Ringkasan Kajian Kitab Al-Adab Al-Mufrad – Hadits ke-12

Ringkasan Kajian Al-Adab al-Mufrad

Bismillah

عن أبي مرة مولى عقيل أنّ أبا هريرة كان يستخلفه مروان, وكان يكون بذي الحليفة, و كانت أمه في بيت وهو في آخر, قال: فإذا أراد أن يخرج وقف على بابها فقال: السلام عليك, يا أمتاه! ورحمة الله وبركاته, فتقول: وعليك يا بني! ورحمة الله وبركاته، فيقول: رحمك الله كما ربيتني صغيرا، فتقول: رحمك الله كما بررتني كبيرا، ثم إذا أراد أن يدخل صنع مثله.

ضعيف الإسناد، فيه سعيد بن أبي هلال، كان اختلط

Dari Abu Murrah Maula ‘Aqil bahwasannya Abu Hurairah diangkat sebagai perwakilan oleh marwan dan waktu itu beliau berada di daerah Dzul Hulaifah. Saat itu ibu beliau berada di dalam rumah dan dia di tempat yang lain. Apabila beliau akan keluar meninggalkan rumahnya, dia berdiri di depan pintu rumah ibunya dan berkata : ”Semoga kesejahteraan tercurah atasmu wahai bunda, begitu juga dengan rahmat Allah dan berkah-Nya” maka ibunya pun menjawab : “Dan semoga kesejahteraan juga tercurah atasmu wahai anakku! Begitu juga dengan rahmat Allah dan berkah-Nya”. Maka Abu Hurairah pun berkata : “Semoga Allah menyayangimu wahai ibu, sebagaimana engkau menyayangiku di saat aku masih kecil”, lalu ibunya pun menjawab : “Semoga Allah juga menyayangimu karena engkau telah berbakti kepadaku di saat engkau besar”. Apabila beliau masuk ke rumah ibunya maka ia melakukan hal yang sama.

(HR. Bukhari no.12 dalam Al-Adab Al-Mufrad, dinyatakan dha’if oleh Syaikh Albani)

Hadits ini memiliki sanad yang dha’if karena di dalam sanadnya terdapat Sa’id bin Abi Hilal, beliau memiliki hafalan yang kacau. Hanya saja, terdapat hadits hasan yang bunyinya sama dengan hadits ini, sebagaimana yang telah dicantumkan oleh Al-Bukhari di kitab yang sama, Al-Adab Al-Mufrad no.14.

 

Penamaan daerah Dzulhulaifah

Saat itu rumah Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berada di Dzulhulaifah. Dzulhulaifah merupakan miqat penduduk Madinah yang hendak berangkat haji, jaraknya sekitar 15 km dari Masjid Nabawi. Namun saat ini, daerah tersebut masyhur dengan sebutan Bir ‘Ali. Padahal nama ini tidak memiliki periwayatan yang jelas mengenai asal-usul penamaannya, baik dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam maupun dari orang-orang setelahnya. Sikap kita sebagai seorang ummat Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam hendaknya menamakan tempat tersebut dengan apa yang beliau Shallallahu’alaihi wasallam namakan, sedangkan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sendiri menamai tempat tersebut dengan nama Dzulhulaifah.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ ِلأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَ ِلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَ ِلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَ ِلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، وَقَالَ: هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ، وَمَنْ كَانَ دُوْنَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam telah menentukan miqat bagi penduduk Madinah, yaitu Dzulhulaifah, bagi penduduk Syam, yaitu Juhfah, bagi penduduk Najd, yaitu Qarnul Manazil dan untuk penduduk Yaman, yaitu Yalamlam. Beliau mengatakan, ‘Semua itu adalah bagi penduduk kota-kota tersebut dan orang yang bukan penduduk kota-kota tersebut yang melewati kota-kota tersebut, yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Dan bagi orang yang lebih dekat dari kota-kota itu, maka ia memulai ihram dari tempatnya, sampai penduduk Makkah memulai ihram dari Makkah.” [HR. Bukhari 2/165, 166; dan 3/21, Muslim 2/838-839, Abu Dawud 1/403, Nasa’i 5/94,95,96]

 

Lafadz salam

Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu ketika keluar dari rumah ibunya, beliau selalu mengucapkan:

السَلَامُ عَلَيكِ, يا أُمَّتَاه!””

“…semoga kesejahteraan tercurah atasmu wahai ibu…”

Dalam keseharian, kita biasa mengucapkan salam dengan lafadz “Assalamu’alaikum” kepada muslim yang lain. Secara bahasa, lafaz ini memiliki arti “semoga kesejahteraan tercurah atas kalian (laki-laki)”. Artinya, lafadz salam ini ditujukan untuk muslim laki-laki yang jumlahnya banyak, namun tidak mengapa salam dengan lafadz ini diucapkan kepada muslim yang wanita ataupun lelaki yang jumlahnya hanya sendiri.

Dalam dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

خَلَقَ اللهُ  آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ طُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا ، فَلَمَّا خَلَقَهُ قَالَ : اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ النَّفَرِ – وَهُمْ نَفَرٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ جُلُوسٌ – فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ ، فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ

“Allah menciptakan Nabi Adam di atas bentuknya. Tingginya 60 hasta. Ketika ia diciptakan, Allah berfirman kepada Adam: ‘pergilah dan berilah salam kepada sekelompok makhluk itu (yaitu Malaikat), dan dengarkanlah ucapan tahiyyah dari mereka kepadamu. Karena itu adalah ucapan tahiyyah (yang disyariatkan untuk) engkau dan keturunanmu‘. Lalu Adam pergi dan mengucapkan: Assalamu’alaikum. Para Malaikat menjawab: Wa’alaikumussalam Warahmatullah. Mereka menambahkan kata warahmatullah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam lafadz yang lain:

خَلَقَ اللهُ آدَمَ بِيَدِهِ ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ، وأمرالْمَلَائِكَةِ فَسَجَدُوا لَهُ ،فَجَلَسَ فَعَطَسَ فَقَالَ : الْحَمْدُ للهِ ، فَقَالَ لَهُ رَبُّهُ : يَرْحَمُكَ اللهُ رَبُّكَ ، إيتِ هَؤلَاءِ الْمَلَائِكَةَ فَقُلِ : السَّلَامُ عَلَيْكُمْ ، فَأَتَاهُم فَقَالَ : السَّلَامُ عَلَيْكُمْ ، فَقَالُوا : وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللهِ ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى رَبِّهِ تَعَالَى فَقَالَ لَهُ : هَذِهِ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ بَيْنَهُمْ

“Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya, lalu meniup ruh untuknya. Lalu Allah memerintahkan Malaikat untuk sujud kepada Adam, lalu merekapun sujud. Lalu Adam duduk, kemudian ia bersih. Allah pun berfirman: yarhamukallahu rabbuka (Rabb-mu telah merahmatimu). Kemudian Allah berfirman: ‘datangilah para Malaikat itu dan ucapkanlah: Assalaamu’alaikum‘. Lalu Adam mendatangi mereka dan mengucapkan: Assalaamu’alaikum. Lalu para Malaikat menjawab: wa’alaikumussalam warahmatullah. Lalu Adam kembali kepada Rabb-nya. Kemudian Allah berfirman kepada Adam: ‘Itu adalah ucapan tahiyyahmu dan anak keturunanmu yang kalian ucapkan sesama kalian‘”. (HR. An Nasa’i)

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Murrah, Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu mengucapkan salam kepada ibunya dengan lafaz “Assalamu’alaiki”, artinya salam itu ditujukan untuk seorang wanita yang sedang diajak bicara. Ini menunjukkan bolehnya mencocokkan lafadz salam dengan lawan bicara, seperti Assalamu’alaika (semoga kesejahteraan tercurah atas engkau (laki-laki), Assalamu’alaikuma (semoga kesejahteraan tercurah atas kalian berdua) dan seterusnya, namun ‘Ulama menjelaskan bahwa lafadz salam yang lebih utama adalah ucapan Assalamu’alaikum.

Imam An Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (14/140) mengatakan:

أَقَلّ السَّلَام أَنْ يَقُول : السَّلَام عَلَيْكُمْ , فَإِنْ كَانَ الْمُسْلِم عَلَيْهِ وَاحِدًا فَأَقَلّه السَّلَام عَلَيْك , وَالْأَفْضَل أَنْ يَقُول : السَّلَام عَلَيْكُمْ ، لِيَتَنَاوَلهُ وَمَلَكَيْهِ , وَأَكْمَل مِنْهُ أَنْ يَزِيد وَرَحْمَة اللَّه , وَأَيْضًا وَبَرَكَاته , وَلَوْ قَالَ : سَلَام عَلَيْكُمْ أَجْزَأَهُ ؛ وَاسْتَدَلَّ الْعُلَمَاء لِزِيَادَةِ : وَرَحْمَة اللَّه وَبَرَكَاته بِقَوْلِهِ تَعَالَى إِخْبَارًا عَنْ سَلَام الْمَلَائِكَة بَعْد ذِكْر السَّلَام : ] رَحْمَة اللَّه وَبَرَكَاته عَلَيْكُمْ أَهْل الْبَيْت [ ( هود : 73 ) . وَبِقَوْلِ الْمُسْلِمِينَ كُلّهمْ فِي التَّشَهُّد : السَّلَام عَلَيْك أَيّهَا النَّبِيّ وَرَحْمَة اللَّه وَبَرَكَاته

“Ucapan salam yang paling minimal adalahAssalamu’alaikum. Kalau hanya ada satu orang Muslim, maka ucapan paling minimal adalah: Assalamu’alaika. Namun yang lebih utama adalah mengucapkan: Assalamu’alaikum, agar salam tersebut tersampaikan kepadanya dan dua Malaikatnya. Dan yang lebih sempurna lagi adalah dengan menambahkan warahmatullah, dan juga menambahkan wabarakatuh. Kalau seseorang mengucapkan: salam ‘alaikum, itu sudah mencukupi. Para ulama menganjurkan penambahan warahmatullah dan wabarakatuh dengan firman Allah Ta’ala yang mengabarkan ucapan salam Malaikat (yang artinya): ‘rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga dilimpahkan atas kalian, wahai ahlul bait‘ (QS. Hud: 73). Dan juga berdalil dengan ucapan dalam tasyahud : Assalamu’alaika ayyuhannabiy warahmatullah wabarakatuh“.

 

Sunnah mengucapkan salam dengan lengkap

Dari hadits yang diriwayatkan Abu Murrah, dapat diketahui bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu mengucapkan salam yang lengkap kepada ibunya.

 “…السلام عليك, يا أمتاه! ورحمة الله وبركات…”

“…Semoga kesejahteraan tercurah atas engkau wahai bunda, begitu juga dengan rahmat Allah dan berkahnya…”

Beliau Radhiyallahu’anhu mengucapkan salam dengan lengkap agar lengkap pula doanya kepada sang ibu; dan ketika ibunya membalas, maka lengkap jugalah doa sang ibu kepada dirinya. Ucapan salam tidak hanya bermanfaat bagi yang diberi salam, namun juga bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Orang yang mengucapkan salam akan mendapatkan pahala dari Allah ‘Azza wajalla ketika mengucapkannya, semakin lengkap salam yang dia ucapkan, semakin besar juga pahala yang Allah berikan kepadanya.

Diceritakan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu:

إِنَّ رَجُلاً مَرَّ عَلَى رَسُولِ اللهِ n وَهُوَ فِي مَجْلِسٍ، فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَقَالَ: عَشْرَ حَسَنَاتٍ. فَمَرَّ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ، فَقَالَ: عِشْرُوْنَ حَسَنَةً. فَمَرَّ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ: ثَلاَثُونَ حَسَنَةً. فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ وَلَمْ يُسَلِّمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ n: مَا أَوْشَكَ مَا نَسِيَ صَاحِبُكُمْ، إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَجْلِسَ فَلْيُسَلِّمْ، فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ، وَإِذَا قَامَ فَلْيُسَلِّمْ، مَا الْأُوْلَى بِأَحَقَّ مِنَ الْآخِرَةِ

Ada seseorang datang kepada Rasulullah yang saat itu sedang berada di suatu majelis. Orang itu berkata, “Assalamu‘alaikum.” Beliau pun bersabda, “Dia mendapat sepuluh kebaikan.” Datang lagi seorang yang lain, lalu berkata, “Assalamu‘alaikum warahmatullahi.” Beliau bersabda, “Dia mendapat duapuluh kebaikan.” Ada seorang lagi yang datang, lalu mengatakan, “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.” Beliau pun bersabda, “Dia mendapat tigapuluh kebaikan.” Kemudian ada seseorang yang bangkit meninggalkan majelis tanpa mengucapkan salam, maka Rasulullah pun mengatakan, “Betapa cepatnya teman kalian itu lupa. Jika salah seorang di antara kalian mendatangi suatu majelis, hendaknya dia mengucapkan salam. Bila ingin duduk, hendaknya dia duduk. Bila dia pergi meninggalkan majelis, hendaknya mengucapkan salam. Tidaklah salam yang pertama lebih utama daripada salam yang akhir.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabl Al-Mufrad no. 757)

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim mengucapkan salam dengan lengkap kepada muslim yang lainnya. Selain berfungsi sebagai doa dan penambah amal kebaikan, memberi salam juga dapat membuat orang yang mengucapkannya saling mencintai.

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ”

Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Semakin lengkap salam yang diberikan seorang muslim kepada muslim yang lain, maka semakin dalam pula rasa cinta yang ada di antara mereka. Namun apabila dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah, maka sebaiknya memberi ataupun menjawab salam dihindari, sebagaimana yang dapat terjadi di antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ingatlah salah satu kaedah fiqih, menghindari mudharat diutamakan daripada memperoleh manfaat.

 

Salam adalah salah satu hak seorang muslim atas muslim yang lain

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

 حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ ». قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.

Hak muslim pada muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang menanyakan, ”Apa saja keenam hal itu?” Lantas beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’), (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim no. 2162)

Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu telah memenuhi salah satu hak ibunya sebagai seorang muslimah dengan mengucapkan salam kepadanya. Seorang ibu lebih berhak untuk mendapat salam dari anaknya ketimbang orang lain, bahkan ketimbang ustadz sang anak sendiri. Namun kenyataannya, seseorang lebih banyak memberi salam kepada orang lain daripada kepada ibunya sendiri. Hendaknya seorang muslim tidak gengsi dalam mengucapkan salam kepada ibunya; karena dengan memberi salam kepada ibunya, menunjukkan kepada sang ibu bahwa anaknya sedang mempelajari sunnah Rasulullah Shallallahu’alahi wasallam yang mulia.

 

Anggota keluarga yang mengenal sunnah membuat suasana kekeluargaan semakin harmonis

Tatkala Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu mengucapkan salam yang lengkap kepada ibunya, maka ibunya pun menjawab dengan salam yang lengkap pula. Ibunya tidak ingin mengurangi salam kepada anaknya karena dia paham akan firman Allah ‘Azza wajalla berikut :

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86)

Lihatlah betapa harmonisnya suatu keluarga apabila antara anak dan orang tua saling mengerti sunnah, mereka akan saling mendoakan bahkan bisa saling menasihati.

 

Keantusiasan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu terhadap ibunya

Sebelum ibunya masuk Islam, Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu sangat antusias untuk mengajak ibunya menerima Islam. Hal ini karena beliau Radhiyallahu’anhu sangat menyayangi ibunya. Tatkala itu, berkali-kali dia menemui ibunya dan mengajaknya masuk Islam namun sang ibu menolak, hingga akhirnya Abu Hurairah Radhyiallahu’anhu datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam agar beliau Shallallahu’alaihi wasallam mendoakan ibunya.

Ia bercerita: “Dahulu aku mengajak ibuku untuk masuk Islam ketika ia masih berbuat kesyirikan. Dan pada suatu hari aku mengajaknya, tapi ia berbicara tentang Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dengan ucapan yang aku benci, maka itu aku mendatangi Rasulullah sambil menangis.

Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah mengajak ibuku untuk masuk Islam, namun ia enggan menerima ajakanku. Dan pada hari ini aku mengajaknya lagi, tapi dia malah berkata tentangmu dengan ucapan yang aku tidak sukai, maka itu doakanlah agar ibu Abu Hurairah mendapat hidayah.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berdoa: “Ya Allah, bukakanlah pintu hidayah bagi ibu Abu Hurairah.”

Lalu aku keluar dengan senang hati lantaran doa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Ketika datang aku langsung mendekati pintu rumahku yang masih tertutup, dan ibuku mendengar suara langkah kakiku, ia berkata: “Tetaplah di situ, wahai Abu Hurairah.” Dan aku mendengar kucuran air. Ia melanjutkan: “Ternyata ibuku mandi, kemudian ia mengenakan baju kurung dan memakai jilbab, lalu membuka pintu. Ia berkata: “Wahai Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang hak kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.”

Ia berkata: “Aku pun langsung kembali menemui Rasulullah sambil menangis karena saking bahagianya. Aku berkata: “Ya Rasulullah, kabar gembira bagimu, sungguh Allah telah mengabulkan doamu dan Dia telah memberi hidayah kepada ibu Abu Hurairah.” Lalu beliau memuji dan menyanjung Allah dan berkata dengan perkataan yang baik. Aku berkata lagi: “Wahai Rasulullah, memohonlah kepada Allah untuk menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjadikan mereka dicintai oleh kami.”

Maka beliau berdoa: “Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini -yakni Abu Hurairah- dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang beriman dan jadikanlah mereka dicintai olehnya.”

Tidaklah diciptakan seorang mukmin yang mendengar tentang diriku meskipun ia tidak melihatku kecuali ia pasti mencintaiku. (HR. Muslim)

Hendaknya kita bercermin dari perilaku Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu di atas. Beliau senantiasa berusaha agar ibunya mendapat hidayah. Tatkala Allah memberinya hidayah, maka hidup mereka pun menjadi semakin harmonis.

 

Orang yang pertama kali mengucapkan salam

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ ، وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Yang muda hendaklah memberi salam pada yang tua. Yang berjalan (lewat) hendaklah memberi salam kepada  orang yang dudukYang sedikit hendaklah memberi salam pada orang yang lebih banyak.” (HR. Bukhari no. 6231)

Allah Subhanahu wata’ala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nur : 27)

Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu pada hadits ini datang ke rumah ibunya sebagai orang yang lebih muda dan sekaligus sebagai tamu, oleh karena itu beliaulah yang pertama kali mengucapkan salam.

 

Seorang anak hendaknya selalu mengingat jasa orang tua kepadanya sewaktu kecil

Kasih sayang orang tua kepada anaknya itu memuncak pada saat anaknya masih kecil. Seluruh waktu mereka akan dihabiskan untuk merawat sang anak tatkala itu. Tidak kenal siang dan tidak kenal malam, apabila anak mereka menangis maka mereka akan segera menimang dan menenangkannya. Bahkan mereka kurang tidur pun tak masalah bagi mereka asalkan sang anak tercukupi waktu tidurnya.

Allah ‘Subhanahu wata’ala pun memerintahkan para hambanya untuk mendoakan kedua orang tua mereka karena jasa orang tua mereka kepada mereka sewaktu kecil, maka Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu pun rutin mendoakan ibunya

فيقول: رحمك الله كما ربيتني صغيرا

Abu Hurairah pun berkata : “semoga Allah menyayangimu wahai ibu, sebagaimana engkau menyayangiku di saat aku masih kecil

 

Seorang anak diharapkan baktinya tatkala dia telah dewasa

Saat masih kecil, sang anak tidak bisa banyak membantu kedua orang tuanya, bahkan dia bergantung pada bantuan kedua orang tuanya dalam berbagai hal. Maka tatkala sang anak telah dewasa, bantuannya sangat diharapkan oleh orang tuanya, terutama tatkala orang tua sudah berusia lanjut dan tidak mampu melakukan banyak hal untuk dirinya sendiri. Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu termasuk sahabat yang berbakti kepada ibunya tatkala dia telah dewasa, oleh karenanya sang ibu membalas doanya dengan mengatakan:

فتقول: رحمك الله كما بررتني كبيرا

Ibunya pun menjawab : “semoga Allah juga menyayangimu karena engkau telah berbakti kepadaku di saat engkau besar

 

Wallahu a’lam bish-showab

 

Kajian rutin Kitab Al-Adab Al-Mufrad

Ustadz Ali Nur, Lc

Sabtu, 18 Dzulhijjah 1438 H / 9 September 2017

Masjid Dakwah USU, Medan