Pengaruh Aqidah Terhadap Psikologi Manusia

Pengaruh Aqidah Terhadap Psikologi Manusia

2nd Juni 2025
Imam Fikri, S. H, M. Ag

Sebagai seorang muslim sejati, kita perlu memahami bahwa Allah menciptakan manusia untuk diuji, diuji dalam melaksanakan ketaatan, diuji dalam meninggalkan kemaksiatan, dan diuji dengan musibah-musibah yang Allah takdirkan menimpa kita di kehidupan dunia ini.

Allah berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah 155)

Maka oleh karena itu, Allah menurunkan pedoman Alquran dan Hadist kepada Hamba-hambaNya sebagai pondasi. Hal tersebut dikarenakan Allah mengetahui bahwa hamba Nya tidak akan mudah dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ujian sehingga perlu pedoman yang menjadi pegangan hambaNya untuk bisa bertahan menjalani kehidupan ini. 

Allah berfirman :

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ” [Jumuah: 2]

Secara umum, Allah menurunkan Al Qur’an dan Hadits mencakup 2 hal, yaitu hukum dan keyakinan. Keyakinan yang berupa kabar berita yang Allah kabarkan dalam Al Qur’an dan Hadits ini yang akan berdampak terhadap Psikologi hamba-hamba Allah yang meyakininya. 

Hal tersebut dikarenakan keyakinan adalah pemahaman terhadap kepastian kabar berita yang Allah sampaikan dari wahyu Allah, ketika pemahaman ini diyakini maka ia akan merubah dan mengokohkan pemikiran dan cara berfikir /Mindset orang yang meyakini, yang mana hal tersebut akan berdampak kepada sikap dan reaksi dirinya dalam menjalani kehidupan.

Maka karena ini dengan kasih sayang Allah yang sangat besar kepada hamba-hambanya, menjelaskan semua hal berdampak terhadap Psikologi hambanya, yang mana secara garis besar hal tersebut terkandung dalam 6 Rukun iman. 

1. Beriman Kepada Allah

Diantara begitu Fundamental iman kepada Allah yang mencakup meyakini nama dan sifat Allah inj pada hakikatnya adalah bekal dan nutrisi yang sangat fundamental bagi hati seorang hamba yang beriman kepada Allah. 

Yaitu Bahwasanya beriman kepada sifat-sifat Allah akan menghasilkan 3 Rasa dalam hati manusia, yaitu: Rasa Takut kepada Allah, Rasa Cinta kepada Allah, Rasa Harap kepada Allah. 

Sifat-sifat “Jamal” seperti: sifat kasih sayang Allah, sifat Allah mencintai, Sifat Allah Pengampun, dll, semua itu akan menghasilkan sifat Harap dan Cinta kepada Allah dalam hati seorang hamba.  dan inilah yang menjadi bekal seorang muslim menjalani kehidupannya. 

Allah berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya’ 90).

Begitu juga dengan sifat Jalal Allah, seperti Azab Allah yang pedih, cepat hisab Nya, murka, dll, semua itu akan menghasilkan sifat Takut kepada Allah yang terpatri di hati hambaNya sehingga hanya takut kepada Allah. 

Allah berfirman :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” 

Ketika telah terkumpul 3 Rasa cinta, Takut, dan Harap di dalam hati seorang hamba, maka hal tersebut akan menjadikannya tenang dalam menjalani kehidupan dan memberikan dampak positif kepada psikologinya. 

Yaitu ketika ia cinta dan harap kepada Allah, akan menjadikannya sabar dan tidak terlalu sedih ketika ditimpa musibah, hal tersebut dikarenakan ia meyakini bahwa Allah akan memberikan kasih sayangnya kepada Allah karena Allah Maha pengasih. 

dan ketika ia takut kepada Allah, maka hal tersebut akan menjadikannya tidak takut kepada selain Allah yang tidak memberikan keburukan secara jelas kepadanya. 

Oleh karena itu Allah menurunkan Syariat Islam sebagai Kasih sayang untuk semua makhluk Allah, dan menjadi sumber ketenangan kejiwaan dan psikologis manusia, Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar Ra’d 28)

Allah juga Berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (AlFath 4)

Dan bisa kita bayangkan jika seseorang tidak memiliki salah satu atau lebih dari ketika hal ini dalam hatinya, maka hal tersebut akan berdampak buruk bagi psikologi hambaNya. 

Ketika seseorang tidak takut kepada Allah maka ia akan takut kepada selain Allah, ia akan takut kepada sebab-sebab dari keburukan sehingga hal tersebut merusak psikologis dan menyebabkan kecemasan dan gangguan mental

Allah berfirman :

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [Yunus: 62]

Begitu juga Rasa harap kepada Allah, ketika hilang dari hati manusia maka ia akan depresi dan kehilangan arah ketika tertimpa musibah kemudian merasa berada di titik terendah. Dan pada akhirnya ia akan merasa putus asa dari rahmat Allah, Allah berfirman:

قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ

“Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat”. [Hijr: 56]

2. Beriman kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul

Beriman terhadap Malaikat, Kitab, dan Rasul memiliki andil besar terhadap syariat Islam, karena malaikat adalah perantara turunnya Alqur’an, kitab adalah Al Qur’an itu sendiri, dan Rasul adalah utusan yang menyampaikan Syariat kepada umat manusia. 

Namun beriman terhadap malaikat, Kitab, dan Rasul memberikan dampak psikologis juga terhadap manusia, dari beberapa nash yang disebutkan tentang jibril, diantaranya hadist Rasulullah :

ما زال جبريل يوصيني بالجار ن حتى ظننت أنه سيورث

“Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Begitu juga akhlak mulia yang tercantum di Alquran dan yang dipraktekkan oleh Rasulullah semua mengarah kepada pembersihan jiwa dan perbaikan terhadap sosial manusia baik terhadap keluarga, tetangga, teman, bahkan hewan dan jin, semua itu berpengaruh terhadap sosial manusia yang bersinggungan Psikologi sosial sehingga mencegah dari Anti Sosial, Bullying, Konflik, dll

3. Beriman Terhadap Hari Akhir

Beriman kepada Hari Akhir adalah pondasi seseorang untuk ikhlas, untuk mau melakukan kebaikan dan menghindari keburukan, hal tersebut berpondasi dadi keyakinan seseorang bahwa setelah kematian akan ada hari dimana semua perbuatan baik dibalas dengan kebaikan dan semua perbuatan buruk dibalas dengan keburukan.

Allah berfirman :

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ، وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” 

Beriman kepada hari Akhir akan memberikan keyakinan penetapan dikotomi antara 2 kehidupan, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, yang mana keduanya berbeda satu sama lain. 

Kehidupan dunia adalah tempat beramal, sedangkan kehidupan akhirat adalah tempat dibalasnya semua amalan dunia, di dunia hanya ada amal dan amal yang tidak berhenti sampai mati, dan di akhirat hanya ada hisab dan balasan tanpa ada amalan lagi. 

Allah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ 

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Al Imran: 185]

Begitu juga di dunia adalah kehidupan ujian yang diliputi dengan kesedihan, cobaan, kesengsaraan. Berbeda dengan akhirat yang hanya ada balasan dari amal yang dikerjakan di dunia.

Rasulullah bersabda:

الدنيا سجن المؤمن، وجنة الكافر

“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir”. (HR. Bukhari) 

Semua itu ada memberikan pemikiran bahwa dunia pada hakikatnya adalah sementara dan bukan sesuatu yang menjadi tujuan utama dari kehidupan manusia, keyakinan tersebut akan memotong keinginan manusiawi seseorang untuk mengejar dunia terus-menerus, dan mencegah depresi ketika harta dunia luput dan lenyap dari kita.

Allah berfirman:

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ 

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” [Ankabut: 64]

Kira tidak bisa mengatur apa yang terjadi diluar kehendak kita, musibah yang telah Allah takdir akan datang menemui manusia di dunia, sehingga yang perlu diperbaiki dan dibenah adalah pemikiran dan mindset yang bersumber dari keyakinan seorang muslim.

4. Beriman terhadap Takdir

Beriman Terhadap Takdir Adalah bekal besar dalam menjalani kehidupan yang berhadapan dengan semua musibah yang allah takdirkan. 

Yaitu adalah keyakinan bahwa semua yang terjadi telah Allah takdirkan jauh sebelum langit bumi diciptakan, Allah berfirman :

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

 “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. ” [Hadid: 23]

Hal tersebut dikarenakan keyakinan bahwa semua yang terjadi pada kehidupan seseorang telah ditakdirkan jauh jauh hari sebelum itu terjadi, hal tersebut akan menyebabkan seseorang lebih menerima nasib buruk dan tidak terlalu menyalahkan sebab, begitu juga tidak berbangga sombong dengan nikmat yg diberikan, san menyadari bahwa nikmatnya tersebut bisa hilang kapan saja jika Allah kehendaki.

Maka dengan itu Psikologi Manusia terjaga, karena nasib manusia berbeda-beda, sehingga kita perlu menanamkan mindset yang bersumber dari keimanan terhadap takdir atau ketentuan Allah. maka dengan itu, manusia tidak akan mudah depresi merasa tidak tertolong, merasa di titik paling rendah, tress, putus asa, dan keinginan untuk mengakhiri hidup sendiri.

Begitu juga ketika tertimpa musibah, Rasulullah bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه

“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampai pun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)

Meyakini bahwa setiap musibah adalah penghapus dosa manusia yang dipercepat oleh Allah, akan menjadikan kita lebih menerima hikmah karena mengetahui alasan dari datangnya musibah tersebut di kehidupan manusia. Hal tersebut akan memberikan mindset bahwa ada sesuatu yg ditukarkan dalam musibah di dunia yaitu penghapusan dosa.

 

Penulis

Dosen: Islamic Studies @ UNIMED, Islamic Theology @ IMUN Islamic Law Methodology @ IMUN & Penulis Buku: Menghapus Titik Kelabu dan Mercusuar Biru