Ringkasan Kajian Kitab Al-Adab Al-Mufrad – Hadits no. 10

Ringkasan Kajian Al-Adab al-Mufrad

Bismillah

 

عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ عن انَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَل : لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدَهُ إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ

 

Dari Abu Hurairah dari “Rasulullah Shallallhu’alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Seorang anak tidak dapat membalas budi orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.” 

(HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 10, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Ada beberapa pelajaran yang dapat di tarik dalam pelajaran ini :

1. Seorang anak tidak akan pernah dapat membalas jasa kedua orang tuanya.

Seberapapun besarnya jasa seorang anak untuk kedua orang tuanya, selain hal di atas, maka itu selamanya tidak akan cukup untuk membalas jasa orang tua kepada anak. Melihat keadaan saat ini yang dimana perbudakan itu sudah tidak ada lagi, maka dapat dipastikan bahwa tidak ada jasa seorang anak yang cukup untuk membalas jasa kedua orang tuanya.

2. Hadits di atas tidak hanya berlaku untuk ayah tetapi juga untuk ibu.

Penyebutan kata “وَالِدَ” pada hadits di atas secara bahasa berarti ayah, namun bukan berarti hadits di atas hanya berlaku untuk ayah saja, melainkan juga berlaku untuk ibu.

Rasulullah Shallallhu’alaihi wasallam bersabda :

إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

“Sesungguhnya wanita merupakan saudari kandung bagi laki-laki” (HR. Ahmad (6/277,256), Abu Daud no. 236 dan Tirmizi no. 113)

Artinya adalah hukum untuk laki-laki juga berlaku untuk perempuan. Berarti seorang anak, selain tidak akan bisa membalas jasa ayahnya, dia juga tidak bisa membalas jasa ibunya.

3. Berapa hukum terkait hadits di atas

Pada hadits di atas disebutkan:

“…lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.” 

Apakah ini berarti orang tua hanya bisa bebas setelah anak yang membelinya mengikrarkan kemerdekaannya?

Ibnu Hazm berpendapat bahwa apabila seorang anak membeli orang tuanya yang berstatus budak lantas sang anak tidak memerdekakannya, maka orang tua tersebut akan berada di bawah kepemilikan anaknya. Mereka hanya bisa merdeka setelah sang anak memerdekakan keduanya.

Namun jumhur ‘Ulama menegaskan bahwasannya apabila seorang anak membeli seorang hamba sahaya yang merupakan orang tuanya, maka orang tuanya akan langsung berstatus merdeka begitu dibeli anaknya walaupun tanpa niat memerdekakan oleh sang anak. Hal ini dikarenakan tidak boleh bagi seorang anak untuk memiliki orang tuanya sebagai hamba sahaya.

Tidak hanya berlaku untuk orang tua, jumhur berpendapat bahwa hal ini juga berlaku untuk mahram yang berada di atas; yakni orang tua, kakek dan seterusnya, dan mahram yang berada di bawah; yakni anak, cucu, dan seterusnya. Terdapat khilaf di antara para ‘Ulama mengenai hukum tersebut pada mahram yang arahnya ke samping seperti saudara laki-laki dan perempuan.

 

Wallahu a’lam bish-showab

 

Kajian rutin Kitab Al-Adab Al-Mufrad

Ustadz Ali Nur, Lc

Sabtu, 4 Dzulhijjah 1438 H / 26 Agustus 2017

Masjid Dakwah USU, Medan