Sikap Istri Pertama Ketika Madunya Bersikap Tidak Baik Kepadanya

Pertanyaan:

Assalamualaikum

Ustadz, Gimana sikap istri pertama apabila madunya bersikap tidak baik dan tidak menghargai istri yang pertama?

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

1. Hendaknya Istri Pertama bersabar.

2. Hendaknya mencari tau, atau menyakan kepada dia (madunya) melalui suami atau orang lain, apa motif yang menyebabkan ia berbuat seperti itu, kalau motifnya cemburu ,itu hal yang wajar.

Dahulu Aisyah radhiallahu ‘anhu istri nabi juga pernah cemburu kepada khadijah. Dalam riwayat di sebutkan, Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata;

مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا

“Tidaklah aku cemburu kepada salah seorang istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal ia meninggal dunia sebelum beliau menikahi aku. Dan disebabkan aku sering mendengar beliau menyebut-nyebutnya (memuji dan menyanjungnya). (HR.Bukhari 3816 dan Muslim 2435)

3. Kemudian hendaknya Suami Menasehati Istri Kedua ( madu)nya agar jangan bersikap yang tidak baik kepada istri pertama.

4. Kemudian do’akan dia agar bersikap yang baik dengan madu ( istri pertama)nya.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Pesta Pernikahan Di Syariatkan Dalam Agama Islam?

Pertanyaan:

Assalamualaikum ustadz. Saya ingin menikah, tapi calonnya minta dibuatkan pesta, ada solusi ustad?

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Kalau yang di maksud pesta adalah walimahan, maka tidak mengapa kalau anda mampu mengadakannya, asalkan tidak ada kemungkaran didalamnya, atau hal- hal yang melanggar syariat, bahkan mengadakan walimah ini di anjurkan oleh nabi ﷺ.

Anjuran Mengadakan Pesta Pernikahan Atau Walimatul ‘Urus

Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abdurrahman bin Auf,

مَهْيَمْ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ مَا سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ نَوَاةً مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Bagaimana keadaanmu?”. ‘Abdur Rahman menjawab; “Aku sudah menikah dengan seorang wanita Anshar”. Beliau bertanya lagi: “Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?”. ‘Abdur Rahman menjawab; “Perhiasan seberat biji emas atau sebiji emas”. Lalu beliau bersabda: “Adakanlah walimah (resepsi) sekalipun hanya dengan seekor kambing”. (HR. Bukhari 3781)

Dalam hadist di atas nabi menganjurkan kepada sahabat Abdurrahman bin Auf untuk mengadakan resepsi pernikahan (walimah ), inilah yang dianjurkan dalam islam pada pernikahan, namun perlu di garis bawahi, bahwa walimahan jangan ada kemungkaran didalamnya, tidak harus bermewah- mewahan, tidak mengumbarkan harta secara boros, akan tetapi adakanlah walimahan walaupun menyembelih seekor kambing.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Semua Harta Suami Juga Harta Istri?

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz, Apakah harta suami dengan istri sama? Mohon penjelasannya, Jazakallahu khairan.

Jawaban:

و عليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Tidak sama, harta suami adalah milik suami bukan milik istri, dan sebaliknya harta istri adalah milik istri bukan milik suami.

Harta Suami Adalah Milik Suami

Dalilnya firman Allah ta’la:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs.An Nisa: 34)

Ibnu katsir menyatakan dalam ayat di atas pada ayat:

وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs.An Nisaa’:34).

Yaitu berupa mahar (Mas Kawin), nafkah dan biaya – biaya lainya yang diwajibkan oleh Allah ta’la atas mereka kaum laki- laki terhadap kaum wanita berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (Tafsir Al Qur’anul ‘Adzim 477, cetakan Daar Ibnu Hazm)

Dalam penjelasan ayat diatas sangat jelas bahwa harta suami adalah milik suami, bukan milik istri, karena Allah ta’la menyebutkan nafkah yang di berikan kepada istri adalah dari harta suami.

Harta Istri Adalah Milik Istri Bukan Milik Suami

Dari Abu sa’id al Khudri, dia berkata, bahwa zainab istrinya ibnu mas’ud berkata kepada Rasulullah ﷺ:

ْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

“Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq). Maka Nabi ﷺ bersabda: “Ibnu Mas’ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka”. (HR.Bukhari 1462). [Shahih Fiqhus Sunnah 3/105]

Dalam hadist di atas sangat jelas bahwa harta istri adalah milik istri bukan milik suami, kalau sekiranya harta istri milik suami niscaya zainab tidak perlu memberikan shadaqahnya kepada suaminya yaitu abdullah bin mas’ud.

Harta Warisan

Kalau sekiranya harta suami adalah harta istri, maka tidak berlaku hukum waris, karena apabila seorang suami meninggal, secara otomatis harta suami langsung berpindah ke tangan istri, maka hal ini tidaklah benar. Harta suami adalah harta milik suami bukan milik istri.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sikap Anak Ketika Orang Tua Tidak Merestui Pernikahan Anaknya

Ada 2 pertanyaan yang masuk pada kami dengan 1 topik dan jawaban yang sama, maka kami akan menjawabnya sekaligus.

Pertanyaan:

Pertanyaan 1

Assalamualaikum ustadz,

Gimana cara saya (ikhwan) menyikapi orang tua saya dalam hal saya ingin menikahi seorang wanita yang tidak disukai orang tua saya?

Apakah tindakan saya durhaka apabila saya mempertahankan prinsip saya untuk menikahinya. Karena di satu sisi saya sudah yakin dengan si wanita.

Pertanyaan 2

Assalamualaikum ustadz,

Bagaimana jika seorang ikhwan tidak direstui orang tua menikah dengan seorang wanita dikarenakan alasan yang tidak syar’i dan pernikahan itu sudah terjadi sampai sudah memiliki anak. Pertanyaannya, keridhoan orangtua terkhusus ibunya dengan ikhwan tersebut?
Mengingat surganya ikhwan ada di kaki ibu walaupun sudah nikah

Jawaban:

Seorang anak hendaknya mentaati ibunya, karena syariat memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya,dan memerintahkan agar mentaatinya dalam perkara yang baik sesuai dengan syariat islam.

Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada kedua orang tua, dan melarang membantah ucapan mereka.

Allahu ta’la berfirman :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu riwayat, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari,no5971)

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar.

Dari Abdullah bin Amru mengatakan:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

Seorang arab badui menemui Nabi ﷺ dan bertanya; ‘Waya Rasulullah, apa yang dianggap dosa-dosa besar itu? ‘ Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah” ‘Lantas selanjutnya apa? ‘ Tanyanya. Nabi menjawab: “Mendurhakai orang tua.” (HR.Bukhari 6920)

Dalam riwayat lainnya, Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ

“Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Jawab Nabi ﷺ: “Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya).” (HR.Muslim 2551)

Pertanyaan diatas sesuai dengan kisah seseorang yang datang menghadap Abu darda radhiallahu ‘anhu.

Dahulu ada seseorang mendatangi Abu darda diperintahkan ibunya untuk menceraikan istrinya, simak riwayat berikut ini.

Dari Abdurrahman As Sulami ia berkata;

أَتَى رَجُلٌ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي بِنْتُ عَمِّي وَأَنَا أُحِبُّهَا وَإِنَّ وَالِدَتِي تَأْمُرُنِي أَنْ أُطَلِّقَهَا فَقَالَ لَا آمُرُكَ أَنْ تُطَلِّقَهَا وَلَا آمُرُكَ أَنْ تَعْصِيَ وَالِدَتَكَ وَلَكِنْ أُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Seseorang mendatangi Abu Darda` dan berkata; “sesungguhnya aku mencintai sepupuku yang sekarang menjadi isteriku, sedangkan ibuku memerintahkan untuk menceraikannya. Abu Darda` berkata: aku tidak menyuruhmu untuk menceraikannya, dan mendurhakai ibumu, namun aku menyampaikan kepadamu satu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah ﷺ; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْوَالِدَةَ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ شِئْتَ فَدَعْ

“Ketahuilah bahwa ibu itu ibarat pintu surga paling tengah, maka terserah padamu hendak menceraikan istri atau taat kepada ibu.” (HR.Ahmad 20733,Tirmidzi 1900 dan lainnya)

Pertanyaan di atas senada dengan pertanyaan yang diajukan kepada Oleh Syaikh Shalih fauzan al Fauzan.

Pertanyaan:

Istriku seiringkali bertengkar dengan ibuku. Sementara ibuku ingin agar aku menceraikannya saja. Aku bingung antara menuruti keinginan ibuku atau nasib anak-anakku sesudah perceraian. Sebagai informasi, bahwa aku adalah seorang suami yang cukup beragama, alhamdulillah, dan aku tidak ingin membuat Allah murka dengan perceraian atau membuat marah ibuku yang Allah telah perintahkan agar ditaati. Aku pernah membaca sebuah hadits dari Abdullah bin Umar yang isinya menceritakan bahwa dia mempunyai seorang istri yang dicintainya; padahal ibunya menginginkan ‘Abdullah menceraikannya. Maka dia pergi menemui Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau pun menyuruhnya untuk menceraikannya. Kami mengharapkan jawaban, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban:

Pertama, permasalahan Ibnu Umar bukanlah dengan ibunya, namun dengan ayahnya, Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Sementara masalah yang Anda sebutkan adalah pertengkaran yang terjadi antara istri Anda dengan ibu Anda; dan ibu Anda meminta Anda menceraikannya. Maka jelas terlihat dari pertanyaan Anda bahwa wanita yang menjadi istri Anda itu telah menyakiti ibu Anda, dan Anda tidak boleh membiarkannya dalam kondisi demikian. Sebisa mungkin Anda pegang tangan istri dan halangi dia dari pertengkaran tersebut, dan sebisa mungkin Anda damaikan anatara ibu dan istri Anda. Hal tersebut sudah tentu harus Anda lakukan, dan jangan menceraikannya. Atau jika Anda mampu, Anda tempatkan istri Anda di satu rumah dan ibu Anda di rumah lainnya, dan Anda mampu mengurusi semuanya. Ini juga solusi yang lain.

Jika sedikit pun Anda tidak mampu melaksanakannya dan istri Anda terus bertengkar dengan ibu Anda serta marah kepadanya, maka saat itulah tidak ada alternatif lagi selain cerai, guna mematuhi ibu Anda dan menghilangkan kemudharatan darinya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dalam setiap keadaan, tanganilah masalah sesuai kemampuan Anda. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki urusan Anda. Jangan Anda jadikan cerai, kecuali sebagai solusi terakhir, jika Anda tidak mampu menempuh alternatif lainnya.

Syaikh Al-Fauzan, al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh

Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008
[https://konsultasisyariah.com/10361-ibu-memerintahkan-menceraikan-istri.html].

Catatan:

  1. Sebisa mungkin anda pertahankan pasangan anda ( istri ) dengan tidak menceraikannya,jika tidak ada alasan syar’i untuk menceraikannya.
  2. Hendaknya anda sebisa mungkin melobi orang tua anda, agar jangan menceraikan atau melarang nikah dengan istri atau calon pasangan anda.
  3. Cermati baik-baik ,mungkin ada sikap istri atau pasangan anda yang tidak disukai ibu anda,maka hendaknya anda sebisa mungkin memperbaiki istri anda.
  4. Berdo’ a kepada Allah minta yang terbaik.

 

 

Demikian pemaparan diatas.

Allahu ‘alam.
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Menggunakan Foto Saat Nazhor Karena Calon Pasangan Di Luar Negeri

Pertanyaan :

Saya ingin bertanya ustaz apakah masa taaruf boleh menunjukkan foto diri dikarenakan ia tak dapat datang langsung ke rumah karena jarak jauh di luar negeri?

Jawaban :

Islam menganjurkan untuk (Nazhor) melihat pasangannya atau wanita yang hendak di nikahi sebelum berlangsungnya akad pernikahan.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa bagi siapa yang ingin menikah maka di syariatkan untuk Nazhar (melihat calon tunangan), berdasarkan dalil- dalil yang ada :

1. Firman Allah ta’la

لا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ

“Tidak halal bagimu (Muhammad) menikahi perempuan-perempuan lain setelah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain) meskipun kecantikannya menarik hatimu” (Qs.al Ahzab : 52).

Dalam ayat diatas Kecantikan paras tidak dapat di ketahui, melainkan dengan melihat mereka.

2. Dari Abu Hurairah dia berkata;

كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لَا قَالَ فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا

“Saya pernah berada di samping Nabiﷺ, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau seraya mengabarkan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita dari Anshar.” Lantas Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Apakah kamu telah melihatnya? Dia menjawab; Tidak. Beliau melanjutkan: “Pergi dan lihatlah kepadanya, sesungguhnya di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” (HR.Muslim, no 1424, Nasai’ 3247)

3. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

“Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya.” Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. (HR.Abu Daud 2082,Ahmad 3/360, Hakim 2/162 ,Baihaqi 7/84) hadist hasan.

4. Hadist dari Al Mughirah bin Syu’bah

عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ
أَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

Dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia meminang seorang wanita. Nabi ﷺ bersabda: “Lihatlah dia! karena hal itu akan lebih melanggengkan perkawinan kalian berdua.” (HR.Tirmidzi 3087) dishahihkan oleh Syaikh al Albani.
[Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/117-118].

Kesimpulannya :

Boleh, bagi seorang pelamar Nazhor (Melihat) foto tunangannya (calon pasangannya, pent) baik itu dengan gambar Fotografi atau gambar bergerak (video rekaman), dengan alasan umumnya dalil-dalil yang menganjurkan untuk melihat perempuan yang akan dipinang dengan tujuan agar terdorong untuk menikahinya.

Hal ini bisa terjadi karena perempuan yang hendak di lamar berada di tempat yang jauh. Namun harus digaris bawahi disini bahwa cara ini bisa jadi ada unsur penipuan, kadang foto atau gambar dapat dikamuflase, sehingga seseorang dapat lebih cantik dari aslinya, atau bisa jadi ia mengirim foto orang lain yang lebih cantik, dan terkadang foto itu bisa tersebar dari tangan ke tangan orang lain, yang demikian bisa memudharatkan pihak perempuan dan keluarganya. (lihat Shahih Fiqih 3/122).

Catatan :

Kalangan Mazhab Hambali membolehkan melihat wanita yang hendak dinikahi jika aman dari Fitnah, adapun melihat Nazhor (wanita yang hendak di nikahi) untuk tujuan kenikmatan dan syahwat,maka perbuatan tersebut jelas diharamkan.
(lihat Shahih Fiqih 3/121)

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sunnah-Sunnah Setelah Selesai Akad Nikah

Pertanyaan :

Sunnah apa saja yang dianjurkan setelah akad nikah?

Jawaban :

Setelah akad nikah ada beberapa sunnah-sunnah yang dianjurkan kepada pengantin pasutri (pasangan suami istri), yaitu :

1. Mengadakan Walimahan (Pesta Pernikahan)

Bagi pasangan pengantin ketika akan mengadakan walimahan (pesta pernikahan) tidak harus mewah ataupun membuang harta secara boros, nabi ﷺ pernah menyatakan kepada salah seorang sahabat agar mengadakan walimahan walaupun dengan seekor kambing, dalilnya
dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata;

قَدِمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ الْمَدِينَةَ فَآخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ الْأَنْصَارِيِّ فَعَرَضَ عَلَيْهِ أَنْ يُنَاصِفَهُ أَهْلَهُ وَمَالَهُ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ دُلَّنِي عَلَى السُّوقِ فَرَبِحَ شَيْئًا مِنْ أَقِطٍ وَسَمْنٍ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَيَّامٍ وَعَلَيْهِ وَضَرٌ مِنْ صُفْرَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْيَمْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَ فَمَا سُقْتَ فِيهَا فَقَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Ketika Abdurrahman bin ‘Auf tiba di Madinah, Nabi ﷺ mempersaudarakan dia dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al Anshari, lalu Sa’ad menawarkan membagi dua diantara dua istri dan hartanya. Lantas Abdurrahman bin ‘Auf berkata; “Semoga Allah memberkahimu pada keluarga dan hartamu. Beritahukanlah pasarnya kepadaku.”Lalu dia berjualan dan mendapat keuntungan dari berdagang minyak samin dan keju. Setelah beberapa hari, Nabi ﷺ melihatnya dalam keadaan mengenakan baju dan wewangian. Maka Nabi ﷺ bertanya kepadanya: “Bagaimana keadaanmu, wahai ‘Abdurrahman?” Abdurrahman menjawab; “Aku telah menikah dengan seorang wanita Anshar.” Beliau bertanya lagi: “Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?” Abdurrahman menjawab; “Perhiasan seberat biji emas atau sebiji emas.” Lalu beliau bersabda: “Adakanlah walimah (resepsi) sekalipun hanya dengan seekor kambing.” ( HR.Bukhari 3937,Tirmizdi 1933 Nasai’3388)

2. Melayani Para Tamu Undangan

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu ia berkata;

دَعَا أَبُو أُسَيْدٍ السَّاعِدِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عُرْسِهِ وَكَانَتْ امْرَأَتُهُ يَوْمَئِذٍ خَادِمَهُمْ وَهِيَ الْعَرُوسُ قَالَ سَهْلٌ تَدْرُونَ مَا سَقَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْقَعَتْ لَهُ تَمَرَاتٍ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا أَكَلَ سَقَتْهُ إِيَّاهُ

Abu Sa’id As Sa’idi mengundang Rasulullah ﷺ dalam pesta walimahannya. Saat itu, isterinya adalah yang melayani mereka, padahal ia adalah pengantin wanita. Sahl bertkata, “Tahukah kalian minuman apa yang ia suguhkan kepada Rasulullah ﷺ? Wanita itu menyediakan kurma yang telah direndam semalaman dan ketika beliau makan, maka wanita itu pun menyuguhkan air pada beliau.” (HR.Bukhari, 5176, Muslim 2006, Ibnu Majat 1912).

Didalam shahih Fiqih sunnah 3/184, dinyatakan : Praktek ini boleh di lakukan jika aman dari fitnah ( yang mungkin akan timbul ), Allahu ‘alam.

3. Menyambut Malam Pertama

Hendaknya kedua pengantin pria dan wanita, bersiap – siap menyambut malam pertama dengan mengetahui adab-adabnya.

4. Bersikap Lembut Terhadap Pengantin Wanita Dengan Menyuguhkan Minuman Atau Manisan

Dari Asma binti Yazid radhiallahu ‘anha ia berkata :

إِنِّي قَيَّنْتُ عَائِشَةَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جِئْتُهُ فَدَعَوْتُهُ لِجِلْوَتِهَا فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِهَا فَأُتِيَ بِعُسِّ لَبَنٍ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَفَضَتْ رَأْسَهَا وَاسْتَحْيَا قَالَتْ أَسْمَاءُ فَانْتَهَرْتُهَا وَقُلْتُ لَهَا خُذِي مِنْ يَدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ فَأَخَذَتْ فَشَرِبَتْ شَيْئًا
“Aku pernah merias ‘Aisyah untuk Rasulullah ﷺ, kemudian aku mendatanginya dan memberikan apa yang dia minta. Tiba-tiba Nabi ﷺ datang dan duduk di sampingnya, lalu beliau diberi semangkuk susu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun meminumnya dan memberikan (sisanya) kepada ‘Aisyah. ‘Aisyah pun malu sambil menundukkan kepala.” Asma’ berkata, “Lantas aku menghardiknya, aku berkata kepadanya, “Ambillah dari tangan Rasulullah ﷺ.” Asma’ melanjutkan, “Aisyah kemudian mengambil dan meminumnya. (HR.Ahmad, 26309)

5. Meletakkan Tangan Diatas Kepala dan Mendo’akannya

Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوْ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا

“Apabila salah seorang diantara kalian menikah atau membeli budak maka hendaknya ia mengucapkan; ALLAAHUMMA INNII AS`ALUKA KHAIRAHAA WA KHAIRA MAA JABALTAHAA ‘ALAIHI WA A’UUDZU BIKA MIN SYARRIHAA WA SYARRI MAA JABALTAHAA ‘ALAIH (Ya Allah, aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan sesuatu yang Engkau ciptakan dia padanya, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan sesuatu yang Engkau ciptakan dia padanya). (HR.Abu Daud 2160)

6. Bersiwak

Dari al-Miqdam bin Syuraih dari bapaknya dia berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ

“Saya bertanya kepada Aisyah, aku bertanya, ‘Dengan tindakan apa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memulai apabila masuk ke rumahnya? ‘ Dia menjawab, ‘Dengan bersiwak’.” ( HR.Muslim,253).

7. Mengajak Istri Shalat Dua Raka’at

Dari Abu Sa’id budak dari abu Usaid, dia berkata :

” تزوجت وأنا مملوك فدعوت نفرا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فيهم ابن مسعود وأبو ذر وحذيفة . قال : وعلموني فقالوا : ” إذا دخل عليك أهلك فصل ركعتين ثم سل الله من خير ما دخل عليك وتعوذ به من شره ، ثم شأنك وشأن أهلك ” .

Aku menikah pada saat aku berstatus budak, lalu aku mengundang beberapa sahabat Nabi shalallahu a’laihi wa sallam diantaranya abdullah bin mas’ud, Abu Dzar dan Hudzaifah .
Abu said melanjutkan, dia berkata:
Mereka lantas mengajariku dan berkata :
Apabila istrimu datang kepadamu, shalatlah dua rakaa’at mintalah kepada Allah yang terbaik dari sesuatu yang masuk kepadamu dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya, kemudian terserah kamu dan istrimu (HR.Ibnu abi syaibah di dalam Mushannaf 3/401), Abdurrazzak di dalam Mushannaf dengan sanad yang shahih, lihat juga Adabuz Zifaf oleh Syaikh al albani).

8. Membaca Do’a Ketika Akan Berhubungan Suami Istri

Diantara hal yang paling penting yang harus diketahui seorang pengantin yg hendak ingin berhubungan intim dengan pasangannya, adalah membaca do’a ketika akan berhubungan intim

Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma dari Nabi ﷺ bersabda:

أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَرُزِقَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ

“Seseorang dari kalian apabila mendatangi istrinya (untuk berjima’) kemudian membaca do’a; Allahumma jannibnasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa” (Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah pula dari anak yang kelak Engkau karuniakan kepada kami), kemudian bila keduanya dikaruniai anak maka setan tidak akan dapat mencelakakan anak itu”. (HR.Bukhari 3271).

Demikianlah beberapa sunnah- sunnah setelah akad pernikahan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh

Ustadz Dzulfadhli M,BA.

Referensi :

  1. Adabuz Zifaf (92-94)oleh Syaikh Al Albani
  2. Shahih Fiqih Sunnah (3/184-185)
  3. https://islamqa.info/ar/154021

Apakah Diperbolehkan Menikah Tanpa Rasa Cinta ?

Pertanyaan :

Ustadz…
Ana pernah mendengar jika menikah dengan orang yang bertaqwa, jika dia mencintai pasangannya dia akan memuliakannya, jika dia tidak mencintainya maka pasangannya tidak mendzoliminya.

Apakah boleh menikah namun tidak ada rasa cinta ?

Jawaban :

Boleh,sebagaimana kisah seorang shohabiah (sahabat dari kalangan wanita) yang bernama Fatimah binti Qois menikah dengan seorang sahabat yang bernama usamah bin zaid,

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Fathimah binti Qois radhiallahu ‘anha ia pernah berkata;

فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarku, lantas Rasulullah ﷺ bersabda: “Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul -pent), sedangkan Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: “Nikahlah dengan Usamah.” Lalu saya menikah dengan Usamah, Maka Allah memberikan limpahan kebaikan padanya (pernikahan kami,pent) hingga bahagia.( HR.Bukhari,no 1480).

Didalam hadist diatas menunjukkan bahwa Fatimah binti Qois awalnya, tidak menyukai usamah, kemudian akhirnya ia pun bersedia menikah dengan usamah, Kemudian Allah ta’la memberikan limpahan kebaikan dan kebahagiaan pada pernikahan mereka.

Maka dalam hal ini menunjukan kepada anda (penanya), menikahlah karena agamanya, niscaya anda akan mendapatkan kebahagiaan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Menikah Dengan Wanita Pezina

Pertanyaan :

Ustad jadi wanita seorang pezina boleh enggak dinikahi, jika dia sudah benar benar taubat, pantaskah dia mendapat lelaki yang soleh ?

Jawaban :

Zina adalah perbuatan dosa besar yang diharamkan didalam islam,

Allahu ta’la berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Qs.al Isra’ :32)

Seorang wanita yang menjual kehormatannya, baik itu karena himpitan hidup atau trend gaya hidup atau alasan mencari nafkah adalah tidak dibenarkan dalam islam.

Namun apabila ada seorang wanita pezina yang telah bergelimang dosa dan maksiat, kemudian ia jujur benar-benar bertaubat, maka sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat bagi Hamba- hambanya yang ingin kembali bertaubat.

Allah ta’la berfirman :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.As Zumar :53)

Allah ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). ( Qs.At Tahrim :8).

Lalu pertanyaan, apakah wanita pezina layak di nikahi ? apakah ia pantas mendapat lelaki yang shalih?

Allah ta’la berfirman :

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (Qs.An Nuur : 3).

Para ulama berselisih pendapat dalam memahami ayat di atas apakah ayat tersebut celaan ataukah pengharaman .

Jumhur ulama menyatakan, kecuali imam Ahmad bahwa ayat diatas adalah celaan bukan pengharaman dan mereka membolehkan menikah dengan wanita pezina (dengan syarat tertentu ,pent)
( lihat Fiqih Sunnah 3/94)

Akan tetapi disana ada dalil yang menyatakan tidak boleh menikah wanita pezina.

Dari Amru bin Syua’ib dari ayahnya dari kakeknya berkata:

كَانَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مَرْثَدُ بْنُ أَبِي مَرْثَدٍ وَكَانَ رَجُلًا يَحْمِلُ الْأَسْرَى مِنْ مَكَّةَ حَتَّى يَأْتِيَ بِهِمْ الْمَدِينَةَ قَالَ وَكَانَتْ امْرَأَةٌ بَغِيٌّ بِمَكَّةَ يُقَالُ لَهَا عَنَاقٌ وَكَانَتْ صَدِيقَةً لَهُ وَإِنَّهُ كَانَ وَعَدَ رَجُلًا مِنْ أُسَارَى مَكَّةَ يَحْمِلُهُ قَالَ فَجِئْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى ظِلِّ حَائِطٍ مِنْ حَوَائِطِ مَكَّةَ فِي لَيْلَةٍ مُقْمِرَةٍ قَالَ فَجَاءَتْ عَنَاقٌ فَأَبْصَرَتْ سَوَادَ ظِلِّي بِجَنْبِ الْحَائِطِ فَلَمَّا انْتَهَتْ إِلَيَّ عَرَفَتْهُ فَقَالَتْ مَرْثَدٌ فَقُلْتُ مَرْثَدٌ فَقَالَتْ مَرْحَبًا وَأَهْلًا هَلُمَّ فَبِتْ عِنْدَنَا اللَّيْلَةَ قَالَ قُلْتُ يَا عَنَاقُ حَرَّمَ اللَّهُ الزِّنَا قَالَتْ يَا أَهْلَ الْخِيَامِ هَذَا الرَّجُلُ يَحْمِلُ أَسْرَاكُمْ قَالَ فَتَبِعَنِي ثَمَانِيَةٌ وَسَلَكْتُ الْخَنْدَمَةَ فَانْتَهَيْتُ إِلَى كَهْفٍ أَوْ غَارٍ فَدَخَلْتُ فَجَاءُوا حَتَّى قَامُوا عَلَى رَأْسِي فَبَالُوا فَظَلَّ بَوْلُهُمْ عَلَى رَأْسِي وَأَعْمَاهُمْ اللَّهُ عَنِّي قَالَ ثُمَّ رَجَعُوا وَرَجَعْتُ إِلَى صَاحِبِي فَحَمَلْتُهُ وَكَانَ رَجُلًا ثَقِيلًا حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى الْإِذْخِرِ فَفَكَكْتُ عَنْهُ كَبْلَهُ فَجَعَلْتُ أَحْمِلُهُ وَيُعْيِينِي حَتَّى قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقًا فَأَمْسَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ شَيْئًا حَتَّى نَزَلَتْ
{ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ }
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَرْثَدُ
{ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ }
فَلَا تَنْكِحْهَا

Seseorang bernama Murtsad bin Abu Murtsad, ia adalah seseorang yang pernah menggendong seorang tawanan dari Makkah hingga ke Madinah. Ketika itu ia mempunyai teman seorang pelacur di Makkah bernama Anaq. Martsad kemudian meminta seseorang diantara tawanan Makkah untuk menggendongnya. Ia berkata: Aku pun datang hingga sampai ke naungan salah satu kebun Makkah di malam purnama. Anaq datang lalu melihat gelapnya naungan di tepi kebun. Saat ia tiba di hadapanku, ia mengenaliku, ia bertanya: Martsadkah ini? Aku menjawab: Iya, aku Martsad. Anaq berkata: Selamat datang, mari menginap ditempat kami malam ini. ia berkata: Aku berkata: Hai Anaq, sekarang Allah telah mengharamkan zina. Anaq kontan berteriak: “Wahai pemilik tenda, orang inilah yang membawa tawanan-tawanan kalian. Ia berkata: Delapan orang menguntitku, aku menempuh kawasan Khandamah hingga sampai ke salah satu gua. Aku masuk lalu mereka tiba hingga berdiri di atas kepalaku. Mereka kencing, kencing mereka mengenaiku dan mereka dibutakan Allah hingga tidak bisa melihatku. Setelah itu mereka kembali dan aku pun kembali ke temanku, aku menggendongnya, kebetulan ia adalah orang yang berat, aku menggendongnya hingga sampai rumput idzkhir, aku melepas tali pengikatnya yang kebetulan tali tersebut besar. Kemudian aku mengendongnya dan ia cukup menjadikanku kelelahan, hingga akhirnya aku tiba di Madinah. Aku mendatangi Rasulullah ﷺ, aku berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau saya menikahi si ‘Anaq? Rasulullah ﷺ diam tidak menjawab apa pun hingga turunlah ayat: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An Nuur: 3) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Wahai Martsad, lelaki pezina hanya menikahi wanita pezina atau wanita musyrik dan wanita pezina hanya menikahi lelaki pezina atau lelaki musyrik, jangan nikahi dia.”(HR.Tirmidzi,3177,Abu Daud, 4695,4696,4697,an Nasai,3228).

Hadist diatas melarang nikah dengan wanita pezina, akan tetapi ada beberapa ulama berpendapat boleh menikahi wanita pezina dengan memberikan syarat tertentu.

Didalam kitab Shahih Fiqih Sunnah di nyatakan, Tidak boleh Menikah dengan wanita pezina,kecuali dua syarat :

Syarat pertama :

Bertaubat, karena taubat bisa menghilangkan sifat wanita yang haram dinikahi, sebagaimana ayat (dan dalil dari hadist,pent) diatas.

Nabi ﷺ pernah bersabda :

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.”(HR.Ibnu Majah,4250,di hasankan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Ibnu Majah 2/418)

Syarat Kedua :

Membersihkan Rahimnya sekali Haidh, Ini merupakan syarat dari Imam Ahmad dan Imam Malik sebagaimana hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“wanita hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak hamil hingga mengalami satu kali haid.” ( HR.Abu Daud,2157,Ahmad 3/62).

Pensyaratan bersih dari haid agar rahimnya bersih terlebih dahulu sebelum di nikahi (digauli), demikian cara menikah wanita pezina (yang telah bertaubat,pent).
( Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/95).

Kesimpulan

Boleh menikah dengan wanita pezina dengan syarat ia benar-benar bertaubat dari perbuatanya,dan bersih rahimnya satu kali haidh. Kemudian jika ia sudah benar- benar bertaubat dan menjadi wanita shalihah, maka ia layak menikah dengan lelaki yang shalih.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Meminang Diatas Pinangan Orang Lain

Pertanyaan :

Bolehkah saya menerima ikhwan lain, tetapi saya sedang dalam proses dengan ikhwan yang lain pula. hanya saja tidak ada kepastian dari ikhwan tersebut sehingga datanglah ikhwan yang lain hendak mengkhitbah.

Jawaban :

Jika seorang lelaki muslim meminang (khitbah) seorang wanita, maka lelaki muslim lainnya tidak boleh meminangnya, Ada berapa dalil dari hadist Nabi ﷺ mengenai hal itu, diantaranya hadist dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Nabi ﷺ telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR.Bukhari,5142)

Dalam riwayat lain, Nabi ﷺ, beliau juga bersabda:

َ لَا يَبِعْ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ

“Janganlah seseorang membeli barang yang telah ditawar oleh saudaranya, dan janganlah seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya kecuali telah mendapatkan izin darinya.” (HR.Muslim,no1412)

Di dalam kedua hadist diatas menunjukkan bahwa dilarang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya, dan diharamkan menurut pendapat para imam mahzab yang empat. (lihat Shahih Fiqhus Sunnah 3/113)

Kesimpulan

1. Jika lelaki tersebut masih berharap proses dengan anda (penanya), dan anda serta wali anda juga berharap, maka tidak boleh seorang lelaki muslim lainnya meminang anda.

2. Namun jika Lelaki itu yang telah melamar anda, tidak ada kepastian untuk melanjutkan proses selanjutnya, berarti itu indikasi bahwa dia tidak ingin melanjutkan proses tersebut dan meninggalkannya, maka boleh lelaki muslim lainnya datang melamar anda.

Allahu’alam.

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Ayah Tidak Shalat 5 Waktu, Apakah Masih Bisa Menjadi Wali Nikah Putrinya ?

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum. ‘Afwan, saya ingin bertanya. Apa benar, jika ayah si akhwat (wanita) tidak sholat 5 waktu, lalu menjadi wali nikah putrinya, maka pernikahannya tak sah ? Mohon penjelasannya ustadz.

Jawaban :

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Syarat wali ada 6 :

  1. Islam (bukan orang kafir)
  2. Laki-laki
  3. Berakal
  4. Baligh
  5. Merdeka (Bukan budak)
  6. Adil (Yang ini merupakan tambahan imam Syafi’i dan imam Ahmad)

(Shahih Fiqih Sunnah,Kitabun Nikah 3/144-145)

Jika ayah si akhwat (wanita) tidak shalat 5 waktu, ini kembali ke hukum meninggalkan shalat, ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini dalam pembahasan yang sangat panjang.

Kesimpulannya, di jelaskan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah tentang orang yang meninggalkan shalat, beliau menyatakan,

  1. Orang yang meninggalkan shalat dihukumi kafir adalah orang yang menyuruh untuk meninggalkannya, dan ia tak pernah shalat sama sekali (maksudnya meninggalkan shalat secara keseluruhan), padahal ia mengetahui bahwa shalat adalah suatu kewajiban.
  2. Adapun orang yang terkadang shalat dan terkadang tidak, maka ia adalah orang yang tidak menjaga shalat, orang tersebut tidak dihukumi kafir.

( Majmu’ Fatawa 22/49)

Jadi, kalau ayah si akhwat (wanita), terdapat pada poin nomor satu diatas, dia tidak layak menjadi wali si akhwat (wanita), akan tetapi jika terdapat pada poin kedua, maka masih layak menjadi wali nikah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Sah Akad Nikah Lewat Telepon ?

Lajnah Daimah Ditanya:

“Apabila seluruh syarat dan rukun nikah terpenuhi hanya saja wali dan calon suami saling berjauhan karena tempat tinggalnya jauh, apakah boleh akad nikah dilakukan lewat telepon ?”

Jawaban:

Pada zaman sekarang banyak terjadi penipuan dan pemalsuan sehingga suara atau percakapanpun bisa dipalsu dan ditiru bahkan satu orang terkadang mampumenirukan beberapa percakapan atau suara baik suara laki-laki atau perempuan, anak kecil ataupun orang dewasa dan para pendengar menyangka bahwa suara-suara tersebut keluar dari banyak mulut, ternyata suara-suara tersebut hanya dari satu lisan saja.

Karena dalam syariat Islam menjaga kemaluan dan kehormatan menjadi skala prioritas dan untuk selalu bersikap hati-hati, maka Lajnah melihat bahwa akad nikah dari mulai ijab, kabul dan mewakilkan lewat telpon sebaiknya tidak disahkan. Demi kemurnian syariat dan menjaga kemaluan dan kehormatan agar orang-orang jahil dan para pemalsu tidak mempermainkan kesucian Islam dan harga diri manusia.

Fatawal Lajnah Daimah, 5/45 no. 1373.

Ust. Abu Yusuf Dzul Fadhli M,BA.