaan yang mapan,dahulu  pada zaman nabi shalallahu a’laihi wa sallam  ada seseorang pemuda yang ingin menikah akan tetapi  ia tidak memiliki apa-apa.

Disebutkan dalam satu riwayat,dari Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu ia berkata;

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي وَهَبْتُ مِنْ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيلًا فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا قَالَ مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي فَقَالَ إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِيَّاهُ جَلَسْتَ لَا إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا فَقَالَ مَا أَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَلَمْ يَجِدْ فَقَالَ أَمَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ قَدْ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah dan berkata, “Sesungguhnya aku menghibahkan diriku.” Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata, “Nikahkahkanlah aku dengannya, jika memang Anda tidak berhasrat padanya.” Beliau bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?” laki-laki itu berkata, “Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini.” Beliau bersabda: “Jika kamu memberikannya dan kamu duduk tak berkain. Carilah sesuatu.” Laki-laki itu menjawab, “Aku tidak mendapatkan sesuatu.” Beliau bersabda lagi: “Carilah, meskipun hanya berupa cincin besi.” Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya: “Apakah kamu hafal sesuatu dari Al Qur`an?” laki-laki itu menjawab, “Ya, yaitu surat ini dan ini.” Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al Qur`anmu.” (HR.Bukhari, no 5135)

Carilah Kecukupan Dengan Menikah

Allah ta’la berfirman :

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ( Qs.An Nuur :32).

Pada Firman Allah ta’la:

{وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ}

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian. (An-Nur: 32).

Hal ini merupakan perintah untuk Menikah.

Segolongan ulama berpendapat bahwa setiap orang yang mampu kawin diwajibkan melakukanya. Mereka berpegang kepada makna lahiriah hadits Nabi yang berbunyi:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ” 

Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menanggung biaya perkawinan, maka hendaklah ia Menikah. Karena sesungguhnya Menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, hendaknyalah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat dijadikan peredam (berahi) baginya. (HR.Bukhari dan Muslim)

Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia pernah mengatakan, “Carilah kecukupan dari menikah, karena Allah ta’la telah berfirman: ‘Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya (An-Nur: 32).”

( Tafsir Ibnu Katsir 1331,Cet Daar Ibnu Hazm).

Allah akan menolong hambanya yang ingin menikah agar tidak terjatuh dalam perbuatan dosa

Dalam satu riwayat di sebutkan kan,

Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah bersabda:

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ : الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ “. 

“Tiga golongan yang pasti Allah tolong; orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin merdeka dari tuannya (dengan tebusan) dan orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa.” (HR.Ahmad 9258,Tirmidzi 1655 dan Nasai’ 3120)

Pada kalimat,

والناكح الذي يريد العفاف ; أي العفة من الزنا

Orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa, yaitu terjaga dari perbuatan zina. (Tuhfatul Ahwazi bi Syarhi Jaami’ Tirmidzi)

Persiapkan Bekal Sebelum Menikah

Ketika anda ingin menikah maka  Hendaknya  anda mempersiapkan  bekal, yaitu bekal ilmu dan harta.

Dari sisi ilmu,hendaknya anda belajar yang berkaitan dengan Pernikahan yang sesuai syar’i,

Adapun dari sisi harta,  karena bagaimanapun saat sekarang ini menikah butuh modal, maka hendaknya ia mempersiapakannya,dengan bekerja keras, menabung dan lain sebagainya sesuai kemampuan anda, setelah itu tawakkal kepada Allah ta’la dan jangan lupa berdo’a kepada Allah ta’la agar segala urusan di mudahkan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sirah Imam Al-Muzani Gurunya Para Imam & Murid Besar Imam Syafi’i

Imam Al-Muzani رحمه الله murid Imam Syafi’i رحمه الله

Berasal dari kabilah Muzainah

Seseorang yang menggali lembaran sejarah hidup seorang ulama Islam akan mendulang banyak pelajaran dan manfaat bagi agama dan dunianya. Dan diantara ulama besar Islam adalah seorang alim yang menjadi teladan, baik dalam ilmu, zuhud, tawadhu’ dan wara‘. Seorang ‘alim yang dikenal sebagai Imam dalam bidang ilmu fiqih dan ushul fiqih yang buah karya ilmiahnya dikaji umat Islam, bahkan menjadi bagian dari mahar yang diterima oleh seorang gadis dalam pernikahannya.

Beliau adalah Imam Abu Ibrahim Ismail bin Yahya bin Ismail bin Amr bin Muslim Al-Muzani Al Mishri رحمه الله yang lebih dikenal dengan panggilan Imam Al-Muzani رحمه الله Ibrahim adalah putranya paling besar.
Imam Al-Muzani رحمه الله lahir pada tahun yang sama dengan tahun wafatnya ulama besar yang lain, Imam Zaid bin Saad رحمه الله, seorang ulama besar Mesir, 175 Hijriyah, pada awal awal tahun pemerintahan Harun Ar-Rasyid رحمه الله yang memimpin dalam rentang tahun antara 170 sampai dengan 193 Hijriyah.

Beliau berasal dari kabilah Muzainah, Allah عز وجل memuliakan kabilah ini dengan keberadaan orang-orang dari suku ini yang berjumpa dengan Rasulullah Muhammad ﷺ dan beriman kepada beliau ﷺ. Sebut saja sebagai contoh Nu’man bin Muqarrin Al-Muzani رضي الله عنه yang mulai berjihad dijalan Allah bersama Nabi ﷺ dalam perang Ahzab dan termasuk orang yang hadir dalam Baiat Ridhwan. Iya dipercaya Khalifah Umar Bin Khattab رضي الله عنه memimpin pasukan perang dalam perang Nahawand, dan wafat dalam jihad fisabilillah tersebut.
Dengan demikian, garis pernasaban Imam Abu Ibrahim Al-Muzani رحمه الله berakar kuat dengan bangsa Arab, meskipun dilahirkan dan tumbuh di Mesir.

Al-Muzani رحمه الله murid besar Imam Syafi’i رحمه الله

Imam Abu Ibrahim Ismail Al-Muzani رحمه الله, tumbuh besar di negeri Mesir . dia berguru kepada banyak ulama. Namun, Imam Syafi’i رحمه الله menjadi gurunya yang paling populer dibandingkan ulama lainnya. Bersama saudara perempuannya, Imam Al-Muzani رحمه الله berguru kepada Imam Syafi’i رحمه الله.

Abu Ishaq al-Faqih mengatakan, tentang Imam Syafi’i رحمه الله, sesungguhnya ilmu fiqih nya telah berpindah pada murid-muridnya, diantara mereka adalah Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al-Muzani . karena itu, pandangan fiqh Imam Syafi’i رحمه الله menyebar kemana-mana melalui tangannya . Imam Syafi’i رحمه الله pernah berkata Al-Muzani adalah pembela mazhab ku.

Ulama besar berguru kepada Imam Al-Muzaniرحمه الله

Predikat sebagai Imam panutan umat Islam, ‘allamah (berilmu luas lagi mendalam), ‘alamul zuhhad (simbol orang-orang zuhud) dan faqihul millah (ahli hukum umat Islam) menjadi bukti kebesaran dan kedalaman ilmu Imam Al-Muzani.

Hukum Islam (Fiqih Islam) menjadi spesialisasi Imam Al-Muzani. Imam adz-Dzahabi رحمه الله menyebutnya sebagai orang terdepan dalam fiqih. Sedangkan dalam bidang hadits, sebagaimana penilaian muridnya, Imam Ibnu Abi Hatim رحمه الله, imam al-Muzani رحمه الله berserakan shaaduuq. Tidak yang riwayat beliau sampaikan.
Beberapa murid beliau seperti Imam Ibnu Khuzaimah رحمه الله yang berjuluk guru Imam Imam ahli hadits, Abu Ja’far Ath-Thahawi, ibnu ‘Adi رحمه الله, Abdurrahman bin Abi Hatim رحمه الله pakar dalam ilmu jarh wa ta’dil, Abul Qosim Utsman bin Basysyar al-Anmathi رحمه الله guru Ibnu Diraih رحمه الله.

Mukhtashar Al-Muzani رحمه الله kitab fenomenal.

Dalam penyebaran ilmu yang dikuasainya, Imam Al-Muzani menyusun banyak karya ilmiah. Misalnya al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’ ash-Shaghir, al-Mantsur, al-Masailul Mu’tabarah, at-Targhib fi ‘ilmi, al-Watsaiq, Syarhus Sunnah (pen).

Karya tulisnya yang paling fenomenal adalah Mukhtashor buku ringkas fiqihnya yang menyebar ke seluruh penjuru negeri. Tidak sedikit ulama yang mensyarahnya. Bahkan disebut-sebut kitab itu biasa menjadi bagian mahar yang diterima oleh seorang gadis yang akan menikah. Dalam penulisannya, bila telah menyelesaikan penyusunan suatu bab dan merangkaikannya ke dalam kitab Mukhtashar tersebut, ia mengerjakan sholat dua rakaat.

Sisi lain dari kehidupan Imam Al-Muzani.

Penguasaan ilmu fiqih merupakan Sisi paling menonjol dari ulama besar ini. Namun, ada beberapa sisi lain dari kehidupan beliau yang istimewa. Beliau dikenal sebagai orang yang doanya mustajab, wara’, tekun ibadah dan amat besar penghormatannya kepada ilmu dan ulama.

Memandikan jenazah juga menjadi bagian dari sisi kehidupan beliau yang berbeda. Pada awalnya, dengan itu (beliau) berharap pahala dan agar hatinya menjadi lunak, tidak mengeras. Namun kemudian menjadi kebiasaannya. Bakan Imam Al-Muzani lah yang memandikan Imam Syafi’i ketika wafat.

Aqidah Imam Al-Muzani tentang Al-Qur’an.

Imam Al-Muzani رحمه الله berkata, “Alquran kalamullah bukan makhluk. Karenanya, siapa saja berkata Al-Qur’an itu makhluk, maka orang itu kafir”.

Imam Al-Muzani رحمه الله wafat pada 24 Ramadhan tahun 264 Hijriyah dalam usia 89 tahun.
Semoga Allah عز وجل merahmatinya dan merahmati seluruh ulama Islam yang mengajarkan kebenaran yang berasal dari-Nya kepada umat.

wallahua’lam

Disalin dari Majalah As-Sunnah nomor 12 tahun ke 17, Edisi April 2014

Penulis Ustadz Abu Minhal, LC.

Sikap Anak Ketika Orang Tua Tidak Merestui Pernikahan Anaknya

Ada 2 pertanyaan yang masuk pada kami dengan 1 topik dan jawaban yang sama, maka kami akan menjawabnya sekaligus.

Pertanyaan:

Pertanyaan 1

Assalamualaikum ustadz,

Gimana cara saya (ikhwan) menyikapi orang tua saya dalam hal saya ingin menikahi seorang wanita yang tidak disukai orang tua saya?

Apakah tindakan saya durhaka apabila saya mempertahankan prinsip saya untuk menikahinya. Karena di satu sisi saya sudah yakin dengan si wanita.

Pertanyaan 2

Assalamualaikum ustadz,

Bagaimana jika seorang ikhwan tidak direstui orang tua menikah dengan seorang wanita dikarenakan alasan yang tidak syar’i dan pernikahan itu sudah terjadi sampai sudah memiliki anak. Pertanyaannya, keridhoan orangtua terkhusus ibunya dengan ikhwan tersebut?
Mengingat surganya ikhwan ada di kaki ibu walaupun sudah nikah

Jawaban:

Seorang anak hendaknya mentaati ibunya, karena syariat memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya,dan memerintahkan agar mentaatinya dalam perkara yang baik sesuai dengan syariat islam.

Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada kedua orang tua, dan melarang membantah ucapan mereka.

Allahu ta’la berfirman :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu riwayat, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari,no5971)

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar.

Dari Abdullah bin Amru mengatakan:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

Seorang arab badui menemui Nabi ﷺ dan bertanya; ‘Waya Rasulullah, apa yang dianggap dosa-dosa besar itu? ‘ Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah” ‘Lantas selanjutnya apa? ‘ Tanyanya. Nabi menjawab: “Mendurhakai orang tua.” (HR.Bukhari 6920)

Dalam riwayat lainnya, Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ

“Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Jawab Nabi ﷺ: “Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya).” (HR.Muslim 2551)

Pertanyaan diatas sesuai dengan kisah seseorang yang datang menghadap Abu darda radhiallahu ‘anhu.

Dahulu ada seseorang mendatangi Abu darda diperintahkan ibunya untuk menceraikan istrinya, simak riwayat berikut ini.

Dari Abdurrahman As Sulami ia berkata;

أَتَى رَجُلٌ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي بِنْتُ عَمِّي وَأَنَا أُحِبُّهَا وَإِنَّ وَالِدَتِي تَأْمُرُنِي أَنْ أُطَلِّقَهَا فَقَالَ لَا آمُرُكَ أَنْ تُطَلِّقَهَا وَلَا آمُرُكَ أَنْ تَعْصِيَ وَالِدَتَكَ وَلَكِنْ أُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Seseorang mendatangi Abu Darda` dan berkata; “sesungguhnya aku mencintai sepupuku yang sekarang menjadi isteriku, sedangkan ibuku memerintahkan untuk menceraikannya. Abu Darda` berkata: aku tidak menyuruhmu untuk menceraikannya, dan mendurhakai ibumu, namun aku menyampaikan kepadamu satu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah ﷺ; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْوَالِدَةَ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ شِئْتَ فَدَعْ

“Ketahuilah bahwa ibu itu ibarat pintu surga paling tengah, maka terserah padamu hendak menceraikan istri atau taat kepada ibu.” (HR.Ahmad 20733,Tirmidzi 1900 dan lainnya)

Pertanyaan di atas senada dengan pertanyaan yang diajukan kepada Oleh Syaikh Shalih fauzan al Fauzan.

Pertanyaan:

Istriku seiringkali bertengkar dengan ibuku. Sementara ibuku ingin agar aku menceraikannya saja. Aku bingung antara menuruti keinginan ibuku atau nasib anak-anakku sesudah perceraian. Sebagai informasi, bahwa aku adalah seorang suami yang cukup beragama, alhamdulillah, dan aku tidak ingin membuat Allah murka dengan perceraian atau membuat marah ibuku yang Allah telah perintahkan agar ditaati. Aku pernah membaca sebuah hadits dari Abdullah bin Umar yang isinya menceritakan bahwa dia mempunyai seorang istri yang dicintainya; padahal ibunya menginginkan ‘Abdullah menceraikannya. Maka dia pergi menemui Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau pun menyuruhnya untuk menceraikannya. Kami mengharapkan jawaban, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban:

Pertama, permasalahan Ibnu Umar bukanlah dengan ibunya, namun dengan ayahnya, Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Sementara masalah yang Anda sebutkan adalah pertengkaran yang terjadi antara istri Anda dengan ibu Anda; dan ibu Anda meminta Anda menceraikannya. Maka jelas terlihat dari pertanyaan Anda bahwa wanita yang menjadi istri Anda itu telah menyakiti ibu Anda, dan Anda tidak boleh membiarkannya dalam kondisi demikian. Sebisa mungkin Anda pegang tangan istri dan halangi dia dari pertengkaran tersebut, dan sebisa mungkin Anda damaikan anatara ibu dan istri Anda. Hal tersebut sudah tentu harus Anda lakukan, dan jangan menceraikannya. Atau jika Anda mampu, Anda tempatkan istri Anda di satu rumah dan ibu Anda di rumah lainnya, dan Anda mampu mengurusi semuanya. Ini juga solusi yang lain.

Jika sedikit pun Anda tidak mampu melaksanakannya dan istri Anda terus bertengkar dengan ibu Anda serta marah kepadanya, maka saat itulah tidak ada alternatif lagi selain cerai, guna mematuhi ibu Anda dan menghilangkan kemudharatan darinya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dalam setiap keadaan, tanganilah masalah sesuai kemampuan Anda. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki urusan Anda. Jangan Anda jadikan cerai, kecuali sebagai solusi terakhir, jika Anda tidak mampu menempuh alternatif lainnya.

Syaikh Al-Fauzan, al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh

Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008
[https://konsultasisyariah.com/10361-ibu-memerintahkan-menceraikan-istri.html].

Catatan:

  1. Sebisa mungkin anda pertahankan pasangan anda ( istri ) dengan tidak menceraikannya,jika tidak ada alasan syar’i untuk menceraikannya.
  2. Hendaknya anda sebisa mungkin melobi orang tua anda, agar jangan menceraikan atau melarang nikah dengan istri atau calon pasangan anda.
  3. Cermati baik-baik ,mungkin ada sikap istri atau pasangan anda yang tidak disukai ibu anda,maka hendaknya anda sebisa mungkin memperbaiki istri anda.
  4. Berdo’ a kepada Allah minta yang terbaik.

 

 

Demikian pemaparan diatas.

Allahu ‘alam.
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Berbohong Ketika Berkenalan Dengan Seseorang?

Pertanyaan:

Apa hukumnya apabila kita sudah menikah, saat ditanya orang kita jawab belum menikah, pada saat kenalan ?

Jawaban:

Tidak boleh berkenalan dengan wanita yang bukan mahramnya jika tidak ada hajjah (kebutuhan yang mendesak), begitu sebaliknya,karena jika selain itu akan bisa terjadi timbulnya fitnah.

Dari Usamah bin Zaid radliallahu ‘anhuma berkata; dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah setelahku yang lebih dahsyat bagi kaum laki-laki melebihi fitnah wanita.” ( HR.Bukhari,5096, dan Muslim 2740)

Namun jika ingin bermaksud Taa’ruf untuk menikahinya, maka hendaknya datangi walinya (orang tuanya).

Adapun jika ada hajjah (kebutuhan yang mendesak) dahulu ada seorang wanita datang langsung menemui Rasulullah, untuk sesuatu kebutuhan yang ia menginginkan agar Nabi menikahinya, maka kala itu nabi ﷺ tidak menghardiknya.

Dari Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu ia berkata;

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي وَهَبْتُ مِنْ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيلًا فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا قَالَ مَا عِنْدِي إِلَّا إِزَارِي فَقَالَ إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِيَّاهُ جَلَسْتَ لَا إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا فَقَالَ مَا أَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَلَمْ يَجِدْ فَقَالَ أَمَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ قَدْ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Sesungguhnya aku menghibahkan diriku.” Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata, “Nikahkahkanlah aku dengannya, jika memang Anda tidak berhasrat padanya.” Beliau bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?” laki-laki itu berkata, “Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini.” Beliau bersabda: “Jika kamu memberikannya dan kamu duduk tak berkain. Carilah sesuatu.” Laki-laki itu menjawab, “Aku tidak mendapatkan sesuatu.” Beliau bersabda lagi: “Carilah, meskipun hanya berupa cincin besi.” Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya: “Apakah kamu hafal sesuatu dari Al Qur`an?” laki-laki itu menjawab, “Ya, yaitu surat ini dan ini.” Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al Qur`anmu.”(HR.Bukhari, no 5135)

Kenapa Harus Berbohong

Seorang Muslim hendaknya memiliki karakter yang jujur bukan suka berbohong.

Dari Abdullah radliallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta.” (HR.Bukhari 6094 dan Muslim 2607)

Berbohong Adalah Tanda Atau Sifat Orang Yang Munafik

Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:

مِنْ عَلَامَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Di antara tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara niscaya dia berbohong, apabila dia berjanji niscaya mengingkari, dan apabila dia dipercaya niscaya dia berkhianat.”
(HR.Bukhari 33 dan Muslim 59)

Dari Penjelasan di atas, hendaknya seorang Muslim bersikap jujur dan menjauhi sifat berbohong.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Diperbolehkan Bersalaman Dengan Kakak Ipar?

Pertanyaan :

Ustadz, apakah boleh bersalaman dengan istri kakak/abang (kakak ipar)?

Jawaban :

Seorang lelaki tidak boleh bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya, begitu juga sebaliknya, sebagaimana dalam beberapa hadist :

Rasulullah ﷺ Tidak bersalaman dengan Wanita

Rasulullah ﷺ bersabda:

َ إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

“Sesungguhnya saya tidak bersalaman dengan wanita.” (HR. Nasa’i 4181 ,ahmad 25767, Malik 1893, Ibnu Majah, 2874)

Ancaman Bagi yang Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahramnya

Rasulullah ﷺ juga bersabda :

لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

“Sesungguhnya andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi, hal itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrâni dalam al-Mujamul Kabîr no.486, 487 dan ar-Rûyânî dalam Musnadnya II/227. Hadits ini dihukumi berderajat hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahîhah no. 226)

Ipar Adalah Maut Dan Ipar Bukanlah Mahram

Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

” إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ “. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ : ” الْحَمْوَالْمَوْتُ “.

“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR.Bukhari 5232,Muslim 2172)

Kesimpulan :

Tidak boleh seorang lelaki bersalaman dengan istri saudara (ipar) nya, begitu juga sebaliknya seorang wanita tidak boleh bersalaman dengan suami saudari (ipar) nya, karena mereka bukanlah mahram.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Atha’ bin Abi Rabah, Tabiin Tak Silau Dengan Iming-Iming Dunia

Atha’ bin Abi Rabah

Beliau adalah seorang tabiin yang dikaruniai keluasan ilmu sehingga mendatangkan manfaat bagi banyak orang.
Telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkunjung ke Mekkah untuk melakukan umrah. Orang-orang mengerumuni beliau untuk menanyakan agama dan meminta fatwa kepada beliau, lantas beliau berkata “Sungguh aku heran kepada kalian wahai penduduk Mekkah, mengapa kalian mengerumuni aku untuk bertanya tentang masalah-masalah tersebut padahal di tengah-tengah kalian ada Atha’ bin Abi Rabah.”

Sungguh, gemerlapnya dunia telah merayu Atha’ bin Abi Rabah, tetapi beliau berpaling dan menampiknya dengan serius. Sepanjang hayat beliau hanya mengenakan baju yang harganya tidak lebih dari 5 dirham saja. Para khalifah telah meminta kesediaan beliau untuk menjadi pendamping mereka, namun beliau menolaknya. Karena beliau takut agamanya yang ternoda oleh dunianya. Namun demikian terkadang beliau mengunjungi khalifah jika beliau merasa hal itu dapat mendatangkan manfaat bagi kaum muslimin maupun kebaikan bagi Islam.

Atha’ bin Abi Rabah dikaruniai umur panjang hingga 100 tahun, beliau penuhi umurnya dengan ilmu dan amal, beliau isi dengan kebaikan dan takwa, beliau sucikan dirinya dengan zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, dan mengharap apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan beliau wafat pada tahun 114 Hijriyah atau 732 Masehi

Sumber : Shuwaru min Hayati At-Tabi’in

Disalin dari buku : Potret Salaf Menjemput Rezeki Yang Barokah
Penulis Abdul Malik Al-Qasim

Cara Menghidupkan Dan Melembutkan Hati Yang Keras Karena Maksiat

Pertanyaan :

Bagaimana cara untuk menghidupkan dan melembutkan hati yang telah mati dan keras karena perbuatan maksiat, mohon nasihatnya ustadz

Jawaban :

Seorang yang bermaksiat maka hatinya akan hitam dan apabila ia bertaubat maka hatinya kembali menjadi bersih. Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ
{ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya sebuah titik hitam dan apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan dan apabila ia kembali maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutup hatinya, dan itulah yang diistilahkan “Ar raan” yang Allah sebutkan: kallaa bal raana ‘alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun.(QS. Almuthaffifin 14).” (HR.Tirmidzi,3334 Ia berkata; hadits ini hasan shahih)

Kemudian sebab atau faktor seseorang itu bermaksiat, hal ini karena disebabkan lemahnya keimanannya, ada dua faktor yang menyebabkan seseorang lemah imannya yaitu faktor pengaruh dari dalam (internal) dan faktor Pengaruh dari luar (eksternal). ( lihat Ziyadatul Iman Wa Nuqshonuhu 248, Oleh Syaikh Abdurrozak bin Abdul Muhsin)

1. Faktor Dhakhilyah (internal) dari dalam, yaitu :

  1. al Jahlu : Kebodohan
  2. al Ghaflah : Lalai
  3. Al I’radh wa An Nisyan : Berpaling dan Lupa
  4. An Nafsul ammratu bis Suu’ : Hawa nafsu yang mengantarkan kepada perbuatan yang buruk.
  5. Fi’lul Ma’ashi : Perbuatan dosa dan yang lainnya.

2. Faktor Kharijiyah (eksternal) dari Luar yaitu :

  1. Syaithan : Goda’an Setan
  2. Quronaus Suu’ : Teman yang buruk.
  3. Ad Dunya wa fitnatuha : Fitnah Dunia
  4. Mendengarkan Musik (Nyanyian), dan yang lainnya.

(Lihat Asbab Ziyadatul Iman wa Nuqshanuhu, oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim alhamd)

Kiat- Kiat Menghidupkan Dan Melembutkan Hati

1. Beristighfar dan Bertaubat dari dosa

Seorang yang bertakwa yang menjauhi dosa dan maksiat dia akan mendapatkan ketenangan jiwa, adapun orang yang bermaksiat dia akan merasakan kerasnya hati.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ
{ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya sebuah titik hitam dan apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan dan apabila ia kembali maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutup hatinya, dan itulah yang diistilahkan “Ar raan” yang Allah sebutkan: kallaa bal raana ‘alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun.(QS. Almuthaffifin 14).” (HR.Tirmidzi,3334 Ia berkata; hadits ini hasan shahih)

Pada hadist diatas, dapat kita ambil faidahnya, yaitu apabila seseorang yang meninggalkan perbuatan dosa dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya akan dibersihkan kembali.

2. Menjaukan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.

Dosa dapat mematikan hati, dan menjauhkannya dapat menghidupkan hati. Berkata Abdullah bin Mubarak :

Aku melihat Dosa-dosa itu mematikan hati
Dan sungguh Dosa-dosa itu mewariskan kehinaan yang  melekat
Dan meniggalkan dosa-dosa merupakan hidupnya hati
Dan merupakan kebaikan  bagi dirimu adalah meninggalkan dosa-dosa itu
Dan tidaklah yang merusak agama ini melainkan raja-raja, ulama suu’ (buruk) dan ahli ibadah (yang tidak berilmu).
(Ad-Dau wad Dawa’(93) Oleh Ibnul Qoyyim al Jauziyah, Tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi, Daar Ibnul Juziyah)

3. Berzikir mengingat Allah

Seseorang yang berzikir kepada Allah, maka hatinya merasa tenteram.

Allah ta’la berfirman :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Qs.Ar Ra’du 28).

4. Membaca Al Qur’an

Al Qur’an merupakan obat penyakit yang ada di dalam hati.

Allahu ta’la berfirman :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Qs.al Isra : 82)

Berkata ustman bin affan radhiallahu ‘anhu

لو طهرت قلوبنا ما شبعت من كلام الله

Kalau sekiranya hati kita ini bersih, niscaya kita tidak akan puas membaca Kalamullah (Al Qur’anul Karin).
(Ighatsatul Lahfan 1/64).

5. Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya.

Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya termasuk sebab menjadi hati tenang dan bahagia.

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ telah bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Al Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. (HR.Muslim,2699)

Dan Allah ta’la akan memberikan kehidupan yang baik kepada orang yang beramal shalih.

Allah Ta’la beriman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs.An Nahl :97)

6. Mentauhidkan Allah

Allahu ta’la berfirman :

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُون.َ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (Qs.As Syu’ara :88-89)

Didalam Tafsir ibnu katsir di sebutkan bahwa hati yang selamat diantara maknanya adalah hati yang bersih dari kesyirikan,dan abdullah bin abbas radhiallahu ‘anhu menyatakan makna

إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Yaitu hati yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. (Tafsir al Qur’anul A’zhim 1376, oleh Ibnu Katsir, Cet Daar Ibnu Hazm)

7. Jadikan Hati Ini Orientasinya adalah Akhirat

Allah ta’la berfirman :

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Qs.Al ‘Ala : 17)

Dan Rasulullah ﷺ bersabda :

مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

“Barangsiapa menjadikan dunia sebagai ambisinya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, dan Allah akan menjadikannya miskin. Tidaklah ia akan mendapatkan dunia kecuali apa yang telah di tetapkan baginya. Dan barangsiapa menjadikan akhirat sebagai niatannya, maka Allah akan menyatukan urusannya dan membuatnya kaya hati, serta ia akan di beri dunia sekalipun dunia memaksanya.” (HR.Ahmad 20608, Ibnu Majah 4105, Tirmizdi, 2465. Di shahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Silsilah al ahadiits Shahihah 950)

8. Berbuat Kebaikan

Berkata Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu :”Sesungguhnya Kebaikan itu memiliki sinar di wajah, cahaya didalam hati, meluaskan rezeki, dan menguatkan anggota badan, serta  kecintaan di hati-hati manusia. Adapun keburukan itu memiliki hitam (kegelapan;pent) diwajah, kegelapan didalam hati, kelemahan di badan, dan kekurangan rezeki, serta kebencian di hati-hati manusia.” (Ad-Dau  wad Dawa’(86) Oleh Ibnul Qoyiim,Tahqiq Syaikh Ali Hasan  Al Halabi cet,Daar Ibnul Juziyah)

9. Mengingat Mati

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian” (HR.Tirmidzi. 2307, Berkata Abu Isa : Hadits ini hasan)

Dari Hani` bekas budak ‘Utsman radhiallahu ‘anhu dia berkata;

كَانَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِذَا وَقَفَ عَلَى قَبْرٍ يَبْكِي حَتَّى يَبُلَّ لِحْيَتَهُ فَقِيلَ لَهُ تَذْكُرُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ وَلَا تَبْكِي وَتَبْكِي مِنْ هَذَا قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ

“Jika Utsman bin ‘Affan berhenti di suatu kuburan, dia menangis sehingga jenggotnya basah. Di tanyakan kepadanya; “Apakah kamu ingat surga dan neraka?, janganlah kamu menangis, apakah kamu menangis hanya karena ini?” dia menjawab; “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kuburan adalah tempat singgah pertama akhirat. Jika selamat darinya, maka setelahnya pun ia akan lebih mudah (urusannya) namun jika ia tidak selamat darinya, maka sesudahnya pun ia akan lebih sulit lagi.” Utsman berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Aku tidak pernah melihat suatu pemandangan melainkan kuburan itu lebih buruk dari dari segalanya.”‘ (HR.Ahmad 425, Ibnu Majah, 4267, Tirmidzi 2308 Berkata Abu Isa : Hadits ini hasan gharib)

10. Berdoa’ Kepada Allah ta’la

Allahu ta’la berfirman :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Qs.Al Baqarah: 186)

Berdo’a Minta Keteguhan Hati

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahhu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah ﷺ berdoa; ‘Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!’ (HR.Muslim,2654)

Berdo’a Minta Petunjuk

Nabi ﷺ bahwasanya beliau pernah berdoa:

ُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“ALLOOHUMMA INNII AS-ALUKAL HUDAA WATTUQOO WAL’AFAAFA WALGHINAA “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, terhindar dari perbuatan yang tidak baik, dan kecukupan (tidak minta-minta,).” ( HR.Muslim, no 2721).

Demikian, semoga Allah senantiasa menghidupkan dan melembutkan hati kita.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Nama Asli & Bagaimana Riwayat Penamaan Abu Hurairah

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum ustadz, siapakah nama asli Abu Hurairah? dan bagaimana riwayat penamaan Abu Hurairah?

Jawaban :

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Abu hurairah radhiallahu ‘anhu adalah salah satu sahabat Rasulullahu ﷺ yang mulia.

Nama Asli Beliau

Dahulu di masa jahiliyah orang-orang memanggil beliau “Abdus Syams”, maka tatkala Allah memuliakannya dengan Islam, dan memberikan kehormatan kepadanya dengan bertemu Nabi ﷺ, maka nabi berkata kepada beliau :
Siapa namamu?
Maka beliaupun menjawab : “Abdus Syams“.
Kemudian Nabi shalallah ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan : “Abdurrahman saja
Maka beliaupun mengatakan : iya, Abdurrahman, demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah !
(Shuwaru min Hayatis Shabah, 1/479)

Nama Kuniyah Beliau

Adapun kunyah beliau adalah Abu Hurairah, sebabnya adalah beliau ketika masih anak-anak beliau memiliki kucing kecil yang selalu bermain bersamanya, kemudian anak-anak seusianya pun memanggil beliau dengan sebutan Abu Hurairah (Bapak kucing kecil).
Namanya pun tersebar kemana-kemana hingga mengalahkan nama aslinya.
(Shuwaru min Hayatis Shabah, 1/479)

Di dalam kitab Taqribut Tahzib di sebutkan ;
Abu Hurairah ad Dausi, adalah sahabat yang mulia Hafizus Shahabah (Penghafal Hadist dari kalangan Sahabat, pent) akan tetapi namanya, dan nama ayahnya diperselisihkan, dikatakan nama beliau adalah, Abdurrahman bin Shakhr, ada yang mengatakan nama beliau, ibnu Ghanamin, ada yg mengatakan Abdullah bin ‘Aidz…..(lihat selengkapnya di Taqribut Tahzib 1218,Ibnu Hajar Asqalani)

Keutamaan Sahabat Abu Hurairah

Sahabat Yang Dido’akan Rasulullah ﷺ

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

كُنْتُ أَدْعُو أُمِّي إِلَى الْإِسْلَامِ وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فَدَعَوْتُهَا يَوْمًا فَأَسْمَعَتْنِي فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَكْرَهُ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَدْعُو أُمِّي إِلَى الْإِسْلَامِ فَتَأْبَى عَلَيَّ فَدَعَوْتُهَا الْيَوْمَ فَأَسْمَعَتْنِي فِيكَ مَا أَكْرَهُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ يَهْدِيَ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ فَخَرَجْتُ مُسْتَبْشِرًا بِدَعْوَةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا جِئْتُ فَصِرْتُ إِلَى الْبَابِ فَإِذَا هُوَ مُجَافٌ فَسَمِعَتْ أُمِّي خَشْفَ قَدَمَيَّ فَقَالَتْ مَكَانَكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ وَسَمِعْتُ خَضْخَضَةَ الْمَاءِ قَالَ فَاغْتَسَلَتْ وَلَبِسَتْ دِرْعَهَا وَعَجِلَتْ عَنْ خِمَارِهَا فَفَتَحَتْ الْبَابَ ثُمَّ قَالَتْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ وَأَنَا أَبْكِي مِنْ الْفَرَحِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَبْشِرْ قَدْ اسْتَجَابَ اللَّهُ دَعْوَتَكَ وَهَدَى أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ خَيْرًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُحَبِّبَنِي أَنَا وَأُمِّي إِلَى عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ وَيُحَبِّبَهُمْ إِلَيْنَا قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا خُلِقَ مُؤْمِنٌ يَسْمَعُ بِي وَلَا يَرَانِي إِلَّا أَحَبَّنِي

‘Dulu, saya sering mengajak ibu saya untuk masuk Islam, ketika ia masih musyrik. Pada suatu hari saya mengajaknya untuk masuk ke dalam Islam, tetapi ia mengutarakan kata-kata yang tidak saya sukai tentang diri Rasulullah ﷺ. Kemudian saya datang menemui Rasulullah sambil menangis dan berkata; Ya Rasulullah, saya sering mengajak ibu saya untuk masuk Islam, tetapi ia selalu menolak dan malah mengucapkan kepada saya kata-kata yang tidak saya sukai tentang engkau. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah agar ibu saya mendapatkan petunjuk dan hidayah-Nya.’ Setelah mendengar penjelasan saya. Rasulullah langsung berdo’a: ‘Ya Allah, berikanlah hidayah kepada ibu Abu Hurairah! ‘ Lalu saya kembali ke rumah dengan perasaan gembira karena doa Rasulullah tersebut. Setibanya di rumah, saya mendapati pintu rumah masih tertutup. lbu saya mendengar derap langkah saya lalu berkata; Hai Abu Hurairah, berhentilah sejenak! ‘ Kemudian saya mendengar suara tumpahan air. Ternyata ibu saya sedang mandi. Ia segera berpakaian dan mengenakan kerudung. Ia membuka pintu seraya berkata; Hai Abu Hurairah, sekarang aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.’ Abu Hurairah berkata; “Lalu saya kembali lagi kepada RasuluIlah ﷺ. Saya datangi beliau sambil menangis karena perasaan gembira. Saya berkata; ‘Ya Rasulullah, saya sungguh senang dan gembira, Allah telah mengabulkan doa engkau. Dan Allah telah memberikan hidayah-Nya kepada ibu saya.” Rasulullah ﷺ memuji Allah dan mengucapkan syukur kepadaNya. Saya berkata; ‘Ya Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar saya dan ibu saya mencintai orang-orang mukmin dan mereka juga mencintai kami! ‘ Kemudian Rasulullah berdoa; ‘Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu yang kecil ini (yaitu Abu Hurairah dan ibunya) cinta kepada orang-orang mukmin serta jadikanlah mereka cinta kepada keduanya! ‘ Maka tidak ada seorang mukmin yang mendengar nama saya dan tidak bertemu dengan saya melainkan ia cinta kepada saya.” ( HR.Muslim,no 2491)

Salah Seorang Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadist Nabi ﷺ

حفظ أبو هريرة لأمة الإسلام ما يزيد على ألف و ستمائة حديث من أحاديث رسول الله

Abu Hurairah menghafal hadist untuk umat islam lebih dari seribu enam ratus hadist Rasulullah ﷺ.
(Shuwaru min Hayatis Shabah, 1/479)

Wafat Beliau

Beliau wafat ,tahun 57 H,ada yang mengatakan Tahun 58 H,ada juga yang mengatakan Tahun 59 H, beliau tutup usia pada umur 78 tahun radhiallahu ‘anhu.
(Taqribut Tahzib,Oleh Ibnu Hajar asqalani 1218).

Demikian ,biografi ringkas Abu hurairah tentang nama asli beliau dan kenapa beliau di sebut Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.