Sikap Anak Ketika Orang Tua Tidak Merestui Pernikahan Anaknya

Ada 2 pertanyaan yang masuk pada kami dengan 1 topik dan jawaban yang sama, maka kami akan menjawabnya sekaligus.

Pertanyaan:

Pertanyaan 1

Assalamualaikum ustadz,

Gimana cara saya (ikhwan) menyikapi orang tua saya dalam hal saya ingin menikahi seorang wanita yang tidak disukai orang tua saya?

Apakah tindakan saya durhaka apabila saya mempertahankan prinsip saya untuk menikahinya. Karena di satu sisi saya sudah yakin dengan si wanita.

Pertanyaan 2

Assalamualaikum ustadz,

Bagaimana jika seorang ikhwan tidak direstui orang tua menikah dengan seorang wanita dikarenakan alasan yang tidak syar’i dan pernikahan itu sudah terjadi sampai sudah memiliki anak. Pertanyaannya, keridhoan orangtua terkhusus ibunya dengan ikhwan tersebut?
Mengingat surganya ikhwan ada di kaki ibu walaupun sudah nikah

Jawaban:

Seorang anak hendaknya mentaati ibunya, karena syariat memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya,dan memerintahkan agar mentaatinya dalam perkara yang baik sesuai dengan syariat islam.

Islam mengajarkan agar berbuat baik kepada kedua orang tua, dan melarang membantah ucapan mereka.

Allahu ta’la berfirman :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu riwayat, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari,no5971)

Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar.

Dari Abdullah bin Amru mengatakan:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

Seorang arab badui menemui Nabi ﷺ dan bertanya; ‘Waya Rasulullah, apa yang dianggap dosa-dosa besar itu? ‘ Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah” ‘Lantas selanjutnya apa? ‘ Tanyanya. Nabi menjawab: “Mendurhakai orang tua.” (HR.Bukhari 6920)

Dalam riwayat lainnya, Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ

“Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!” lalu beliau ditanya; “Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?” Jawab Nabi ﷺ: “Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya).” (HR.Muslim 2551)

Pertanyaan diatas sesuai dengan kisah seseorang yang datang menghadap Abu darda radhiallahu ‘anhu.

Dahulu ada seseorang mendatangi Abu darda diperintahkan ibunya untuk menceraikan istrinya, simak riwayat berikut ini.

Dari Abdurrahman As Sulami ia berkata;

أَتَى رَجُلٌ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي بِنْتُ عَمِّي وَأَنَا أُحِبُّهَا وَإِنَّ وَالِدَتِي تَأْمُرُنِي أَنْ أُطَلِّقَهَا فَقَالَ لَا آمُرُكَ أَنْ تُطَلِّقَهَا وَلَا آمُرُكَ أَنْ تَعْصِيَ وَالِدَتَكَ وَلَكِنْ أُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Seseorang mendatangi Abu Darda` dan berkata; “sesungguhnya aku mencintai sepupuku yang sekarang menjadi isteriku, sedangkan ibuku memerintahkan untuk menceraikannya. Abu Darda` berkata: aku tidak menyuruhmu untuk menceraikannya, dan mendurhakai ibumu, namun aku menyampaikan kepadamu satu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah ﷺ; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْوَالِدَةَ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ شِئْتَ فَدَعْ

“Ketahuilah bahwa ibu itu ibarat pintu surga paling tengah, maka terserah padamu hendak menceraikan istri atau taat kepada ibu.” (HR.Ahmad 20733,Tirmidzi 1900 dan lainnya)

Pertanyaan di atas senada dengan pertanyaan yang diajukan kepada Oleh Syaikh Shalih fauzan al Fauzan.

Pertanyaan:

Istriku seiringkali bertengkar dengan ibuku. Sementara ibuku ingin agar aku menceraikannya saja. Aku bingung antara menuruti keinginan ibuku atau nasib anak-anakku sesudah perceraian. Sebagai informasi, bahwa aku adalah seorang suami yang cukup beragama, alhamdulillah, dan aku tidak ingin membuat Allah murka dengan perceraian atau membuat marah ibuku yang Allah telah perintahkan agar ditaati. Aku pernah membaca sebuah hadits dari Abdullah bin Umar yang isinya menceritakan bahwa dia mempunyai seorang istri yang dicintainya; padahal ibunya menginginkan ‘Abdullah menceraikannya. Maka dia pergi menemui Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau pun menyuruhnya untuk menceraikannya. Kami mengharapkan jawaban, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban:

Pertama, permasalahan Ibnu Umar bukanlah dengan ibunya, namun dengan ayahnya, Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu. Sementara masalah yang Anda sebutkan adalah pertengkaran yang terjadi antara istri Anda dengan ibu Anda; dan ibu Anda meminta Anda menceraikannya. Maka jelas terlihat dari pertanyaan Anda bahwa wanita yang menjadi istri Anda itu telah menyakiti ibu Anda, dan Anda tidak boleh membiarkannya dalam kondisi demikian. Sebisa mungkin Anda pegang tangan istri dan halangi dia dari pertengkaran tersebut, dan sebisa mungkin Anda damaikan anatara ibu dan istri Anda. Hal tersebut sudah tentu harus Anda lakukan, dan jangan menceraikannya. Atau jika Anda mampu, Anda tempatkan istri Anda di satu rumah dan ibu Anda di rumah lainnya, dan Anda mampu mengurusi semuanya. Ini juga solusi yang lain.

Jika sedikit pun Anda tidak mampu melaksanakannya dan istri Anda terus bertengkar dengan ibu Anda serta marah kepadanya, maka saat itulah tidak ada alternatif lagi selain cerai, guna mematuhi ibu Anda dan menghilangkan kemudharatan darinya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dalam setiap keadaan, tanganilah masalah sesuai kemampuan Anda. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki urusan Anda. Jangan Anda jadikan cerai, kecuali sebagai solusi terakhir, jika Anda tidak mampu menempuh alternatif lainnya.

Syaikh Al-Fauzan, al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh

Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008
[https://konsultasisyariah.com/10361-ibu-memerintahkan-menceraikan-istri.html].

Catatan:

  1. Sebisa mungkin anda pertahankan pasangan anda ( istri ) dengan tidak menceraikannya,jika tidak ada alasan syar’i untuk menceraikannya.
  2. Hendaknya anda sebisa mungkin melobi orang tua anda, agar jangan menceraikan atau melarang nikah dengan istri atau calon pasangan anda.
  3. Cermati baik-baik ,mungkin ada sikap istri atau pasangan anda yang tidak disukai ibu anda,maka hendaknya anda sebisa mungkin memperbaiki istri anda.
  4. Berdo’ a kepada Allah minta yang terbaik.

 

 

Demikian pemaparan diatas.

Allahu ‘alam.
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Bolehkah Wanita Yang Sudah Lanjut Usia Umrah Tanpa Mahram?

Pertanyaan :

Bagi ibu yg telah berumur 59 tahun, yang akan berumroh apakah tetap berlaku kewajiban mahram ?

Jawaban :

Islam telah mengatur bagaimana hukumnya safar (bepergian) bagi seorang wanita, baik wanita yang masih remaja, dewasa dan wanita yang sudah tua dan syariat islam telah mengatur hukum safar dalam rangka menunaikan ibadah haji, dan umrah, serta safar dalam rangka pengobatan, bekerja dan studi.

Disebutkan dalam satu hadist dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa dia mendengar Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”. Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan hajji”. Maka Beliau bersabda: “Tunaikanlah hajji bersama istrimu”. (HR.Bukhari,3006,Muslim 1341)

Dalam satu hadist juga disebutkan, dari Abu Sa’id Al Khudri berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:

َ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكُونُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ابْنُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا

“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan tiga hari atau lebih kecuali bersama bapaknya, atau saudara laki-lakinya, atau suaminya, atau anaknya, atau salah satu mahramnya.” (HR.Abu Daud, 1726 , Tirmidzi 1169, dan ia menyatkan, hadits hasan sahih)

Dari penjelasan hadist diatas bahwa jelas tidak boleh safar bagi seorang wanita tanpa didampingi mahram.

Sekumpulan Wanita Pergi Safar

Syaikh bin baz rahimahullah pernah ditanya tentang sekumpulan wanita pergi safar tanpa mahram, beliau menjawab :

ليس للمرأة السفر بدون محرم ولو تعدد وجود النساء فليس لهن السفر إلا بمحرم ولو كن جماعة لقول النبي – صلى الله عليه وسلم -: (لا تسافر امرأة إلا مع ذي محرم) فلا يجوز للنساء السفر بدون محرم حتى ولو لمكة ولو للحج ولو للعمرة فكيف بالسفر إلى بلاد الكفرة

Janganlah seorang wanita pergi tanpa mahram, walaupun dengan sekumpulan wanita, janganlah mereka pergi safar, melainkan dengan mahram, walaupun mereka sekumpulan para wanita, hal ini berdasarkan hadist Nabi ﷺ

َ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya” (HR.Bukhari, no 1862)

(Berdasarkan hadist di atas, pent) Maka tidak boleh seorang wanita safar (berpergian jauh) tanpa adanya mahram, walaupun pergi ke Mekkah untuk menunaikan Ibadah Haji dan Umrah, (kalau ke mekkah saja tidak boleh,pent) lalu bagaimana lagi bepergian ke Negara Non Muslim. (Lihat selengkapnya www.binbaz.org.sa/noor/11027)

Wanita yang Sudah berumur lanjut pergi safar tanpa mahram

Adapun wanita yang sudah berumur lanjut jika ingin menunaikan ibadah umroh, harus dengan mahram karena didalam hadist nabi disebutkan ..َ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ
“Tidak halal bagi seorang wanita ..”,

Pada kata “Imro’ah” menunjukkan makna Nakhiroh fi shighatin Nahyi yaitu pelarangan dalam bentuk umum, mencakup seluruh wanita, baik itu remaja, wanita dewasa, maupun wanita yang sudah tua, sebagaimana yang fatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah.

Wanita Pergi Haji Tanpa Mahram

Sebagian para ulama Fiqih mensyaratkan bahwa diantara syarat-syarat wajib- haji harus adanya Mahram, inilah pendapat mazhhab Hanafi, adapun diantara dalil yang mereka bawakan sebagaimana hadist Nabi

لَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”. Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan haji”. Maka Beliau bersabda: “Tunaikanlah haji bersama istrimu”.( HR.Bukhari,3006,Muslim 1341)

Dan Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa bahwa Haji yang wajib bagi wanita (sekali seumur hidup,pent), tidak diwajibkan adanya mahram, akan tetapi syaratnya dirinya harus aman dari fitnah dan bersamanya sejumlah para wanita. adapun Haji Nafilah ( baik itu umroh,pent) maka haram hukumnya pergi haji Tanpa mahram.
(Rawa’iul Bayan Tafsirul Ahkam minal Qur’an, hal 6)

Kesimpulan :

Dari penjelasan diatas bahwa hukumnya tidak boleh seorang wanita yang ingin safar atau bepergian jauh dalam rangka menunaikan ibadah umrah atau ke tempat lainya tanpa didampingi mahram, baik wanita tersebut masih muda, maupun sudah berumur lanjut.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Menggunakan Foto Saat Nazhor Karena Calon Pasangan Di Luar Negeri

Pertanyaan :

Saya ingin bertanya ustaz apakah masa taaruf boleh menunjukkan foto diri dikarenakan ia tak dapat datang langsung ke rumah karena jarak jauh di luar negeri?

Jawaban :

Islam menganjurkan untuk (Nazhor) melihat pasangannya atau wanita yang hendak di nikahi sebelum berlangsungnya akad pernikahan.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa bagi siapa yang ingin menikah maka di syariatkan untuk Nazhar (melihat calon tunangan), berdasarkan dalil- dalil yang ada :

1. Firman Allah ta’la

لا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ

“Tidak halal bagimu (Muhammad) menikahi perempuan-perempuan lain setelah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain) meskipun kecantikannya menarik hatimu” (Qs.al Ahzab : 52).

Dalam ayat diatas Kecantikan paras tidak dapat di ketahui, melainkan dengan melihat mereka.

2. Dari Abu Hurairah dia berkata;

كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لَا قَالَ فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا

“Saya pernah berada di samping Nabiﷺ, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau seraya mengabarkan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita dari Anshar.” Lantas Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Apakah kamu telah melihatnya? Dia menjawab; Tidak. Beliau melanjutkan: “Pergi dan lihatlah kepadanya, sesungguhnya di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” (HR.Muslim, no 1424, Nasai’ 3247)

3. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

“Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya.” Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. (HR.Abu Daud 2082,Ahmad 3/360, Hakim 2/162 ,Baihaqi 7/84) hadist hasan.

4. Hadist dari Al Mughirah bin Syu’bah

عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ
أَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

Dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia meminang seorang wanita. Nabi ﷺ bersabda: “Lihatlah dia! karena hal itu akan lebih melanggengkan perkawinan kalian berdua.” (HR.Tirmidzi 3087) dishahihkan oleh Syaikh al Albani.
[Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/117-118].

Kesimpulannya :

Boleh, bagi seorang pelamar Nazhor (Melihat) foto tunangannya (calon pasangannya, pent) baik itu dengan gambar Fotografi atau gambar bergerak (video rekaman), dengan alasan umumnya dalil-dalil yang menganjurkan untuk melihat perempuan yang akan dipinang dengan tujuan agar terdorong untuk menikahinya.

Hal ini bisa terjadi karena perempuan yang hendak di lamar berada di tempat yang jauh. Namun harus digaris bawahi disini bahwa cara ini bisa jadi ada unsur penipuan, kadang foto atau gambar dapat dikamuflase, sehingga seseorang dapat lebih cantik dari aslinya, atau bisa jadi ia mengirim foto orang lain yang lebih cantik, dan terkadang foto itu bisa tersebar dari tangan ke tangan orang lain, yang demikian bisa memudharatkan pihak perempuan dan keluarganya. (lihat Shahih Fiqih 3/122).

Catatan :

Kalangan Mazhab Hambali membolehkan melihat wanita yang hendak dinikahi jika aman dari Fitnah, adapun melihat Nazhor (wanita yang hendak di nikahi) untuk tujuan kenikmatan dan syahwat,maka perbuatan tersebut jelas diharamkan.
(lihat Shahih Fiqih 3/121)

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Sunnah-Sunnah Setelah Selesai Akad Nikah

Pertanyaan :

Sunnah apa saja yang dianjurkan setelah akad nikah?

Jawaban :

Setelah akad nikah ada beberapa sunnah-sunnah yang dianjurkan kepada pengantin pasutri (pasangan suami istri), yaitu :

1. Mengadakan Walimahan (Pesta Pernikahan)

Bagi pasangan pengantin ketika akan mengadakan walimahan (pesta pernikahan) tidak harus mewah ataupun membuang harta secara boros, nabi ﷺ pernah menyatakan kepada salah seorang sahabat agar mengadakan walimahan walaupun dengan seekor kambing, dalilnya
dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata;

قَدِمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ الْمَدِينَةَ فَآخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ الْأَنْصَارِيِّ فَعَرَضَ عَلَيْهِ أَنْ يُنَاصِفَهُ أَهْلَهُ وَمَالَهُ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ دُلَّنِي عَلَى السُّوقِ فَرَبِحَ شَيْئًا مِنْ أَقِطٍ وَسَمْنٍ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَيَّامٍ وَعَلَيْهِ وَضَرٌ مِنْ صُفْرَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْيَمْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَ فَمَا سُقْتَ فِيهَا فَقَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Ketika Abdurrahman bin ‘Auf tiba di Madinah, Nabi ﷺ mempersaudarakan dia dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al Anshari, lalu Sa’ad menawarkan membagi dua diantara dua istri dan hartanya. Lantas Abdurrahman bin ‘Auf berkata; “Semoga Allah memberkahimu pada keluarga dan hartamu. Beritahukanlah pasarnya kepadaku.”Lalu dia berjualan dan mendapat keuntungan dari berdagang minyak samin dan keju. Setelah beberapa hari, Nabi ﷺ melihatnya dalam keadaan mengenakan baju dan wewangian. Maka Nabi ﷺ bertanya kepadanya: “Bagaimana keadaanmu, wahai ‘Abdurrahman?” Abdurrahman menjawab; “Aku telah menikah dengan seorang wanita Anshar.” Beliau bertanya lagi: “Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?” Abdurrahman menjawab; “Perhiasan seberat biji emas atau sebiji emas.” Lalu beliau bersabda: “Adakanlah walimah (resepsi) sekalipun hanya dengan seekor kambing.” ( HR.Bukhari 3937,Tirmizdi 1933 Nasai’3388)

2. Melayani Para Tamu Undangan

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu ia berkata;

دَعَا أَبُو أُسَيْدٍ السَّاعِدِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عُرْسِهِ وَكَانَتْ امْرَأَتُهُ يَوْمَئِذٍ خَادِمَهُمْ وَهِيَ الْعَرُوسُ قَالَ سَهْلٌ تَدْرُونَ مَا سَقَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْقَعَتْ لَهُ تَمَرَاتٍ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا أَكَلَ سَقَتْهُ إِيَّاهُ

Abu Sa’id As Sa’idi mengundang Rasulullah ﷺ dalam pesta walimahannya. Saat itu, isterinya adalah yang melayani mereka, padahal ia adalah pengantin wanita. Sahl bertkata, “Tahukah kalian minuman apa yang ia suguhkan kepada Rasulullah ﷺ? Wanita itu menyediakan kurma yang telah direndam semalaman dan ketika beliau makan, maka wanita itu pun menyuguhkan air pada beliau.” (HR.Bukhari, 5176, Muslim 2006, Ibnu Majat 1912).

Didalam shahih Fiqih sunnah 3/184, dinyatakan : Praktek ini boleh di lakukan jika aman dari fitnah ( yang mungkin akan timbul ), Allahu ‘alam.

3. Menyambut Malam Pertama

Hendaknya kedua pengantin pria dan wanita, bersiap – siap menyambut malam pertama dengan mengetahui adab-adabnya.

4. Bersikap Lembut Terhadap Pengantin Wanita Dengan Menyuguhkan Minuman Atau Manisan

Dari Asma binti Yazid radhiallahu ‘anha ia berkata :

إِنِّي قَيَّنْتُ عَائِشَةَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جِئْتُهُ فَدَعَوْتُهُ لِجِلْوَتِهَا فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِهَا فَأُتِيَ بِعُسِّ لَبَنٍ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَفَضَتْ رَأْسَهَا وَاسْتَحْيَا قَالَتْ أَسْمَاءُ فَانْتَهَرْتُهَا وَقُلْتُ لَهَا خُذِي مِنْ يَدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ فَأَخَذَتْ فَشَرِبَتْ شَيْئًا
“Aku pernah merias ‘Aisyah untuk Rasulullah ﷺ, kemudian aku mendatanginya dan memberikan apa yang dia minta. Tiba-tiba Nabi ﷺ datang dan duduk di sampingnya, lalu beliau diberi semangkuk susu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun meminumnya dan memberikan (sisanya) kepada ‘Aisyah. ‘Aisyah pun malu sambil menundukkan kepala.” Asma’ berkata, “Lantas aku menghardiknya, aku berkata kepadanya, “Ambillah dari tangan Rasulullah ﷺ.” Asma’ melanjutkan, “Aisyah kemudian mengambil dan meminumnya. (HR.Ahmad, 26309)

5. Meletakkan Tangan Diatas Kepala dan Mendo’akannya

Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوْ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا

“Apabila salah seorang diantara kalian menikah atau membeli budak maka hendaknya ia mengucapkan; ALLAAHUMMA INNII AS`ALUKA KHAIRAHAA WA KHAIRA MAA JABALTAHAA ‘ALAIHI WA A’UUDZU BIKA MIN SYARRIHAA WA SYARRI MAA JABALTAHAA ‘ALAIH (Ya Allah, aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan sesuatu yang Engkau ciptakan dia padanya, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan sesuatu yang Engkau ciptakan dia padanya). (HR.Abu Daud 2160)

6. Bersiwak

Dari al-Miqdam bin Syuraih dari bapaknya dia berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ

“Saya bertanya kepada Aisyah, aku bertanya, ‘Dengan tindakan apa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memulai apabila masuk ke rumahnya? ‘ Dia menjawab, ‘Dengan bersiwak’.” ( HR.Muslim,253).

7. Mengajak Istri Shalat Dua Raka’at

Dari Abu Sa’id budak dari abu Usaid, dia berkata :

” تزوجت وأنا مملوك فدعوت نفرا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فيهم ابن مسعود وأبو ذر وحذيفة . قال : وعلموني فقالوا : ” إذا دخل عليك أهلك فصل ركعتين ثم سل الله من خير ما دخل عليك وتعوذ به من شره ، ثم شأنك وشأن أهلك ” .

Aku menikah pada saat aku berstatus budak, lalu aku mengundang beberapa sahabat Nabi shalallahu a’laihi wa sallam diantaranya abdullah bin mas’ud, Abu Dzar dan Hudzaifah .
Abu said melanjutkan, dia berkata:
Mereka lantas mengajariku dan berkata :
Apabila istrimu datang kepadamu, shalatlah dua rakaa’at mintalah kepada Allah yang terbaik dari sesuatu yang masuk kepadamu dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya, kemudian terserah kamu dan istrimu (HR.Ibnu abi syaibah di dalam Mushannaf 3/401), Abdurrazzak di dalam Mushannaf dengan sanad yang shahih, lihat juga Adabuz Zifaf oleh Syaikh al albani).

8. Membaca Do’a Ketika Akan Berhubungan Suami Istri

Diantara hal yang paling penting yang harus diketahui seorang pengantin yg hendak ingin berhubungan intim dengan pasangannya, adalah membaca do’a ketika akan berhubungan intim

Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma dari Nabi ﷺ bersabda:

أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَرُزِقَا وَلَدًا لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ

“Seseorang dari kalian apabila mendatangi istrinya (untuk berjima’) kemudian membaca do’a; Allahumma jannibnasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa” (Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah pula dari anak yang kelak Engkau karuniakan kepada kami), kemudian bila keduanya dikaruniai anak maka setan tidak akan dapat mencelakakan anak itu”. (HR.Bukhari 3271).

Demikianlah beberapa sunnah- sunnah setelah akad pernikahan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh

Ustadz Dzulfadhli M,BA.

Referensi :

  1. Adabuz Zifaf (92-94)oleh Syaikh Al Albani
  2. Shahih Fiqih Sunnah (3/184-185)
  3. https://islamqa.info/ar/154021

Hukum Rokok Dan Sikap Ketika Orang Tua Menyuruh Membeli Rokok

Pertanyaan :

Bolehkah kita menolak kalau ayah menyuruh membeli rokok?

Jawaban :

Rokok mengandung zat- zat yang berbahaya bagi tubuh manusia, dan syariat islam telah menjelaskan bagaimana hukum mengkomsusinya, karena di tinjau dari sisi syariat, rokok adalah suatu yang buruk, menyia – nyiakan harta, dapat menggangu orang lain, memberikan mudharat dan dapat membunuh secara perlahan bagi yang mengkomsusinya.

DALIL – DALIL TENTANG HARAMNYA ROKOK :

Dalil-dalil tentang haramnya rokok

1. Rokok adalah sesuatu yang buruk dan kotor (khabiits)

Allah Ta’la berfirman :

يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (Qs.al a’raf : 157)

Ayat yang agung diatas nenunjukkan dihalalkan yang baik-baik dan haramkan yang buruk-buruk, tidak diragukan lagi bahwa orang berakal mengetahui bahwa rokok adalah suatu yang buruk (kotor).

2. Merokok merupakan menyia-nyiakan harta.

Allah Ta’la berfirman :

وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا,إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(Qs. al Isra : 26-27)

Dan Allah Ta’la juga berfirman :

وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs.al An’am : 141)

Dan Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Allah membenci untuk kalian tiga hal: “Orang yang menyampaikan setiap hal yang didengarnya, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya”.(Muttafaaqun ‘alaihi)dari hadist al Mughira bin syu’bah.

Tidak diragukan lagi bahwa merokok merupakan perbuatan menyia-nyiakan harta dan di dalamnya terdapat berlebih – lebihan (pemborosan harta,pent) dan perbuatan mubazir.

3. Rokok Memiliki bau yang tidak sedap (busuk) yang dapat menggangu orang lain.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

“Barangsiapa makan bawang merah atau bawang putih, hendaklah menyingkir dari kami –atau dengan redaksi ‘agar dia menyingkiri- masjid kami, dan duduklah di rumahnya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Bau rokok lebih bau dari pada bawang merah atau bawang putih, dan di dalam syariat islam dilarang menyakiti seorang muslim (dengan asap rokok,pent)

4. Rokok Dapat menyebabkan Penyakit yang mematikan,seperti Kanker dan Tubercolusis.

Allah Ta’la berfirman :

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan (Qs.al Baqarah : 195).

5. Merokok dapat membunuh diri secara perlahan, dan merokok seperti minum racun.

Allah Ta’la berfirman :

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs.an Nisa’ : 29).

Dan Nabi ﷺ bersabda,

وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

“Barangsiapa membunuh dirinya dengan meminum racun maka dia akan merasai racun itu dalam Neraka Jahanam secara terus-terusan dan dia akan dikekalkan di dalam Neraka tersebut untuk selama-lamanya.” ( HR.Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).

Karena rokok banyak mengandung racun (zat-zat yang berbahaya,pent), dan selain itu perokok membunuh diri (peroko)secara perlahan -lahan,dan ia seperti orang yang meminun racun.

6. Rokok dapat memudharatkan dan Menimbulkan Madharat.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار

“Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah,dengan sanad yang shahih, dari hadist Ibnu abbas dan ‘ubadah, lihat Shahihul Jami’ 7393, Irwaul Ghalil,888, dan Silsilah Hadist Shahihah, 250)
[ Lihat, Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, 39-41]

Pendapat Para Ulama Tentang Haramnya Rokok

1. Ulama – Ulama Syafi’iyah yang mengharamakan rokok diantaranya ,yaitu :

  1. Ibnu A’lan, beliau pensyarah “Riyadhus Shalihin” dan “al adzkar” (karangan Imam Nawawi,pent) dan kitab selain keduanya, beliau memiliki dua risalah tentang haramnya rokok.
  2. Syaikh Abdurrahman al Ghazzi.
  3. Ibrahim bin jam’an,dan selain mereka.

2. Ulama – Ulama Malikiyah yang mengharamakan rokok,yaitu :

1. Kunun Muhasyi (syarhu Abdul Baqi ‘ala Mukhtashor Khalil) berkata : Kebanyakan Ulama-Ulama Mutaakhirin melarang dan keras (terhadap perokok)

2. Al ‘Alim Al Muhaqiq Abu Daud Sayyidi Abdurrahman al Fasiy dan ulama-ulama Malikiyah, dan yang lainnya.

3. Ulama – Ulama Hanafiyah yang mengharamakan rokok,diantaranya yaitu :

  1. Syaikh Muhammad al Ainiy,beliau memiliki dua risalah tentang pengharaman rokok.
  2. Syaikh Muhammad al Khowajah
  3. Isa as Syahawi al Hanafi.
  4. Makki bin Farrukh,dan ulama-ulama hanafiyah lainnya.

4. Ulama – Ulama Hambali yang mengharamakan rokok,diantara mereka :

  1. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  2. Syaikh Muhammad bin Ibrahim.
  3. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di, dan selain mereka. [Lihat,Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, 43-44]

Risalah Atau Kitab Yang Membahas Tentang Haramnya Rokok

1. Syaikh Muhammad bin Abdullah al Masuti, beliau sangat tegas dalam permasalahan Rokok dan orang yang mengkomsusinya, di dalam “al i’lam oleh Dzarkasyi (6/245-246), beliau Syaikh Muhammad bin Abdullah al Masuti memiliki tiga Risalah tentang haramnya rokok diantaranya :

  1. Tabshiratul Ikhwan Fi Bayani Adhrorit Thabghi al Masyhur bid Dhukhon.
  2. al Idhoh wat thibyan Fii Hurmatid Tadkhin.

2. Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid al Halabi, beliau memiliki risalah “Hukmud Dhin Fiil Lihyah wat Thadkhin”.

Dari uraian diatas, menjelaskan kepada kita bahwa hukum Rokok adalah Haram

Adapun ditinjau secara medis jelas bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan dan menyebabkan kematian.

Dikutip dari Lung.org, banyak bahan kimia yang terkandung dalam rokok sebenarnya dipakai dalam beberapa produk yang kita pakai sehari-hari, seperti berikut:

Acetone : ditemukan di cairan pembersih kuteks (cat kuku)
Asam asetat: bahan cat rambut
Amonia: pembersih rumah yang umum digunakan
Arsenik: digunakan pada racun tikus
Benzene: ditemukan di semen karet
Butane: digunakan dalam cairan korek
Kadmium: komponen aktif dalam asam baterai
Karbon monoksida: tercipta dari asap knalpot
Formaldehida: cairan pengawet
Hexamine: ditemukan di cairan korek barbekyu
Lead: digunakan dalam baterai
Naphthalene: bahan dalam kapur barus
Methanol: komponen utama bahan bakar roket
Nikotin: digunakan sebagai insektisida
Tar: material untuk mengaspal jalan
Toluene: digunakan untuk bahan cat.(www.hellosehat.com)

 

Lalu bagaimana jika diperintah orang tua untuk membeli rokok, sementara sudah kita ketahui rokok itu haram, apakah harus di taati?

Islam mengajakan agar berbuat baik kepada kedua orang tua,

Allahu ta’la berfirman :

۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al Isra :23)

Dalam satu hadist disebutkan,
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.Bukhari 5971 dan Muslim no 2548)

Kedua dalil di atas menunjukkan seorang anak hendaknya berbakti dan taat kepada kedua orang tuanya, namun perlu kita ketahui disini bahwa ketaatan dan kepatuhan kepada kepada kedua orang tua adalah dalam hal yang ma’ruf (baik) yang tidak melanggar syariat Allah ta’la.

Oleh karena itu tidak boleh mentaati orang tua jika diperintah untuk membeli rokok, karena menghisap rokok hukumnya haram, sebagaimana pembahasan di atas.

Dan ini juga termasuk dalam firman Allah ta’ala :

ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Qs.al Maidah :2)

Dan ini juga termasuk dalam hadist Nabi ﷺ :

Rasulullah ﷺ bersabda:

َ لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

“Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah” (HR.Ahmad,19732)

Kesimpulan :

1. Mengkonsumsi rokok hukumnya haram sebagaimana yang dijelaskan pada pembahasan diatas.
2. Tidak boleh mentaati orang tua jika diperintah untuk membeli rokok,karena menghisap rokok hukumnya haram.
3. Hendaknya menolak dengan cara yang baik.
4. Beri tahu orang tua,bahwa rokok itu dilarang di dalam islam,karena merugikan kesehatan tentunya dengan cara yang bijaksana.
5. Do’kan orang tua agar ia mau bertaubat dan menerima kebenaran.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh

Ustadz Dzulfadhli M,BA.

Hukum Warisan Bagi Anak Yang Meninggal Sebelum Ayahnya Meninggal

Pertanyaan :

Ustadz, ibu saya meninggal dunia, kemudian setelah itu kakek saya meninggal dunia, jadi ibu meninggal dunia sebelum kakek meninggal, pertanyaannya apakah ibu saya mendapatkan harta warisan dari harta peninggalan kakek?

Jawaban :

Didalam Ilmu Waris (Faraidh) ada hak-hak yang terkait dengan harta warisan, diantaranya rukun- rukun, syarat-syarat dan sebab-sebab serta penghalang-penghalangnya.

Rukun-Rukun Warisan ada 3 yaitu :

١. المورِّث : وهو الميت أو الملحق به كالمفقود
٢. الوارث : وهو الحي بعد المورِّث أو هو الحي الذي يتصل إلى الميت.
٣. الموروث ( التركة) : و هو ما تركه الموت من مال وغير.

1. Al Muwarits : Orang yang mewariskan, yaitu orang yang sudah meninggal, atau orang yang di serupakan (al Mulhaq) dengan orang yang meninggal dunia, seperti orang yang hilang.

2. Al Warits : Orang yang menerima warisan, orang yang masih hidup yang ditinggalkan muwarits, atau orang yang di serupakan orang yang hidup seperti janin.

3. Al Mauruts : Harta Warisan yang di tinggalkan si mayit baik itu berupa uang, barang atau yang lainnya.

Adapun Syarat -Syarat Pewarisan ada 3, yaitu :

١.تحقق موت المورث
٢.تحقق حياة الوارث بعد موت المورث.
٣.العلم بالجهة المقتضية الإرث,من زوجية أو قرابة و ولاء.

1. Kepastian meninggalnya pemilik warisan (muwarist).
2. Kepastian hidupnya orang yang menerima warisan setelah kematian muwarist.
3. Kejelasan status dan alasan menerima warisan, baik karena hubungan pernikahan , hubungan kerabat,ataupun hubungan perwalian (pembebasan budak)

Adapun Sebab-sebabnya ada 3 yaitu :

1.Pernikahan ( النكاح)
2.Hubungan Nasab (النسب)
3.Pemerdekaan Budak ( الولاء).

Adapun Penghalang- penghalangnya ada 3 ( orang yang tidak berhak mendapatkan warisan) yaitu :

1. Perbudakan (الرق)
2. Pembunuhan (القتل), yaitu ia membunuh ahli Warisnya. hal itu berdasarkan hadist Nabi :

ليس للقاتل من الميراث شيء

Orang yang membunuh tidak berhak sedikitpun dari harta warisan ( orang yang dibunuhnya ). (HR.daruqthni 4/96-237, Baihaqi 6/220, Abu Daud 6/220, Di shahihkan oleh Syaikh al al bani, lihat ” al Irwa’ 1671)

3. Perbedaan agama (إختلاف الدين), seorang muslim tidak berhak mendapatkan warisan dari orang kafir begitu juga sebaliknya, Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“Seorang Muslim tidak boleh mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewarisi dari orang Muslim.”( HR.Bukhari , no 4282-4283,Muslim, no 1614).

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa orang meninggal dunia (ibu anda) sebelum muawarist nya (kakek anda) meninggal dunia, maka ia (ibu anda) tidak mendapatkan harta warisan, karena tidak terpenuhi rukun – dan syaratnya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Referensi :

1.Kitabul Faraid bin Jami’atul Islamiyah bil Madinatil Munawwarah,( hal 15-25)oleh Syaikh Abdus Shomad Muhammad Katib.

2.Fiqhul Mawaarits Fii Dhaui al Ayaati wal Ahadist,oleh Syaikh Faruq al Ashghar as Shodam (hal 10 -13)

3.Shahih Fiqih Sunnah (3 /426-427) oleh Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim.

Hukum Menyadap Handphone

Pertanyaan :

Assalammu’alaikum warahmatullah
Ada sebuah perusahaan swasta yg bergerak di bidang jasa penyelidikan dan pengawasan atau biasa kita kenal dgn nama detektif.
Adapun salah satu jasa yg ditawarkan ialah bisa menyadap HP seseorang yaitu bisa mengetahui panggilan masuk, pesan, dan semua aktifitas di hp tersebut, ada klien seorang ibu rumah tangga yg curiga terhadap suaminya meminta agar hp suami nya di sadap.
Bagaimana hukumnya secara Syar’i apakah di bolehkan menyadap HP seseorang dgn tujuan mencari tau sebuah kebenaran?

Jawaban :

Meyadap Handphone,atau media lainya itu berarti Tajasus yaitu mencari tau aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan, yang mana mereka tidak suka kalau orang lain tau.

Tajasus didalam Al Qur’an

Allah Ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. (Qs.al Hujurat :12)

Imam Ibnu Katsir menjelasakan tentang,
Firman Allah Ta’la :

{وَلا تَجَسَّسُوا}

Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain.

Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras.

Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ta’la yang menceritakan perihal Nabi Ya’qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (Yusuf: 87)
Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا”

“Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Al-Auza’i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. (Tafsir AlQur’anul A’dzim,oleh Ibnu Katsir,1748 cet,Dar Ibnu Hazm)

Tajasus didalam Hadist

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَحَسَّسُوا ، وَلَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَدَابَرُوا ، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا “.

“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari isu (memata-matai), saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR.Bukhari,no 6064)

Dalam hadist lainnya,
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia berkata;

صَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ فَنَادَى بِصَوْتٍ رَفِيعٍ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

Rasulullah ﷺ menaiki mimbar lalu menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai sekalian orang yang telah berIslam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula kalian memperolok mereka, jangan pula kalian menelusuri dan membongkar aib mereka, maka barang siapa yang menyelidiki aib saudaranya seIslam niscaya Allah akan menyelidiki aibnya dan barang siapa yang aibnya diselidiki aibnya oleh Allah niscaya Allah akan membongkar aibnya meskipun di dalam rumahnya sendiri.” (HR.Tirmidzi,no 2032)

Didalam hadist di atas telah di jelasakan bahwa diharamkan melakukan tajasusus yaitu mencari tahu aib atau kesalahan serta memata-matai orang lain yang mereka sembunyikan.

Namun ada tajasus yang diperbolehkan jika ada mashlahat dan menolak mafsadat, seperti spionase terhadap musuh islam.

Spionase adalah suatu praktik pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasimengenai sebuah organisasi atau lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari informasi tersebut.
[https://id.m.wikipedia.org/wiki/Spionase.]

Kemudian Tajasusus dibolehkan untuk mengantipasi aksi terorisme ,mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat yang itu di tinjau dari segi maslahat bukan mudharat ataumafsadat.

Diantara hadistnya adalah,
Dari Jabir ia berkata;

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ مَنْ يَأْتِينَا بِخَبَرِ الْقَوْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ أَنَا ثُمَّ قَالَ إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيَّ وَإِنَّ حَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ

Rasulullah ﷺ bersabda pada perang Ahzab: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair berkata; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Az Zubair menjawab; “Saya.” Beliau bersabda: “Siapakah yang dapat membawa berita musuh kepada kami?”. Lagi-lagi Az Zubair menjawab; “Saya.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki hawariy (pengikut setia) dan hawariyku adalah Az Zubair.” ( HR.Bukhari,no 4113)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah pernah menyatakan dalam fatwa beliau tentang tajasus untuk menghilangkan kemungkaran, beliau mengatakan :

Tajasusus tidak dibolehkan kecuali ada Qarain (Tanda-tanda ) adanya kemungkaran yaitu tanda-tanda yang kuat kemudian tidak boleh seorangpun melakukan tajasus. (lihat selengkapnya Liqa’ al bab Maftuh- Syarith no 232 )

Kesimpulan :

1. Tidak boleh istri memata- matai, curiga atau suudz dzhon (berprasangka buruk ) terhadap suami, hendaknya mengedapankan husnu Dzhan (baik sangka) agar rumah tangga tetap harmonis, dalilnya,

Dari Jabir dia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلًا يَتَخَوَّنُهُمْ أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Rasulullah ﷺ melarang seorang laki-laki mengetuk pintu rumah isterinya (saat kembali dari perjalanan) di waktu malam dengan maksud hendak memergoki atau mencari-cari kesalahan mereka.” (HR.Muslim,715)

Namun jika terbukti atau jelas-jelas ada tanda-tanda yang kuat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran yg dilakukan suami, hendak suami diberi nasehat, dan disuruh bertaubat jika benar terbukti melakukan kemungkaran, panggil seseorang yang ditokohkan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Adapun menyadap handphone suami atau mengecek apa yang ada handphone suami tanpa seizinya, hal ini tidak di bolehkan, hendaknya seorang muslim atau muslimah berbaik sangka dengan kaum muslimin lainnya, terlebih lagi dengan pasangannya.

2. Adapun lembaga ataupun instansi yang melaksanakan praktek pengintain, hendaknya dilakukan jika ada maslahatnya seperti spionase terhadap musuh islam mengantipasi aksi terorisme, mengantipasi pencurian dan perampokan serta memberantas kerusakan atau penyakit akhlak di masyarakat dalam rangka untuk menghilangkan kemungkaran, dan itupun harus ada syaratnya ( Qarain Qowiyah) tanda-tanda yang kuat menunjukkan akan hal itu.

3. Ketahuilah,walau bagaimanapun kadangkala seorang muslim itu memiliki aib, maka janganlah mengumbar aib – aib mereka atau mencari tau aib-aib kesalahan meraka. Simaklah hadist berikut ini,

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ telah bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” ( HR.Muslim,no 2699)

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Apakah Diperbolehkan Menikah Tanpa Rasa Cinta ?

Pertanyaan :

Ustadz…
Ana pernah mendengar jika menikah dengan orang yang bertaqwa, jika dia mencintai pasangannya dia akan memuliakannya, jika dia tidak mencintainya maka pasangannya tidak mendzoliminya.

Apakah boleh menikah namun tidak ada rasa cinta ?

Jawaban :

Boleh,sebagaimana kisah seorang shohabiah (sahabat dari kalangan wanita) yang bernama Fatimah binti Qois menikah dengan seorang sahabat yang bernama usamah bin zaid,

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Fathimah binti Qois radhiallahu ‘anha ia pernah berkata;

فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarku, lantas Rasulullah ﷺ bersabda: “Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul -pent), sedangkan Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: “Nikahlah dengan Usamah.” Lalu saya menikah dengan Usamah, Maka Allah memberikan limpahan kebaikan padanya (pernikahan kami,pent) hingga bahagia.( HR.Bukhari,no 1480).

Didalam hadist diatas menunjukkan bahwa Fatimah binti Qois awalnya, tidak menyukai usamah, kemudian akhirnya ia pun bersedia menikah dengan usamah, Kemudian Allah ta’la memberikan limpahan kebaikan dan kebahagiaan pada pernikahan mereka.

Maka dalam hal ini menunjukan kepada anda (penanya), menikahlah karena agamanya, niscaya anda akan mendapatkan kebahagiaan.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Menikah Dengan Wanita Pezina

Pertanyaan :

Ustad jadi wanita seorang pezina boleh enggak dinikahi, jika dia sudah benar benar taubat, pantaskah dia mendapat lelaki yang soleh ?

Jawaban :

Zina adalah perbuatan dosa besar yang diharamkan didalam islam,

Allahu ta’la berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Qs.al Isra’ :32)

Seorang wanita yang menjual kehormatannya, baik itu karena himpitan hidup atau trend gaya hidup atau alasan mencari nafkah adalah tidak dibenarkan dalam islam.

Namun apabila ada seorang wanita pezina yang telah bergelimang dosa dan maksiat, kemudian ia jujur benar-benar bertaubat, maka sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat bagi Hamba- hambanya yang ingin kembali bertaubat.

Allah ta’la berfirman :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.As Zumar :53)

Allah ta’la berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). ( Qs.At Tahrim :8).

Lalu pertanyaan, apakah wanita pezina layak di nikahi ? apakah ia pantas mendapat lelaki yang shalih?

Allah ta’la berfirman :

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (Qs.An Nuur : 3).

Para ulama berselisih pendapat dalam memahami ayat di atas apakah ayat tersebut celaan ataukah pengharaman .

Jumhur ulama menyatakan, kecuali imam Ahmad bahwa ayat diatas adalah celaan bukan pengharaman dan mereka membolehkan menikah dengan wanita pezina (dengan syarat tertentu ,pent)
( lihat Fiqih Sunnah 3/94)

Akan tetapi disana ada dalil yang menyatakan tidak boleh menikah wanita pezina.

Dari Amru bin Syua’ib dari ayahnya dari kakeknya berkata:

كَانَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مَرْثَدُ بْنُ أَبِي مَرْثَدٍ وَكَانَ رَجُلًا يَحْمِلُ الْأَسْرَى مِنْ مَكَّةَ حَتَّى يَأْتِيَ بِهِمْ الْمَدِينَةَ قَالَ وَكَانَتْ امْرَأَةٌ بَغِيٌّ بِمَكَّةَ يُقَالُ لَهَا عَنَاقٌ وَكَانَتْ صَدِيقَةً لَهُ وَإِنَّهُ كَانَ وَعَدَ رَجُلًا مِنْ أُسَارَى مَكَّةَ يَحْمِلُهُ قَالَ فَجِئْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى ظِلِّ حَائِطٍ مِنْ حَوَائِطِ مَكَّةَ فِي لَيْلَةٍ مُقْمِرَةٍ قَالَ فَجَاءَتْ عَنَاقٌ فَأَبْصَرَتْ سَوَادَ ظِلِّي بِجَنْبِ الْحَائِطِ فَلَمَّا انْتَهَتْ إِلَيَّ عَرَفَتْهُ فَقَالَتْ مَرْثَدٌ فَقُلْتُ مَرْثَدٌ فَقَالَتْ مَرْحَبًا وَأَهْلًا هَلُمَّ فَبِتْ عِنْدَنَا اللَّيْلَةَ قَالَ قُلْتُ يَا عَنَاقُ حَرَّمَ اللَّهُ الزِّنَا قَالَتْ يَا أَهْلَ الْخِيَامِ هَذَا الرَّجُلُ يَحْمِلُ أَسْرَاكُمْ قَالَ فَتَبِعَنِي ثَمَانِيَةٌ وَسَلَكْتُ الْخَنْدَمَةَ فَانْتَهَيْتُ إِلَى كَهْفٍ أَوْ غَارٍ فَدَخَلْتُ فَجَاءُوا حَتَّى قَامُوا عَلَى رَأْسِي فَبَالُوا فَظَلَّ بَوْلُهُمْ عَلَى رَأْسِي وَأَعْمَاهُمْ اللَّهُ عَنِّي قَالَ ثُمَّ رَجَعُوا وَرَجَعْتُ إِلَى صَاحِبِي فَحَمَلْتُهُ وَكَانَ رَجُلًا ثَقِيلًا حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى الْإِذْخِرِ فَفَكَكْتُ عَنْهُ كَبْلَهُ فَجَعَلْتُ أَحْمِلُهُ وَيُعْيِينِي حَتَّى قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقًا فَأَمْسَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ شَيْئًا حَتَّى نَزَلَتْ
{ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ }
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَرْثَدُ
{ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ }
فَلَا تَنْكِحْهَا

Seseorang bernama Murtsad bin Abu Murtsad, ia adalah seseorang yang pernah menggendong seorang tawanan dari Makkah hingga ke Madinah. Ketika itu ia mempunyai teman seorang pelacur di Makkah bernama Anaq. Martsad kemudian meminta seseorang diantara tawanan Makkah untuk menggendongnya. Ia berkata: Aku pun datang hingga sampai ke naungan salah satu kebun Makkah di malam purnama. Anaq datang lalu melihat gelapnya naungan di tepi kebun. Saat ia tiba di hadapanku, ia mengenaliku, ia bertanya: Martsadkah ini? Aku menjawab: Iya, aku Martsad. Anaq berkata: Selamat datang, mari menginap ditempat kami malam ini. ia berkata: Aku berkata: Hai Anaq, sekarang Allah telah mengharamkan zina. Anaq kontan berteriak: “Wahai pemilik tenda, orang inilah yang membawa tawanan-tawanan kalian. Ia berkata: Delapan orang menguntitku, aku menempuh kawasan Khandamah hingga sampai ke salah satu gua. Aku masuk lalu mereka tiba hingga berdiri di atas kepalaku. Mereka kencing, kencing mereka mengenaiku dan mereka dibutakan Allah hingga tidak bisa melihatku. Setelah itu mereka kembali dan aku pun kembali ke temanku, aku menggendongnya, kebetulan ia adalah orang yang berat, aku menggendongnya hingga sampai rumput idzkhir, aku melepas tali pengikatnya yang kebetulan tali tersebut besar. Kemudian aku mengendongnya dan ia cukup menjadikanku kelelahan, hingga akhirnya aku tiba di Madinah. Aku mendatangi Rasulullah ﷺ, aku berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau saya menikahi si ‘Anaq? Rasulullah ﷺ diam tidak menjawab apa pun hingga turunlah ayat: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An Nuur: 3) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Wahai Martsad, lelaki pezina hanya menikahi wanita pezina atau wanita musyrik dan wanita pezina hanya menikahi lelaki pezina atau lelaki musyrik, jangan nikahi dia.”(HR.Tirmidzi,3177,Abu Daud, 4695,4696,4697,an Nasai,3228).

Hadist diatas melarang nikah dengan wanita pezina, akan tetapi ada beberapa ulama berpendapat boleh menikahi wanita pezina dengan memberikan syarat tertentu.

Didalam kitab Shahih Fiqih Sunnah di nyatakan, Tidak boleh Menikah dengan wanita pezina,kecuali dua syarat :

Syarat pertama :

Bertaubat, karena taubat bisa menghilangkan sifat wanita yang haram dinikahi, sebagaimana ayat (dan dalil dari hadist,pent) diatas.

Nabi ﷺ pernah bersabda :

التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.”(HR.Ibnu Majah,4250,di hasankan oleh Syaikh al Albani dalam shahih Ibnu Majah 2/418)

Syarat Kedua :

Membersihkan Rahimnya sekali Haidh, Ini merupakan syarat dari Imam Ahmad dan Imam Malik sebagaimana hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً

“wanita hamil tidak boleh digauli hingga melahirkan, dan tidak pula wanita yang tidak hamil hingga mengalami satu kali haid.” ( HR.Abu Daud,2157,Ahmad 3/62).

Pensyaratan bersih dari haid agar rahimnya bersih terlebih dahulu sebelum di nikahi (digauli), demikian cara menikah wanita pezina (yang telah bertaubat,pent).
( Lihat Shahih Fiqih Sunnah 3/95).

Kesimpulan

Boleh menikah dengan wanita pezina dengan syarat ia benar-benar bertaubat dari perbuatanya,dan bersih rahimnya satu kali haidh. Kemudian jika ia sudah benar- benar bertaubat dan menjadi wanita shalihah, maka ia layak menikah dengan lelaki yang shalih.

Allahu ‘alam.

Dijawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Meminang Diatas Pinangan Orang Lain

Pertanyaan :

Bolehkah saya menerima ikhwan lain, tetapi saya sedang dalam proses dengan ikhwan yang lain pula. hanya saja tidak ada kepastian dari ikhwan tersebut sehingga datanglah ikhwan yang lain hendak mengkhitbah.

Jawaban :

Jika seorang lelaki muslim meminang (khitbah) seorang wanita, maka lelaki muslim lainnya tidak boleh meminangnya, Ada berapa dalil dari hadist Nabi ﷺ mengenai hal itu, diantaranya hadist dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Nabi ﷺ telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga ia meninggalkannya atau pun menerimanya, atau pun ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (HR.Bukhari,5142)

Dalam riwayat lain, Nabi ﷺ, beliau juga bersabda:

َ لَا يَبِعْ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ

“Janganlah seseorang membeli barang yang telah ditawar oleh saudaranya, dan janganlah seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya kecuali telah mendapatkan izin darinya.” (HR.Muslim,no1412)

Di dalam kedua hadist diatas menunjukkan bahwa dilarang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya, dan diharamkan menurut pendapat para imam mahzab yang empat. (lihat Shahih Fiqhus Sunnah 3/113)

Kesimpulan

1. Jika lelaki tersebut masih berharap proses dengan anda (penanya), dan anda serta wali anda juga berharap, maka tidak boleh seorang lelaki muslim lainnya meminang anda.

2. Namun jika Lelaki itu yang telah melamar anda, tidak ada kepastian untuk melanjutkan proses selanjutnya, berarti itu indikasi bahwa dia tidak ingin melanjutkan proses tersebut dan meninggalkannya, maka boleh lelaki muslim lainnya datang melamar anda.

Allahu’alam.

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Bolehkah Mengundurkan Waktu Penyembelihan Qurban?

Pertanyaan :

Ustadz bolehkah mengundurkan waktu penyembelihan qurban ke hari sabtu (1 hari setelah hari raya Idul Adha), apakah ada dalilnya?

Jawaban :

Tidak Mengapa Mengundurkan penyembalian Qurban setelah hari raya Idul Adha,berdasarkan hadist Nabi ﷺ beliau bersabda:
  أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari-Hari Tasyriq (merupakan hari raya kami sebagai kaum muslimin ) yaitu hari makan dan minum”. ( HR.Muslim,no 1141).
Dalam riwayat yang lain Nabi ﷺ juga bersabda :
وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Hari-Hari Tasyriq (merupakan hari raya kami sebagai kaum muslimin) yaitu hari untuk menyembelih (Qurban)”. (HR.Ahmad 4/82,Ibnu Hibban 1008,Baihaqi 9/295 dan di Shahihkan oleh Syaikh al albani dalam Shahih wa Dhoifah al Jami’ 4537).
Para ulama berselisih pendapat mengenai kapan waktu terakhir peyembelihan Qurban, dan menurut pendapat yang terkuat bahwa akhir penyembeilhan Qurban adalah sampai tanggal 13 Dzulhijjah ( lihat Shahih Fiqhus Sunnah 2/377 dan Syahrul Mumti’ 7/295-296).

Kesimpulan

Pertayaan di atas, mengenai pengunduran waktu penyembelihan setelah hari jum’at bertepatan dengan 10 dzulhijjah 1438 H, maka tidak mengapa mengundurkannya pada hari sabtu, ahad atau senin yang bertepatan tanggal 11,12 dan 13 dzulhijjah 1438 H.
Allahu ‘alam.
Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Bolehkah Berkurban Di Luar Kota Atau Luar Negeri ?

Pertanyaan:

Ustad bagaimana hukum berkurban di daerah atau negara lain, misal ana tinggal di indonesia tetapi ingin berkurban di daerah daerah umat islam yang disana sedang terjadi konflik, misal Suriah dan Palestina ?

Jawaban :

Yang paling afdhal bagi seseorang yang berkurban menyembelih sendiri hewan kurbannya, perbuatan ini berdasarkan
Hadist ,dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dia berkata;

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

“Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri.”(HR.Bukhari,7399)

Pada asalnya,tempat berkurban adalah di tempat daerah orang yang berkurban, karena harapan orang -orang fakir (akan daging kurban) jauh lebih besar. meskipun, demikan tidak terlarang memindahkan ketempat lain, jika yang demikian itu terdapat maslahat.
Disebutkan dalam hadist jabir bin abdillah – mengenai daging kurban- dia berkata :

كُنَّا لَا نَأْكُلُ مِنْ لُحُومِ بُدْنِنَا فَوْقَ ثَلَاثِ مِنًى فَرَخَّصَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُلُوا وَتَزَوَّدُوا فَأَكَلْنَا وَتَزَوَّدْنَا

“Kami tidak memakan daging dari hewan qurban kami melebihi tiga hari Mina (Tasyriq) kemudian Nabi ﷺ memberi keringanan kepada kami, sabda Beliau: “Makanlah dan sisakanlah sebagai bekal kalian?”.( HR.Bukhari ,1719 dan Muslim1972)

Lalu kami pun makan dan mengambil bekal dari daging kurban tersebut.
( Shahih Fiqih Sunnah 2/380)

Fatwa Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah di tanya,

فضيلة الشيخ, ما رأيكم إن ضحيت هنا ودفعت قيمة الأضحية لهيئة الإغاثة الإسلامية تذبح هناك؟

Fadhilatus Syaikh, bagaimana pendapat anda jika aku berkurban disini dan aku membayar sejumlah uang kurban kepada lembaga Ighatsatul Islamiyah untuk di sembelih disana?

 

لا بأس;يعني: إنسان يريد أن يضحي في بلده ويتصدق على أولئك الفقراء لا بأس هذا طيب. ويشجع الإنسان على هذا، يحصل على الفائدتين: فائدة الأضحية، وفائدة إخوانه هناك. وأنا أريد أن يقصد بالدراهم التي يدفعها ليس فقط أضحية، وإنما يشترى بها طعام أو لباس أو فراش. يقول: هذه دراهم اشتروا بها ما يحتاجون إليه. قد يحتاجون إلى الطعام,قد يحتاجون إلى اللحم,قد يحتاجون إلى فرش,قد يحتاجون إلى ثياب. فأنت اجعلها صدقة، وقل: هذه ادفعوها لمصلحتهم.

Beliau menjawab :
Tidak mengapa, yaitu jika seseorang ingin meyembelih di tempat (negri,pent) nya dan bersedekah untuk orang – orang miskin, tidak mengapa itu merupakan perbuatan baik, dan hendaknya manusia dimotivasi dalam hal ini, karena akan mendapatkan dua faidah :
Faidah berkurban dan faidah persudaraan (diluar daerah,pent) nya. saya menginginkan tidak hanya memberi daging korban saja, akan tetapi juga uang dirham, dengan itu ia bisa membeli makanan, pakaian dan tempat tidur, hendaknya ia mengatakan (pada lembaga tesebut,pent) uang dirham ini belikanlah untuk keperluan yang mereka butuhkan, terkadang mereka membutuhkan makanan, daging, ranjang dan pakaian, maka kamu jadikan itu sebagai shadaqah, katakanlah : berikanlah ini untuk kemaslahatan mereka.
( Silslilah bab maftuh ,92,Ahkamul dzabaih- al Udhhiyah)

Fatwa Lajnah Dai’mah

هل يجزئ أن ندفع مبلغًا من المال لشراء أضحية وذبح ذلك في الخارج للفقراء والمساكين؟

Apakah dibolehkan membayar sejumlah uang , untuk membeli hewan kurban, dan meyembelih hewan kurban tersebut di luar daerah untuk orang -orang fakir dan miskin?

 

ج: لا حرج سواء يذبحها لأهل بيته أو في الخارج، لكن لأهل بيته أفضل، إذا ضحى في بيته وأكل منها ووسع على من حوله كان أفضل تأسيًا بالنبي صلى الله عليه وسلم، كونه يذبح الضحية في بيته ويأكل ويطعم، وإذا أحب أن يذبح ضحايا أخرى في محل فقراء في بلد أخرى فله أجر ذلك، هذا من الصدقات.

Tidak mengapa, baik menyembelih untuk anggota keluarga (tempat,pent) nya atau di luar daerahnya. akan tetapi lebih utama menyembelih untuk anggota keluarganya karena menyembelih dirumahnya, dan makan dari daging kurbanya, dan memberikan kepada orang- orang yang ada sekelilingnya, yang demikian lebih afdhal berdasarkan perbuatan nabi ﷺ, dimana beliau menyembelih hewan kurban dirumahnya dan beliau makan dan menyedekahkannya, dan apabila ada orang yang ingin menyembelih hewan kurban yang lain,ditempat orang – orang miskin di negara luar, maka ia mendapatkan pahala, dan perbuatan itu merupakan shadaqah. (Fatwa Lajnah Daimah,18/208) [www.alifta.net]

Kesimpulan

Lebih utama kurban di daerahnya sendiri, akan tetapi jika ada manfaat dan mashlahatnya dibolehkan kurban diluar daerah untuk kaum muslimin yang fakir dan miskin yang sangat membutuhkan, dan perbuatan tersebut termasuk shadaqah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Tempat Kerja Mewajibkan Karyawannya Berkurban

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Perusahaan tempat saya bekerja mewajibkan setiap karyawanya untuk mengumpulkan uang, dengan maksud untuk berqurban, dan hewan yg di qurbankan kambing, sementara atasan saya non muslim, nahh bagaimana tanggapan mengenai ini, setau saya jika kita berqurban kita harus datang sebagai saksi, tapi dari pihak perusahaan hanya meminta uang dari setiap karyawan dan memberi tau jumlah uang yg terkumpul dan hewan yg ingin di beli. terima kasih.

Jawaban :

Berkurban hendaknya harus sesuai contoh dari Nabi ﷺ,

Dahulu nabi berkurban dengan para sahabat berserikat (patungan) untuk kurban sapi untuk 7 orang dan unta dan untuk 7 orang dalam riwayat lain untuk 10 orang.

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu ia berkata;

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah ﷺ  di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (HR.Muslim,no 1318).

Dalam riwayat Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu juga ia berkata;

حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحَرْنَا الْبَعِيرَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami naik haji bersama Rasulullah ﷺ , lalu kami menyembelih seekor unta dari tujuh orang yang bersekutu, dan seekor sapi juga hasil dari dari tujuh orang yang bersekutu.” (HR.Muslim,no1318).

Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ia berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيرِ عَشَرَةً

“Kami bersama Rasulullah ﷺ dalam perjalanan, lalu tibalah hari Idul Adha. Kami lalu berserikat berkurban seekor sapi untuk tujuh orang dan seekor unta untuk sepuluh orang.”( HR.Tirmidzi,no 1501,Nasai 7/222,Ibnu Majah 3131).

Adapun Kambing untuk 1 orang sebagaimana dalam satu riwayat

Dari Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari”,

كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى

Bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ ?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga).”( HR.Tirmizdi,no1505)

Dan dari Anas radhiallahu dia berkata;

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri.”( HR.Bukhari,no 5558)

Pada hadist-hadist diatas ,dijelaskan bahwa kurban sapi untuk 7 orang, unta untuk 7 atau 10 orang , adapun kambing untuk 1 orang.

Adapun pertanyaan di atas perusahaan menyembelih 1 ekor kambing, ini bukanlah penyembelihan kurban sesuai syariat, karena dana yang dikumpulkan didapatkan dari banyak orang, dan tidak ditentukan orangnya atau shohibul Qurbannya, jadi penyembelihan tersebut adalah sesembelihan biasa, bukan sesembelihan kurban.

Adapun kalau pimpinan perusahaan non muslim dia menyembelih untuk jin atau di pesembahkan untuk leluhurnya, maka ini sesembelihan yang syirik, dagingnya tidak boleh dimakan.

Adapun sesembelihan yang dananya dikoordinir pimpinan nonmuslim tersebut untuk di berikan karyawannya yang muslim,padahal ini sebenarnya dari harta mereka juga,dan yang menyembelih adalah sesorang muslim ,maka sembelihan itu boleh di makan, (penyembelihan yang dagingnya hanya untuk dimakan) maka hukumnya mubah, dan itu sesembelihan biasa bukan sesembelihan kurban.

Allahu ‘alam

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Ayah Tidak Shalat 5 Waktu, Apakah Masih Bisa Menjadi Wali Nikah Putrinya ?

Pertanyaan :

Assalamu’alaikum. ‘Afwan, saya ingin bertanya. Apa benar, jika ayah si akhwat (wanita) tidak sholat 5 waktu, lalu menjadi wali nikah putrinya, maka pernikahannya tak sah ? Mohon penjelasannya ustadz.

Jawaban :

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Syarat wali ada 6 :

  1. Islam (bukan orang kafir)
  2. Laki-laki
  3. Berakal
  4. Baligh
  5. Merdeka (Bukan budak)
  6. Adil (Yang ini merupakan tambahan imam Syafi’i dan imam Ahmad)

(Shahih Fiqih Sunnah,Kitabun Nikah 3/144-145)

Jika ayah si akhwat (wanita) tidak shalat 5 waktu, ini kembali ke hukum meninggalkan shalat, ada perbedaan pendapat ulama dalam hal ini dalam pembahasan yang sangat panjang.

Kesimpulannya, di jelaskan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah tentang orang yang meninggalkan shalat, beliau menyatakan,

  1. Orang yang meninggalkan shalat dihukumi kafir adalah orang yang menyuruh untuk meninggalkannya, dan ia tak pernah shalat sama sekali (maksudnya meninggalkan shalat secara keseluruhan), padahal ia mengetahui bahwa shalat adalah suatu kewajiban.
  2. Adapun orang yang terkadang shalat dan terkadang tidak, maka ia adalah orang yang tidak menjaga shalat, orang tersebut tidak dihukumi kafir.

( Majmu’ Fatawa 22/49)

Jadi, kalau ayah si akhwat (wanita), terdapat pada poin nomor satu diatas, dia tidak layak menjadi wali si akhwat (wanita), akan tetapi jika terdapat pada poin kedua, maka masih layak menjadi wali nikah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh
Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA.

Hukum Menyembelih Hewan Menggunakan Tangan Kiri

Oleh Fadhilatus Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz bin Baz rahimahullah

Pertanyaan :

بالنسبة للذبح في الأضحية أنا أذبح باليد اليسرى، خاصة وأنا لا أجيد استعمال اليد اليمنى؟

Berkaitan dengan penyembelihan, bolehkah saya menyembelih dengan tangan kiri, terkhusus saya tidak bisa menggunakan tangan kanan ?

Jawaban :

إذا ذبحت باليسرى الذبح الشرعي فلا بأس والحمد لله.

Apabila anda menyembelih dengan tangan kiri (karena tidak mampu menggunakan tangan kanan,pent), itu sesembelihan syar’i ,maka tidak mengapa dan segala puji bagi Allah.
(www.binbaz.org.sa/noor/10976)

Diterjemahkan oleh :
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA

Orang Kafir Manakah Yang Boleh Menerima Daging Kurban ?

Pertanyaan :

Apakah dibolehkan memberikan daging kurban kepada nonmuslim ?

Jawaban :

Dari pertanyaan diatas, ada dua pembahasan yang harus dijelaskan.

1. Sebelumnya harus kita pahami terlebih dahulu pembagian orang -orang kafir.

2. Apakah boleh memberikan daging kurban kepada nonmuslim (kafir), lalu kafir yang mana yang boleh di berikan ?

 

Pembahasan Pertama, Sebelumnya harus kita pahami terlebih dahulu pembagian orang – orang kafir.

Para ulama telah membagi menjadi 4 golongan orang -orang kafir :

1. Kafir Dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka.

Dari al Mughirah bin syu’bah , ia menyatakan:

َأَمَرَنَا نَبِيُّنَا رَسُولُ رَبِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُقَاتِلَكُمْ حَتَّى تَعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ أَوْ تُؤَدُّوا الْجِزْيَةَ

Nabi utusan Rabb shallallahu ‘alaihi wasallam kami itu memerintahkan kami untuk memerangi kalian hinga kalian menyembah Allah saja atau kalian membayar jizyah.” (HR.Bukhari, no 2925 )

2. Kafir Mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barang siapa yang membunuh mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian) maka dia tidak akan mencium bau surga padahal sesungguhnya bau surga itu dapat dirasakan dari jarak empat puluh tahun perjalanan.” (HR.Bukhari,no 3166).

3. Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan

Allahu ta’la berfirman :
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.(Qs.At-Taubah:6)

Dari Ummu Hani’ radhiallahu Anha’,dia berkata :

ُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ ابْنُ أُمِّي عَلِيٌّ أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدْ أَجَرْتُهُ فُلَانُ بْنُ هُبَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ

Wahai Rasulullah, anak ibuku (‘Ali bin Abu Thalib radliallahu ‘anhu) mengatakan dia telah membunuh seseorang yang telah kulindungi, yakni Fulan bin Hubairah”. Maka Rasulullahﷺ bersabda: ” Kami melindungi seseorang yang kau lindungi wahai Ummu Hani‘”. ( HR.Bukhari,no 3171)

4. Kafir Harby, yaitu kafir selain tiga di atas. Kafir jenis inilah yang disyari’atkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam.

Demikianlah pembagian orang kafir,sebagaimana disebutkan sejumlah dalil dari Al Qur’an dan sunnah yang di jelaskan oleh para ulama.

 

Pembahasan kedua : Apakah boleh memberikan daging kurban kepada nonmuslim( kafir), kafir yang manakah yang boleh di berikan ?

Syaikh Muhammad Shalih al Munjid,menyatakan ketika ditanya tentang daging kurban diberikan kepada orang kafir,

الحمد لله ,لا حرج في إعطاء لحم الأضحية لغير المسلم ، وخاصةً إن كان من الأقارب أو الجيران أو الفقراء .
ويدل على ذلك قوله تعالى : ( لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) الممتحنة / 8.

Alhamdulillah, Tidak mengapa memberikan daging kurban kepada non muslim, terutama dari kerabat, tetangga atau orang fakir. Yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Ta’ala :

( لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) الممتحنة / 8.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah: 8)

وإعطاؤه لحم الأضحية من البر الذي أذن الله لنا به .
وعَنْ مُجَاهِدٍ : ” أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ فِي أَهْلِهِ ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ؟ ، أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ ) رواه الترمذي (1943) وصححه الألباني.

Pemberian daging kurban kepada mereka termasuk suatu kebaikan yang Allah telah mengizinkan kepada kita.

Dari Mujahid, bahwa Abdullah bin Amr menyembelih kambing untuk keluarganya. Ketika beliau datang bertanya, “Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Kristen ? Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi ? Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

( مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ ) رواه الترمذي (1943) وصححه الألباني.

Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk tetangga, sampai saya menyangka dia akan mewarisinya.” HR. Tirmizi, (1943) dinyatakan shahih oleh Al-Albany.

قال ابن قدامة : ” وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا ، … ؛ لِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ “. انتهى من “المغني” (9/450) .

Ibnu Qudamah mengatakan, “Diperbolehkan memberi makanan dari (daging kurban) kepada orang kafir. Karena ia adalah shodaqah sunnah. Maka diperbolehkan memberikan makanan kepada orang kafir Dzimmi (dalam perlindungan Negara Islam), tawanan sebagaimana shodaqah sunnah lainnya.” Selesai dari ‘Al-Mugni, (9/450).

وفي فتاوى اللجنة الدائمة (11/424) : ” يجوز لنا أن نطعم الكافر المعاهد ، والأسير من لحم الأضحية ، ويجوز إعطاؤه منها لفقره ، أو قرابته ، أو جواره ، أو تأليف قلبه…؛ لعموم قوله تعالى: ( لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) ، ولأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنها أن تصل أمها بالمال وهي مشركة في وقت الهدنة ” . انتهى

Dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (11/424), “Kami diperbolehkan memberi makan kepada orang kafir mu’ahid (dalam perjanjian dengan Negara Islam) dan tawanan dari daging kurban. Diperbolehkan memberi dari (daging kurban) karena kemiskinannya, kekerabatan, tetangga atau untuk melunakkan hatinya. Berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala :

( لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) الممتحنة / 8.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”( Qs. Al-Mumtahanah: 8)

ولأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنها أن تصل أمها بالمال وهي مشركة في وقت الهدنة ” . انتهى

Juga karena Nabi ﷺ memerintahkan Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu’anha untuk menyambung ibunya dengan harta meskipun beliau dalam kondisi musyrik waktu genjatan senjata.” Selesai

وقال الشيخ ابن باز رحمه الله : ” الكافر الذي ليس بيننا وبينه حرب ، كالمستأمن أو المعاهد : يعطى من الأضحية ، ومن الصدقة.” انتهى من “مجموع فتاوى ابن باز” (18/ 48) .
وينظر جواب السؤال (36376).
والله أعلم

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Orang kafir yang tidak ada antara kita dengan mereka peperangan seperti musta’min (dalam perlindungan) atau mu’ahid (dalam perjanjian dengan Negara Islam). Diberikan dari daging kurban dan dari shodaqah.” Selesai dari Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, (18/48). Silahkan melihat jawaban soal no 36376.
Wallahu’alam .(https://islamqa.info/ar/180503)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, menyatakan ketika ditanya tentang daging kurban diberikan kepada orang kafir ,

فإذا كان الكافر من أمةٍ لا يعتدون على المسلمين، ولا يقاتلونهم، ولا يخرجونهم من ديارهم، فلا بأس أن يهدى إليه من لحـم الأضحيـة أو غيرها، وإن كان بالعكس؛ فإن الله تعالى يقول: ﴿إنما ينهاكم الله عن الذين قاتلوكم في الدين وأخرجوكم من دياركم وظاهروا﴾؛ أي عاونوا على إخراجكم ﴿أن تولوهم﴾ بأي ولايةٍ كانت.

Apabila orang kafir tidak memusuhi, memerangi tidak mengeluarkan kaum muslimin dari rumah-rumah mereka, maka tidak mengapa memberikan mereka daging kurban dan selainya, kalau sebaliknya maka tidak boleh memberikan daging kurban kepada mereka,karena Allah ta’la berfirman : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Qs.Al-Mumtaĥanah):8
( www.binothaimeen.net)

Kesimpulannya, sebagaimana penjelasan para ulama diatas bahwa kafir yang boleh di berikan daging kurban adalah selain kafir harby ( kafir yang memerangi kaum muslimin), dan dalam memberikannya hendaknya dalam rangka dakwah dan melunakkan hati mereka agar menerima kebenaran islam.

Allahu a’lam.

Di jawab oleh
Ust.Abu Yusuf Dzulfadhli M,BA