Hari Gini Masih Mempermasalahkan Dimana Allah? (Bag.1)

Berikut kami nukilkan beberapa perkataan Ahlussunnah Salafush Shalih tentang hal ini:

1. Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu berkata –ketika Nabi ﷺ wafat-, “Barangsiapa menyembah Muhammad ﷺ maka sesungguhnya beliau telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Zat Yang di atas langit maka sesungguhnya Dia Maha hidup tidak akan mati.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy karangan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman adz-Dzahabi, tahqiq Doktor Muhammad Khalifah at-Tamimi, II/ 159)

2. Diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab bahwasanya suatu ketika dirinya berjalan melewati seorang perempuan yang sudah tua, lalu perempuan tersebut memintanya berhenti. Dia pun berhenti sambil berbicara kepadanya. Tiba-tiba seorang pria berseru kepada ‘Umar, “Wahai Amirul Mukminin! Gara-gara perempuan tua ini, Anda sudah menghalang-halangi orang.” Mendengar hal ini ‘Umar berkata, “Hus! Tahukah kamu siapa wanita ini? Dia inilah wanita yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas tujuh langit. Ini adalah Khaulah yang Allah ﷻ turunkan tentangnya ayat:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya.” (QS. Al-Mujadilah: 1)

(Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 164)

3. ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Semoga ad-Dayyaan (salah satu nama Allah yang artinya Maha Pemutus Perkara -penj) yang ada di atas langit menjatuhkan kebinasaan kepada orang yang memutuskan perkara di kalangan penduduk bumi! Kecuali yang memerintah dengan keadilan, memutuskan perkara dengan benar, tidak memutuskan perkara di atas hawa nafsu, di atas kerabat, di atas kecintaan dan di atas ketakutan (kepada seseorang). Dan dia menjadikan Kitabullah sebagai cermin di hadapannya.”  ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 160)

4. Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya ketika dia mengambil sumpah setia (bai’at) untuk ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhu dan manusia membai’atnya, dia menengadahkan kepalanya ke atap mesjid seraya berkata, “Ya Allah! Persaksikanlah!” ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 164)

5. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Antara langit terjauh dengan Kursi sejauh lima ratus tahun. Antara Kursi dan air juga begitu. ‘Arasy di atas air. Dan Allah ﷻ di atas ‘Arasy. Tidak ada sesuatu pun dari amal kalian yang tersembunyi dari-Nya.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 164)

6. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Apabila nuthfah telah mendiami rahim seorang perempuan selama empat puluh malam, datanglah ke rahimnya itu seorang malaikat lalu malaikat tersebut menariknya kemudian membawanya naik menuju (Allah) ar-Rahmaan lalu dia berkata, “Ciptakanlah, wahai Zat Yang merupakan sebaik-baik Pencipta!” Maka Allah menetapkan padanya apa saja yang Dia kehendaki, menentukan rezekinya dan penciptaannya. Lantas malaikat tadi turun membawa keduanya sekaligus.” ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 169)

7. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Silahkan kalian memikirkan segala sesuatu! Namun jangan sekali-kali kalian memikirkan Zat Allah! Karena sesungguhnya antara langit-langit ke Kursi-Nya ada tujuh ribu cahaya. Dan Dia (Allah) di atas itu semua. Mahasuci dan Mahatinggi Dia.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 171)

8. Ka’b al-Ahbar rahimahullaahu (tabi’in) berkata, “Allah berfirman dalam Taurat: “Aku-lah Allah di atas semua hamba-Ku. ‘Arasyku di atas seluruh makhluk-Ku. Dan Aku di atas ‘Arasy-Ku. Aku mengatur urusan seluruh hamba-Ku. Dan tidak satupun yang di langit maupun di bumi yang tersembunyi dari-Ku.” ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 187)

9. Malik bin Dinar rahimahullaahu (tabi’in, w. 127 H) berkata, “Bersungguh-sungguhlah kamu!” Dan dia membaca dan berkata, “Dengarkanlah perkataan Zat Yang Mahabenar dari atas ‘Arasy-Nya!” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 199)

10. ‘Ubeid bin ‘Umeir al-Laitsi rahimahullaahu (tabi’in, w. 68 H) berkata, “Ar-Rabb (Allah ﷻ) turun di separuh malam ke langit dunia lalu berkata, “Siapakah yang akan meminta kepada-Ku lalu Aku memberinya? Siapakah yang akan meminta ampunan kepada-Ku lalu aku mengampuninya?” Hingga ketika fajar Ar-Rabb ﷻ naik ke langit.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 204)

11. Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullaahu dia berkata, “Ketika Rabi’ah bin Abi ‘Abdirrahman (tabi’in, w. 136 H) ditanya, “Bagaimana Dia (Allah) ber-istiwa`?” Dia menjawab, “Istiwa` diketahui (maknanya, yaitu di atas). Bagaimana caranya tidak bisa diketahui. Dari Allah-lah datangnya risalah. Rasulullah ﷺ berkewajiban menyampaikannya. Dan kewajiban kita membenarkannya.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 213)

12. Dirawayatkan dari Hammad bin Zaid dia berkata, “Aku mendengar Ayyub as-Sikhtiyani (tabi’in, w. 131 H) dan ia menyebutkan kaum mu’tazilah dengan berkata, “Tidak lain, inti dari ucapan orang-orang itu ialah bahwa di atas langit tidak ada apapun.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 218)

13. ‘Abdurrahman bin ‘Amru al-Auza’i rahimahullaahu (w. 157 H) berkata, “Kami dan para tabi’in masih banyak jumlahnya mengatakan: Sesungguhnya Allah ﷻ di atas ‘Arasy-Nya, dan kami mengimani sifat-sifat-Nya yang disebutkan oleh Sunnah (Rasulullah ﷺ).” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 223)

14. Abu Muthi’ al-Hakam bin ‘Andillah al-Balkhi meriwayatkan dalam al-Fiqh al-Akbar, dia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Hanifah (w. 150 H) tentang seseorang yang mengatakan, “Aku tidak tahu Rabbku di atas langit atau di bumi.” Ia menjawab, “Barangsiapa tidak mengakui bahwasanya Allah di atas ‘Arasy, sesunggunya dia telah kafir. Karena Allah ﷻ berfirman:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaa Haa: 5)

Dan ‘Arasy-Nya di atas tujuh langit.” Aku berkata, “Sesungguhnya Dia (Allah) mengatakan: Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Akan tetapi orang itu tidak tahu apakah ‘Arasy itu di atas langit atau di muka bumi?” Dia berkata, “Apabila dia mengingkari bahwasanya Dia (Allah) di atas langit maka sesungguhnya dia telah kafir.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 226)

15. Malik bin Anas rahimahullaahu (tabi’in, w. 179 H) berkata, “Allah ﷻ itu di atas langit, dan ilmu-Nya di setiap tempat.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 228)

16. Muqatil bin Hayyan rahimahullaahu (w. sebelum 150 H) berkata tentang firman Allah ﷻ:

مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.” (QS. Al-Mujadilah: 7)

Dia berkata, “Dia (Allah) di atas ‘Arasy-Nya dan ilmu-Nya bersama mereka.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 228)

17. ‘Ali bin al-Hasan bin Syaqiq, guru al-Bukhari, berkata, “Aku bertanya kepada ‘Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), “Bagaimana kita mengetahui Rabb kita?” Ia menjawab, “(Dia ﷻ) di atas langit yang ketujuh di atas ‘Arasy-Nya.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 239)

18. ‘Abdul ‘Aziz bin al-Mughirah berkata, “Hammad bin Salamah rahimahullaahu (w. 167 H) menyampaikan hadits: “Allah I turun ke langit dunia” lalu dia berkata, “Barangsiapa kamu melihat orang yang mengingkari hal ini maka curigailah dia!” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 246)

19. Ahmad bin Hanbal berkata, “Waki’ telah menyampaikan kepada kami dari Isra`il hadits: “Jika ar-Rabb (Allah) telah duduk di atas Kursi…” Tiba-tiba seorang laki-laki yang berada di dekat Waki’ berubah raut wajahnya. Melihat hal ini Waki’ pun marah dan berkata, “Kami telah bertemu dengan al-A’masy dan Sufyan. Mereka menyampaikan hadits-hadits ini dan tidak mengingkarinya.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 253)

20. Abu Ishaq ats-Tsa’labi meriwayatkan, dia berkata, “Al-Auza`i ditanya tentang firman Allah ﷻ:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaa Haa: 5)

Dia berkata, “Dia (Allah) di atas ‘Arasy sebagaimana Dia menyifati diri-Nya sendiri.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 180)

21. Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullaahu (150-204 H) berkata, “Perkataan tentang as-Sunnah yang aku berada di atasnya, aku melihat Ahlul Hadits di atasnya, yang aku lihat seperti Sufyan, Malik dan lainnya (yaitu) mengiikrarkan syahadat Laa Ilaaha Illallaahu (tidak ada sembahan yang hak untuk disembah dengan sebenarnya melainkan Allah)  dan Muhammad utusan Allah…” Beliau rahimahullaahu menyebutkan beberapa perkara kemudian berkata, “Dan bahwasanya Allah di atas ‘Arasy-Nya di atas langit-Nya. Dia dekat kepada makhluk-Nya menurut kehendak-Nya dan turun ke langit dunia menurut kehendak-Nya.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 220)

22. Yahya bin Ma’in rahimahullaahu (158-233 H) berkata, “Apabila kamu ditanya oleh seseorang yang berpemahaman jahmiyyah: “Bagaimana Dia (Allah I) turun?” Maka tanyakanlah kembali kepadanya, “Bagaimana cara Dia naik?”

23. Hanbal berkata, “Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) (164-241 H), “Apa makna firman Allah I:

وَهُوَ مَعَكُمْ

“Dan Dia bersama kalian.” (QS. Al-Hadid: 4)

Dan (firman-Nya):

مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.” (QS. Al-Mujadilah: 7)

Ia menjawab, “Ilmu-Nya meliputi segalanya. Dan Rabb kita di atas ‘Arasy tanpa batasan apapun dan tanpa sifat apapun.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 246)

24. Yusuf bin Musa al-Qaththan berkata, “Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) rahimahullaahu ditanya, “(Apakah) Allah di atas langit yang ketujuh di atas ‘Arasy-Nya, terpisah dari semua makhluk-Nya dan ilmu serta kekuasaan-Nya di semua tempat?” Dia menjawab, “Benar.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 247)

25. ‘Abdurrahman bin Abi Hatim berkata, “Abu bertanya kepada Abu Hatim ar-Razi (195-277 H) dan Abu Zur’ah ar-Razi (200-264 H) tentang mazhab Ahlus Sunnah dalam pokok-pokok agama, dan tentang akidah ulama-ulama lain yang mereka jumpai di berbagai negeri dan apa yang mereka berdua yakini. Keduanya berkata, “Kami telah bertemu dengan ulama-ulama di berbagai negeri: Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Yaman. Di antara mazhab mereka ialah bahwasanya Allah di atas ‘Arasy-Nya dan terpisah dari makhluk-Nya, sebagaimana Dia menyifati diri-Nya tanpa bertanya tentang hakikatnya, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. “(Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 256)

26. Abu ‘Abdillah al-Bukhari berkata dalam Kitaab ar-Radd ‘alaa al-Jahmiyyah, yang di akhir kitab Shahiih-nya tentang firman-Nya:

وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

“Dan ‘Arasy-Nya di atas air.” (QS. Huud: 7)

“Abu al-‘Aliyah berkata, “Istawaa ilaa as-samaa`: naik.” Mujahid berkata, “Dia di atas ‘Arasy.” Dan Zainab isteri Nabi ﷺ berkata, “Allah ﷻ menikahkanku dari atas tujuh langit.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 257-258)

27. At-Tirmidzi rahimahullaahu (209-279 H) berkata ketika meriwayatkan hadits Abu Hurairah yang menyebutkan: “Sesungguhnya Allah ﷻ menerima sedekah, mengambilnya dengan tangan kanan-Nya lalu menumbuhkannya.” Dia (at-Tirmidzi) berkata, “Ini hadits shahih, diriwayatkan dari ‘Aisyah dari Nabi ﷺ. Dan hadits ini telah dikomentari oleh lebih dari satu ulama, begitu pula permasalahan yang semisalnya tentang sifat-sifat Allah. Dan juga tentang turunnya ar-Rabb (Allah) Tabaaraka wa Ta’aalaa setiap malam ke langit dunia….” ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 261)

28. Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah rahimahullaahu (223-311 H) berkata, “Barangsiapa tidak mengakui bahwasanya Allah di atas ‘Arasy-Nya, bersemayam di atas tujuh langit-Nya, terpisah dari semua makhluk-Nya maka dia kafir yang wajib dituntut untuk bertaubat. Jika dia bertaubat (maka diterima taubatnya). Jika tidak, maka lehernya dipenggal, dan jasadnya dicampakkan ke tempat sampah supaya Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dan Ahlu Dzimmah tidak terganggu dengan bau bangkainya!” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 277)

29. Abu Ja’far Ahmad bin Salamah ath-Thahawi rahimahullaahu (238-321 H) berkata, “Dan ‘Arasy dan al-Kursi adalah hak (benar adanya) sebagaimana yang Dia jelaskan dalam Kitab-Nya, dan Dia tidak memerlukan ‘Arasy dan apa saja yang di bawahnya, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan (Dia) di atasnya (‘Arasy).” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 286)

30. Abul Hasan ‘Ali bin Isma’il al-Asy’ari rahimahullaahu (260-324 H) berkata, “Ada yang bertanya, “Apa yang kamu katakan tentang ‘istiwaa`’? Dijawab kepadanya: “Kami katakan bahwasanya Allah di atas ‘Arasy sebagaimana Dia berfirman, “(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaa Haa: 5)

Dan Dia ﷻ berfirman:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ

“Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik.” (QS. Faathir: 10)

Dia juga berfirman:

بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ

“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat-Nya (Isa) kepada-Nya.” (QS. An-Nisaa`: 158)

Dan Dia ﷻ berfirman menceritakan tentang Fir’aun:

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ ﴿﴾ أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا

“Dan berkatalah Firaun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu! (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” (QS. Ghaafir: 36-37)

Dia (Fir’aun) mendustakan Musa tentang perkataannya bahwasanya Allah di atas langit-langit. Dan Allah ﷻ berfirman:

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ

“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu?” (QS. Al-Mulk: 16)

Maka, langit-langit itu di atasnya adalah ‘Arasy. Ketika ‘Arasy di atas langit-langit, dan setiap sesuatu yang tinggi maka dia di atas, yakni (di atas) seluruh langit. Dan yang Dia maksud tidak lain adalah ‘Arasy yang merupakan langit tertinggi. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menyebutkan langit-langit. Dia berfirman:

وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا

“Dan Allah menciptakan padanya (yakni langit-langit itu) bulan sebagai cahaya.” (QS. Nuuh: 16)

Bukanlah maksud-Nya bahwasanya bulan itu memenuhi langit-langit itu seluruhnya. Dan kita melihat kaum muslimin semuanya mengangkat tangan-tangan mereka –ketika mereka berdoa- ke langit. Karena Allah ﷻ bersemayam di atas ‘Arasy yang ia itu di atas langit-langit. Andaikan bukan karena bahwasanya Allah ﷻ di atas ‘Arasy, niscaya mereka tidak mengangkat tangan mereka ke ‘Arasy. Kelompok Mu’tazilah, Jahmiyyah dan Haruriyyah (Khawarij) mengatakan bahwasanya makna istawaa ialah menguasai, memiliki dan mengalahkan, dan (mengatakan) bahwasanya Allah di segala tempat, serta mengingkari bahwa Dia di atas ‘Arasy sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlul Haqq. Mereka (Mu’tazilah, Jahmiyyah dan Khawarij) berpendapat bahwa istiwaa` bermakna qudrah (kemampuan). Kalaulah memang seperti yang mereka katakan, niscaya tidak ada bedanya sama sekali antara ‘Arasy dan langit yang tujuh lapis. Karena sesungguhnya Allah ﷻ Mahakuasa atas segala sesuatu, maka bumi (termasuk dalam) sesuatu tersebut. Maka, Allah ﷻ Mahakuasa atasnya (bumi) dan atas kebun-kebun. Begitu pula halnya sekiranya makna istiwaa` ‘ala al-‘Arasy (bersemayam di atas ‘Arasy -penj) adalah Dia menguasai ‘Arasy, berarti boleh saja dikatakan: Dia di atas segala sesuatu. Padahal tidak boleh menurut seorang muslim pun mengatakan: “Allah di atas kebun-kebun dan tempat-tempat buang air. Dengan demikian, batal-lah bahwa istiwaa` ‘alaa al-‘Arsy itu bermakna menguasai.” (Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 286-288)

31. Abu Bakar al-Ajurri rahimahullaahu (w. 360 H) berkata, “Yang menjadi pendapat Ahlul Ilmi ialah bahwasanya Allah ﷻ di atas ‘Arasy-Nya, di atas langit-langitnya, dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Sesungguhnya ilmunya meliputi seluruh apa yang Dia ciptakan di langit-langit yang paling tinggi, dan meliputi apa saja yang ada di atas bumi yang tujuh. Semua amal hamba diangkat kepada-Nya.

Jika ada yang bertanya, “Apa makna firman Allah ﷻ:

مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.” (QS. Al-Mujaadilah: 7)?

Yaitu ayat yang mereka jadikan hujjah. Maka dijawab kepadanya, “(Maksudnya) ilmu-Nya dan Allah ﷻ di atas ‘Arasy-Nya, sedangkan ilmu-Nya meliputi mereka. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Ahli ilmu. Ayat itu, baik awal maupun akhirnya, menunjukkan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, sedangkan Dia berada di atas ‘Arasy-Nya. Maka inilah yang merupakan pendapat (akidah) kaum muslimin.” ((Lihat: Kitab al-‘Arsy, II/ 302)

32. Imam Abu ‘Abdillah ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah al-‘Ukbari rahimahullaahu (304-387 H)  berkata, “Bab: Mengimani Bahwasanya Allah ﷻ Di Atas ‘Arasy-Nya, Terpisah Dari Makhluk-Nya, dan Ilmu-Nya Meliputi Semua Makhluk-Nya. Dan kaum muslimin dari kalangan para sahaba Nabi ﷺ, para tabi’in dan seluruh ulama dari orang-orang yang beriman, sepakat bahwasanya Allah ﷻ di atas ‘Arasy-Nya di atas langit-langit-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, dan ilmu-Nya meliputi seluruh makhluk-Nya. Tidak ada yang menolak dan mengingkarinya kecuali orang yang menganut mazhab al-hululiyyah. Mereka ini adalah kaum yang hati mereka telah tersesat dan syaitan-syaitan telah membuat mereka bingung. Mereka keluar dari agama ini. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya tidak satu tempatpun yang hampa dari Zat Allah.” Mereka (pun) mengatakan, “Sesungguhnya Dia berada di muka bumi sebagaimana Dia berada di langit. Dan Dia dengan Zat-Nya menempati segala sesuatu.” (Mahasuci Allah ﷻ dari perkataan mereka yang nista ini –penj). Sungguh, kedustaan mereka ini telah diterangkan oleh al-Qur`an, as-Sunnah, serta perkataan-perkataan para sahabat dan para tabi’in dari kalangan ulama kaum muslimin. Kelompok al-Hululiyyah ditanya, ”Mengapa kalian mengingkari bahwasanya Allah Ta’ala di atas ‘Arasy? Padahal Allah Ta’ala berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaa Haa: 5)

Dan Dia berfirman,

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا

“Kemudian Dia di atas ‘Arasy. (Dialah Allah) Yang Maha Pengasih. Maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui tentang Dia (yakni Muhammad ﷺ).”

Ini adalah pemberitahuan dari Allah. Melalui pemberitahuan tersebut Dia mengabarkan tentang diri-Nya dan (mengabarkan) bahwasanya Dia di atas ‘Arasy.

Mereka (kelompok al-Hululiyyah) menjawab, “Kami tidak mengatakan bahwasanya Dia di atas ‘Arasy, karena sesungguhnya Dia lebih besar dari ‘Arasy, dan karena jika Dia di atas ‘Arasy berarti Dia tidak berada di tempat-tempat yang lain. (Jika demikian berarti) sesungguhnya kita telah menyerupakan-Nya dengan makhluk-Nya. (Alasannya) Jika salah seorang dari mereka (makhluk Allah) berada di sebuah tempat, maka ia hanya berada di tempat yang ditempatinya itu, dan ia tidak berada di bagian rumahnya yang lain. Akan tetapi kami (kelompok al-Hululiyyah) mengatakan bahwasanya Dia berada di bawah bumi yang tujuh lapis sebagaimana Dia berada di atas langit yang tujuh lapis. Dan (kami mengatakan) bahwasanya Dia berada di setiap tempat. Tidak satu tempat pun yang hampa dari-Nya. Dan Dia tidak berada di suatu tempat pun tanpa di tempat yang lain.”

Kami (Ibnu Bathtah rahimahullaahu) katakan: Adapun ucapan kalian bahwasanya Dia (Allah ﷻ) tidak berada di atas ‘Arasy karena sesungguhnya Dia lebih besar dari ‘Arasy, maka (kami bantah): Allah benar-benar menghendaki Dia berada di atas ‘Arasy padahal Dia lebih besar darinya.

Allah ﷻ berfirman:

ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ

“Kemudian Dia berada di atas langit.” (QS. Al-Baqarah: 29)

Dia juga berfirman:

وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ

“Dan Dia-lah Allah berada di atas langit-langit.”  (QS. Al-An’aam: 3)

Setelah itu Dia berfirman:

وَفِي الْأَرْضِ يَعْلَمُ

“Dan di bumi, Dia mengetahui.” (QS. Al-An’aam: 3)

Dia mengabarkan bahwasanya Dia berada di atas langit dan bahwasanya Dia dengan ilmu-Nya di bumi. Dan Dia ﷻ juga berfirman:

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Allah) Ar-Rahman di atas ‘Arasy.” (QS. Thaa Haa: 5)

Dia ﷻ juga berfirman:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh menaikkannya.” (QS. Faathir: 10)

Adakah ‘naik’ itu kecuali ke sesuatu yang berada di atas? Dia ﷻ juga berfirman:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

“Sucikanlah nama Rabbmu Yang paling tinggi.” (QS. Al-A’laa: 1)

Dia ﷻ mengabarkan bahwasanya Dia lebih tinggi dari makhluk-Nya. Dan Dia ﷻ pun berfirman:

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ

“Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka.” (QS. An-Nahl: 50)

Dia ﷻ mengabarkan bahwasanya Dia berada di atas para malaikat-Nya Dan Allah ﷻ mengabarkan bahwasanya Dia di atas langit di atas ‘Arasy. Dia berfirman:

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ

“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?” (QS. Al-Mulk: 16)

Dan berfirman:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh menaikkannya.” (QS. Faathir: 10)

Dan Dia ﷻ berfirman kepada ‘Isa:

إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ

“Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku.” (QS. Ali ‘Imran: 55)

Dia ﷻ juga berfirman:

بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ

“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya.” (QS. An-Nisaa`: 158)

Dan Dia ﷻ berfirman:

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya.” (QS. Al-Anbiyaa`: 19)

Dia ﷻ juga berfirman:

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

“Dan Dialah yang berkuasa di atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’aam: 18)

Dan Dia ﷻ berfirman:

رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ

“(Dialah) Yang Mahatinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arasy.” (QS. Ghafir: 15)

Dan Dia ﷻ berfirman:

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya.” (QS. As-Sajdah: 5)

Dan Dia ﷻ berfirman:

ذِي الْمَعَارِجِ  تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij: 3-4)

Demikianlah. Dan yang semisalnya dalam al-Qur`an sangat banyak. Akan tetapi orang yang menganut paham Jahmiyyah Mu’tazilah Hululiyyah yang dilaknat pura-pura tuli dan mengingkarinya, lalu mengandalkan dalil yang mutasyabih untuk mencari fitnah karena kesesatan yang bersemayam di dalam hatinya. Karena kaum muslimin, semuanya, telah mengetahui berbagai tempat, dan tidak ada yang boleh dari Rabb mereka pada tempat-tempat itu selain ilmu-Nya, kebesaran-Nya, dan kemahakuasaan-Nya. Sedangkan Zat-Nya tidak berada di tempat-tempat itu.

Lantas, apakah seorang penganut paham Jahmiyyah mengklaim bahwasanya tempat Iblis yang dia berada di situ, Allah berkumpul dan Dia berada di (tempat Iblis) itu? Bahkan penganut paham Jahmiyyah mengklaim bahwasanya Zat Allah ﷻ tinggal dalam diri iblis!!!

Dan apakah penganut paham Jahmiyyah mengklaim bahwasanya para penghuni neraka berada di neraka dan bahwasanya (Allah) Yang Mahaagung, Mahabesar, Maha Perkasa dan Mahamulia bersama mereka di dalamnya? Mahatinggi Allah dengan ketinggian yang besar dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang.

Dan apakah mereka mengklaim bahwasanya Allah menempati bagian dalam hamba-hamba, jasad mereka, bagian dalam anjing, babi, kebun-kebun, dan tempat-tempat yang jorok, yang makhluk  yang bersih saja enggan untuk tinggal atau duduk di situ. Atau dia berkata kepadanya bahwasanya seseorang yang dimuliakannya, disayanginya atau dihormatinya mendiami tempat-tempat jorok tersebut.

Dan orang yang menganut pemahaman mu’tazilah mengklaim bahwasanya Rabbnya berada di tempat-tempat tersebut seluruhnya, dan (mengklaim) bahwasanya Rabbnya ada dalam lengan bajunya, mulutnya, sakunya, badannya, cangkir minumnya, periuknya, bejana-bejananya dan di tempat-tempat yang Allah ﷻ kita sucikan dari menisbatkan-Nya kepada tempat-tempat itu.”

(Lihat: Al-Ibaanah ‘an Syarii’at al-Firqah an-Naajiyah wa Mujaanabah al-Firaq al-Madzmuumah, III/ 136-139)